Jatim Kelebihan Stok Gula 350 Ribu Ton/Bulan
A
A
A
SURABAYA - Provinsi Jawa Timur (Jatim) memiliki kelebihan stok gula sampai 350 ribu ton per bulan. Kelebihan tersebut sangat kecil terserap pasar, dan sebagian besar masih menumpuk di gudang milik PTPN.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur (Jatim) mengungkapna, konsumsi gula masyarakat Jatim berkisar 50.000-60.000 ton per bulan.
"Kebijakan impor berlebihan juga menjadi pemicu penumpukan gula lokal," ujar Corporet Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN XI) M Khoiri, Senin (22/9/2014).
Menurutnya, secara nasional masih kekurangan gula, tetapi pemerintah terlalu berlebihan dalam mengimpor gula.
Imbasnya, gula lokal tidak bisa masuk ke daerah luar Jawa yang biasa menjadi langganan pengiriman gula, seperti Indonesia Timur.
Di daerah tersebut sudah banyak gula dari impor, sedangkan mereka tidak menerima gula lokal karena stok melimpah.
Di Jatim, tren persediaan fisik gula dari awal 2014 hingga sekarang adalah kurva terbalik, yakni stok tinggi diawal tahun karena menumpuk sisa produksi 2013, karena belum terserap pasar.
Idealnya, permintaan dan penawaran pasar harus membentuk kurva sempurna. Di mana, pada awal dan akhir tahun jumlah persediaan kecil, sedangkan di pertengahan tahun jumlah persediaan besar karena masa produksi pabrik gula.
"Menumpuknya barang yang tidak terserap pasar akan menjadi masalah bagi pelaku industri. Penumpukan gula itu akan berpengaruh terhadap cash flow dan likuiditas keuangan," papar Khoiri.
Kondisi ini berisiko cukup besar, saat gula disimpan terlalu lama maka mutu gula mengalami penurunan. Sedangkan bagi PTR akan menyulitkan permodalan dan operasional dalam beraktivitas.
"Bagi pelaku industri, harga gula di bawah Rp8.500 per kg di bawah HPP sangat mengecewakan. Ini yang membuat merugi," terangnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur (Jatim) mengungkapna, konsumsi gula masyarakat Jatim berkisar 50.000-60.000 ton per bulan.
"Kebijakan impor berlebihan juga menjadi pemicu penumpukan gula lokal," ujar Corporet Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN XI) M Khoiri, Senin (22/9/2014).
Menurutnya, secara nasional masih kekurangan gula, tetapi pemerintah terlalu berlebihan dalam mengimpor gula.
Imbasnya, gula lokal tidak bisa masuk ke daerah luar Jawa yang biasa menjadi langganan pengiriman gula, seperti Indonesia Timur.
Di daerah tersebut sudah banyak gula dari impor, sedangkan mereka tidak menerima gula lokal karena stok melimpah.
Di Jatim, tren persediaan fisik gula dari awal 2014 hingga sekarang adalah kurva terbalik, yakni stok tinggi diawal tahun karena menumpuk sisa produksi 2013, karena belum terserap pasar.
Idealnya, permintaan dan penawaran pasar harus membentuk kurva sempurna. Di mana, pada awal dan akhir tahun jumlah persediaan kecil, sedangkan di pertengahan tahun jumlah persediaan besar karena masa produksi pabrik gula.
"Menumpuknya barang yang tidak terserap pasar akan menjadi masalah bagi pelaku industri. Penumpukan gula itu akan berpengaruh terhadap cash flow dan likuiditas keuangan," papar Khoiri.
Kondisi ini berisiko cukup besar, saat gula disimpan terlalu lama maka mutu gula mengalami penurunan. Sedangkan bagi PTR akan menyulitkan permodalan dan operasional dalam beraktivitas.
"Bagi pelaku industri, harga gula di bawah Rp8.500 per kg di bawah HPP sangat mengecewakan. Ini yang membuat merugi," terangnya.
(izz)