Dunia Pemasaran Harus Siap Menghadapi MEA 2015

Kamis, 16 Oktober 2014 - 16:10 WIB
Dunia Pemasaran Harus...
Dunia Pemasaran Harus Siap Menghadapi MEA 2015
A A A
JAKARTA - Managing Director Indonesia, Vietnam and Philippine Kantor World Panel Fabrice Carrasco mengatakan, dunia pemasaran harus siap menghadapi pasar bebas atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

Kondisi itu memungkinkan para pemain global masuk ke Indonesia. Sebaliknya, para pemain lokal berkesempatan mengembangkan sayapnya ke luar negeri.

"Hal ini akan menyebabkan persaingan antar pemasar semakin ketat. Para konsumen yang berasal dari kelas ekonomi tinggi mempunyai lebih banyak pilihan dan berakibat pada menurunnya loyalitas," ujarnya di Jakarta, Kamis (16/10/2014).

Perkembangan media digital juga memungkinkan para konsumen mempunyai banyak pilihan dan lebih terbuka mengemukakan pilihannya. Hal ini berimplikasi pada kebutuhan para pemasar untuk bisa menumbuhkan trust dari konsumen.

Terkait hal itu, ada tiga hal yang saat ini harus diperhatikan para pemasar untuk memenangkan hati konsumen. Pertama, memanfaatkan TV sebagai media pemasaran.

"Selain iklan, sponsorhip program juga menjadi salah satu cara meningkatkan penjualan. Namun efeknya tergantung pada jenis program TV yang dipilih untuk disponsori," ujar Head Regional Centre of Excellence Kantar World Panel, Andrew Ridsdale-Smith.

Kedua, menciptakan pesan tepat untuk dikomunikasikan kepada konsumen, sehingga pesan tersebut dapat dipersepsikan konsumen sebagai sesuatu yang memenuhi kebutuhan mereka.

Jenis pesan yang bermuatan functional benefit suatu produk lebih mampu meningkatkan penjualan. Pesan inilah yang harus secara fokus terus menerus disampaikan kepada pasar sasaran.

Kunci keberhasilan pertumbuhan produk terletak pada kemampuan menarik konsumen baru, karena produk dengan penetrasi pasar lebih luas biasanya akan dapat meraih pangsa pasar lebih tinggi.

Karena itu, dia menegaskan, peluncuran produk baru lebih baik dilakukan di channel dengan jangkauan konsumen yang lebih luas. Misalnya hypermarket atau supermarket.

"Pemberian potongan harga secara berlebihan tidak mampu menarik konsumen untuk melakukan pembelian ulang sebuah produk dan cenderung menghancurkan loyalitas konsumen terhadap sebuah produk," tutur Andrew.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1868 seconds (0.1#10.140)