Paling Menderita dari Krisis BBM Nelayan di Luar Jawa
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI), Y Paonganan mengungkapkan, yang paling menderita dari krisis bahan bakar minyak (BBM) adalah nelayan di luar Pulau Jawa.
Selama ini, yang menjadi sorotan adalah antrean BBM di sejumlah SPBU. Suara masyarakat yang ada di Jakarta dan Pulau Jawa begitu dominan baik akibat pembatasan BBM bersubisidi maupun polemik rencana kenaikan BBM.
Pemerintah seolah tutup mata dengan kondisi masyarakat di berbagai pulau kecil, yang sudah lama mengalami krisis BBM, khususnya solar.
"Kalau nelayan tradisional di Jakarta dan di Jawa, ya masih relatif mudah lah untuk mendapatkan solar. Meskipun masih melalui berbagai tangan. Tapi, nelayan kita di luar Jawa lebih susah," ujar Paonganan kepada Sindonews, Sabtu (13/9/2014).
"Bahkan ada beberapa tempat yang harganya lebih mahal, bahkan menyamai BBM non subsidi. Misalnya di Sulawesi Utara," ungkapnya.
Menurut pria yang akrab disapa Ongen ini, banyak kampung nelayan yang susah mengakses solar akibat krisis BBM.
Meski proyek pemerintah untuk BBM bersubsidi telah dilakukan, tapi belum maksimal karena tidak bisa menjangkau hingga nelayan tradisional di luar Jawa.
"Kalau nelayan kaya itu kan mudah-mudah saja dapatnya. Karena mereka punya uang. Mahal juga dibeli, tapi itu harus pakai BBM non subsidi. Jangan pakai yang subsidi," tegasnya.
Dia menyebutkan, saat ini yang paling penting adalah bagaimana caranya sentra logistik BBM jangan hanya di Pulau Jawa. Harus merata.
"Jadi, memang nelayan tradisional ini tidak akan berubah nasibnya kalau infrastruktur ekonomi hanya berpusat di Jawa. Mereka dapat minyak saja sudah susah. Gimana mau menjalankan perahunya untuk cari ikan?" keluhnya.
Selama ini, yang menjadi sorotan adalah antrean BBM di sejumlah SPBU. Suara masyarakat yang ada di Jakarta dan Pulau Jawa begitu dominan baik akibat pembatasan BBM bersubisidi maupun polemik rencana kenaikan BBM.
Pemerintah seolah tutup mata dengan kondisi masyarakat di berbagai pulau kecil, yang sudah lama mengalami krisis BBM, khususnya solar.
"Kalau nelayan tradisional di Jakarta dan di Jawa, ya masih relatif mudah lah untuk mendapatkan solar. Meskipun masih melalui berbagai tangan. Tapi, nelayan kita di luar Jawa lebih susah," ujar Paonganan kepada Sindonews, Sabtu (13/9/2014).
"Bahkan ada beberapa tempat yang harganya lebih mahal, bahkan menyamai BBM non subsidi. Misalnya di Sulawesi Utara," ungkapnya.
Menurut pria yang akrab disapa Ongen ini, banyak kampung nelayan yang susah mengakses solar akibat krisis BBM.
Meski proyek pemerintah untuk BBM bersubsidi telah dilakukan, tapi belum maksimal karena tidak bisa menjangkau hingga nelayan tradisional di luar Jawa.
"Kalau nelayan kaya itu kan mudah-mudah saja dapatnya. Karena mereka punya uang. Mahal juga dibeli, tapi itu harus pakai BBM non subsidi. Jangan pakai yang subsidi," tegasnya.
Dia menyebutkan, saat ini yang paling penting adalah bagaimana caranya sentra logistik BBM jangan hanya di Pulau Jawa. Harus merata.
"Jadi, memang nelayan tradisional ini tidak akan berubah nasibnya kalau infrastruktur ekonomi hanya berpusat di Jawa. Mereka dapat minyak saja sudah susah. Gimana mau menjalankan perahunya untuk cari ikan?" keluhnya.
(dmd)