Rupiah Anjlok Terimbas Normalisasi Kebijakan AS
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) karena terimbas normalisasi kebijakan AS.
"Saya kira isunya bukan current accout, tapi concern normalisasi kebijakan AS. Karena itu saya bilang normalisasi AS menyebabkan pelemahan rupiah kira-kira ketika FOMC (Federal Open Market Committee) kemarin," ujarnya saat dihubungi wartawan, Kamis (18/9/2014).
Menurut Chatib, FOMC yang men-trigger dan menyebabkan rupiah melemah. Selain itu, melemahnya rupiah hingga sore ini juga terjadi karena volatilitasnya tinggi.
Hal tersebut disebabkan karena capital inflow yang masuk ke Indonesia juga tinggi. Contohnya, ketika peluncuran Euro Bonds yang share foreign-nya mencapai 37%.
"Makanya saya bilang berkali-kali ketika orang apettite-nya tinggi, saya ingatkan harus hati-hati," katanya.
Dia menjelaskan, tingginya volatilitas Indonesia disebabkan karena capital inflow besar selama ini. Selain itu, market melihat kondisi politik dan kondisi makro di Indonesia bagus.
"Dan portfolionya masuk. Semakin besar inflow masuk, semakin besar risiko dia return," terang Chatib.
Seperti diberitakan sebelumnya, posisi rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI berada pada level Rp12.030 per USD. Posisi tersebut anjlok 112 poin dibanding posisi penutupan sebelumnya di level Rp11.908 per USD.
(Baca: Rupiah Ditutup Terkoreksi ke Rp11.983/USD)
"Saya kira isunya bukan current accout, tapi concern normalisasi kebijakan AS. Karena itu saya bilang normalisasi AS menyebabkan pelemahan rupiah kira-kira ketika FOMC (Federal Open Market Committee) kemarin," ujarnya saat dihubungi wartawan, Kamis (18/9/2014).
Menurut Chatib, FOMC yang men-trigger dan menyebabkan rupiah melemah. Selain itu, melemahnya rupiah hingga sore ini juga terjadi karena volatilitasnya tinggi.
Hal tersebut disebabkan karena capital inflow yang masuk ke Indonesia juga tinggi. Contohnya, ketika peluncuran Euro Bonds yang share foreign-nya mencapai 37%.
"Makanya saya bilang berkali-kali ketika orang apettite-nya tinggi, saya ingatkan harus hati-hati," katanya.
Dia menjelaskan, tingginya volatilitas Indonesia disebabkan karena capital inflow besar selama ini. Selain itu, market melihat kondisi politik dan kondisi makro di Indonesia bagus.
"Dan portfolionya masuk. Semakin besar inflow masuk, semakin besar risiko dia return," terang Chatib.
Seperti diberitakan sebelumnya, posisi rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI berada pada level Rp12.030 per USD. Posisi tersebut anjlok 112 poin dibanding posisi penutupan sebelumnya di level Rp11.908 per USD.
(Baca: Rupiah Ditutup Terkoreksi ke Rp11.983/USD)
(izz)