DPR Nilai Inalum Tak Berkaitan dengan Listrik di Sumut
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Golkar Zainudin Amali menegaskan, persoalan listrik di Sumatera Utara (Sumut) tidak bisa dikaitkan dengan PT Inalum. Pasalnya, tugas utama perusahaan tersebut bukan soal listrik melainkan aluminium.
"Operasi Inalum itu tentang alumunium, dan itu satu hal terpisah dari listrik. Listrik itu bukan urusannya Inalum, bukan main business Badan Usaha Milik Negara itu," kata Zainudin di Jakarta, Rabu (3/9/2014) malam.
Menurut dia, dalam pelaksanaannya, Inalum membutuhkan listrik. Karenan itu, kemudian membuat pembangkit listrik, untuk kebutuhan dia sendiri. Dari yang dihasilkan itu ada kapasitas yang tidak terpakai, yang bisa digunakan masyarakat di sekitarnya. Dan itu sudah disumbangkan Inalum melalui PLN setempat.
"Jadi, jangan dipersoalkan listriknya, harusnya PLN yang berpikir bagaimana menambah energi listrik di Sumut," ujarnya.
Dia menuturkan, di masa lalu Inalum memberikan daya sangat sedikit. Karena posisinya masih di tangan Jepang. Saat itu Inalum merupakan perusahaan milik asing (PMA), tapi sekarang sudah menjadi perusahaan nasional.
"Saya kira tentang penggunaan listrik itu berubah, sepanjang itu tidak dibutuhkan untuk operasinya mereka. Jadi boleh dipakai oleh masyarakat dengan ada hitung-hitungannya. Jadi Inalum enggak ada urusannya dengan listrik, itu sepenuhnya tanggung jawab PLN," ungkap politisi yang juga Wakil Ketua Komisi VII ini.
Pernyataan Zainudin ini menanggapi adanya pihak-pihak yang terlalu jauh mengaitkan Inalum dengan masalah listrik di Sumut. Bahkan, muncul kabar bahwa dengan dalih kecilnya sumbangsih daya listrik, Inalum akan dibubarkan.
Menanggapi kabar tersebut, Zainudin mengaku sangat tidak mempercayainya. Menurutnya kabar itu hanya mengada-ada, tidak masuk akal. Sebab proses pengambilalihan Inalum dari tangan Jepang merupakan hal yang tidak mudah dan membutuhkan biaya besar.
"Masa ya? Itu (kabar pembubaran) pikiran terlalu jauh, enggak mungkin dibubarkan. Kalau mau dibubarkan, ngapain kita ngotot kemarin ngambil dari Jepang. Kan kemarin kita keluar duit sekian dolar AS untuk membayar sahamnya Jepang agar kembali kepada kita dan Jepangnya pergi. Mana nasionalisme kita sebagai Bangsa?" tuturnya.
Untuk itu, sebagai anak bangsa harus berpikir panjang, jangan hanya kepentingan pribadi, kelompok, dan keluarga lalu tidak punya wibawa mempertahankan aset bangsa ini.
"Apalagi Inalum hanya satu-satunya di Indonesia, ini potensi industri yang harus dipelihara sepanjang masa," kata dia.
"Operasi Inalum itu tentang alumunium, dan itu satu hal terpisah dari listrik. Listrik itu bukan urusannya Inalum, bukan main business Badan Usaha Milik Negara itu," kata Zainudin di Jakarta, Rabu (3/9/2014) malam.
Menurut dia, dalam pelaksanaannya, Inalum membutuhkan listrik. Karenan itu, kemudian membuat pembangkit listrik, untuk kebutuhan dia sendiri. Dari yang dihasilkan itu ada kapasitas yang tidak terpakai, yang bisa digunakan masyarakat di sekitarnya. Dan itu sudah disumbangkan Inalum melalui PLN setempat.
"Jadi, jangan dipersoalkan listriknya, harusnya PLN yang berpikir bagaimana menambah energi listrik di Sumut," ujarnya.
Dia menuturkan, di masa lalu Inalum memberikan daya sangat sedikit. Karena posisinya masih di tangan Jepang. Saat itu Inalum merupakan perusahaan milik asing (PMA), tapi sekarang sudah menjadi perusahaan nasional.
"Saya kira tentang penggunaan listrik itu berubah, sepanjang itu tidak dibutuhkan untuk operasinya mereka. Jadi boleh dipakai oleh masyarakat dengan ada hitung-hitungannya. Jadi Inalum enggak ada urusannya dengan listrik, itu sepenuhnya tanggung jawab PLN," ungkap politisi yang juga Wakil Ketua Komisi VII ini.
Pernyataan Zainudin ini menanggapi adanya pihak-pihak yang terlalu jauh mengaitkan Inalum dengan masalah listrik di Sumut. Bahkan, muncul kabar bahwa dengan dalih kecilnya sumbangsih daya listrik, Inalum akan dibubarkan.
Menanggapi kabar tersebut, Zainudin mengaku sangat tidak mempercayainya. Menurutnya kabar itu hanya mengada-ada, tidak masuk akal. Sebab proses pengambilalihan Inalum dari tangan Jepang merupakan hal yang tidak mudah dan membutuhkan biaya besar.
"Masa ya? Itu (kabar pembubaran) pikiran terlalu jauh, enggak mungkin dibubarkan. Kalau mau dibubarkan, ngapain kita ngotot kemarin ngambil dari Jepang. Kan kemarin kita keluar duit sekian dolar AS untuk membayar sahamnya Jepang agar kembali kepada kita dan Jepangnya pergi. Mana nasionalisme kita sebagai Bangsa?" tuturnya.
Untuk itu, sebagai anak bangsa harus berpikir panjang, jangan hanya kepentingan pribadi, kelompok, dan keluarga lalu tidak punya wibawa mempertahankan aset bangsa ini.
"Apalagi Inalum hanya satu-satunya di Indonesia, ini potensi industri yang harus dipelihara sepanjang masa," kata dia.
(izz)