Kenaikan Cukai Rokok Rugikan Pelaku Bisnis Tembakau
A
A
A
JAKARTA - Komunitas Kretrek menyatakan rencana pemerintah untuk menaikan cukai rokok sebesar 10% pada 2015 akan merugikan para pelaku bisnis tembakau nasional.
Rencana tersebut di dorong oleh harapan untuk dapat memenuhi target Penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2015, sebesar Rp119,7 triliun dari cukai tembakau.
Rencana kenaikan tarif cukai yang telah ditetapkan dalam APBN 2015 sejak awal telah menuai protes dari kalangan multi stakeholders tembakau.
“Bagi kami ini adalah salah satu bentuk kemunafikan pemerintah, disatu sisi membuat rencana kenaikan cukai sedangkan disisi lain melahirkan regulasi anti rokok, maka jelas yang jadi korban adalah semua kalangan pertembakauan nasional dari hulu sampai hilir termasuk petani dan konsumen kretek didalamnya,” tegas Koordinator Nasional Komunitas Kretek Abhisam DM dalam keterangan pers, Rabu (15/10/2014).
Dia menjelaskan kalau selama ini melalui cukai, konsumen telah berperan besar dalam memperkuat keuangan negara dalam 6 tahun dari Rp49,9 triliun dalam APBN 2008 menjadi Rp100,7 triliun pada APBN 2014. Dibandingkan dengan cukai lainnya, penerimaan cukai tembakau merupakan penerimaan paling besar dalam APBN dibandingkan dengan sektor ekonomi manapun.
Dalam target APBN 2015 Penerimaan cukai 95% dari penerimaan cukai tembakau, sisanya Rp6 triliun atau sebanyak 5% adalah Pendapatan Cukai Minuman Mengandung Ethil Alkohol (MMEA).
"Negara harusnya melindungi dan menjaga kedaulatan industri nasional yang telah begitu banyak menyumbang pendapatan bagi negara, yaitu dengan tidak menjadikan hasil tembakau hanya sebagai obyek layaknya sapi perah karena yang paling dirugikan adalah industri kecil dan konsumen sebagai korban langsung dari kebijakan ini," jelas Koordinator Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) Zulvan Kurniawan.
Bentuk paling nyata dari efek kenaikan cukai ini akan dirasakan oleh kelompok usaha rokok kecil seperti diungkapkan oleh Rusdi Rahman selaku Koordinator Komunitas Perusahaan Rokok Kudus (KOPERKU), yang beranggotakan 31 perusahaan rokok kecil ini akan gulung tikar.
Lebih jauh lagi, tak kurang dari 1.200 pekerja yang berada dibawah perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam KOPERKU ini juga akan terancam kehilangan mata pencaharianya. Belum lagi dengan ribuan usaha kecil menengah lainya yang tersebar diberbagai daerah, yang juga akan terancam nasibnya.
Saat ini ada 3 golongan industri rokok. Golongan 1 yaitu industri dengan produksi di atas 2 miliar batang rokok per tahun. Golongan 2 yaitu industri dengan produksi 300 juta-2 miliar batang rokok per tahun. Dan golongan 3 yaitu industri dengan produksi di bawah 300 juta batang rokok per tahun. Rencananya semua golongan akan dinaikan.
Bila golongan 1 dan 2 mengalami kenaikan cukai 10% maka cukai yang tertinggi Rp375 per batang akan mengalami kenaikan Rp 30-Rp40 per batang. Maka bisa dipastikan selain terdapat kenaikan harga yang dibebankan kepada konsumen maka industri besar akan melalukan efisiensi produksi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja kepada buruhnya.
Rencana tersebut di dorong oleh harapan untuk dapat memenuhi target Penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2015, sebesar Rp119,7 triliun dari cukai tembakau.
Rencana kenaikan tarif cukai yang telah ditetapkan dalam APBN 2015 sejak awal telah menuai protes dari kalangan multi stakeholders tembakau.
“Bagi kami ini adalah salah satu bentuk kemunafikan pemerintah, disatu sisi membuat rencana kenaikan cukai sedangkan disisi lain melahirkan regulasi anti rokok, maka jelas yang jadi korban adalah semua kalangan pertembakauan nasional dari hulu sampai hilir termasuk petani dan konsumen kretek didalamnya,” tegas Koordinator Nasional Komunitas Kretek Abhisam DM dalam keterangan pers, Rabu (15/10/2014).
Dia menjelaskan kalau selama ini melalui cukai, konsumen telah berperan besar dalam memperkuat keuangan negara dalam 6 tahun dari Rp49,9 triliun dalam APBN 2008 menjadi Rp100,7 triliun pada APBN 2014. Dibandingkan dengan cukai lainnya, penerimaan cukai tembakau merupakan penerimaan paling besar dalam APBN dibandingkan dengan sektor ekonomi manapun.
Dalam target APBN 2015 Penerimaan cukai 95% dari penerimaan cukai tembakau, sisanya Rp6 triliun atau sebanyak 5% adalah Pendapatan Cukai Minuman Mengandung Ethil Alkohol (MMEA).
"Negara harusnya melindungi dan menjaga kedaulatan industri nasional yang telah begitu banyak menyumbang pendapatan bagi negara, yaitu dengan tidak menjadikan hasil tembakau hanya sebagai obyek layaknya sapi perah karena yang paling dirugikan adalah industri kecil dan konsumen sebagai korban langsung dari kebijakan ini," jelas Koordinator Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) Zulvan Kurniawan.
Bentuk paling nyata dari efek kenaikan cukai ini akan dirasakan oleh kelompok usaha rokok kecil seperti diungkapkan oleh Rusdi Rahman selaku Koordinator Komunitas Perusahaan Rokok Kudus (KOPERKU), yang beranggotakan 31 perusahaan rokok kecil ini akan gulung tikar.
Lebih jauh lagi, tak kurang dari 1.200 pekerja yang berada dibawah perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam KOPERKU ini juga akan terancam kehilangan mata pencaharianya. Belum lagi dengan ribuan usaha kecil menengah lainya yang tersebar diberbagai daerah, yang juga akan terancam nasibnya.
Saat ini ada 3 golongan industri rokok. Golongan 1 yaitu industri dengan produksi di atas 2 miliar batang rokok per tahun. Golongan 2 yaitu industri dengan produksi 300 juta-2 miliar batang rokok per tahun. Dan golongan 3 yaitu industri dengan produksi di bawah 300 juta batang rokok per tahun. Rencananya semua golongan akan dinaikan.
Bila golongan 1 dan 2 mengalami kenaikan cukai 10% maka cukai yang tertinggi Rp375 per batang akan mengalami kenaikan Rp 30-Rp40 per batang. Maka bisa dipastikan selain terdapat kenaikan harga yang dibebankan kepada konsumen maka industri besar akan melalukan efisiensi produksi dalam bentuk pemutusan hubungan kerja kepada buruhnya.
(gpr)