Tata Ruang Properti Depok Amburadul
A
A
A
DEPOK - Pemerintah Kota Depok selalu berbangga diri bahwa Depok terus dilirik oleh investor properti. Namun hal itu tidak diikuti dengan kepatuhan para pengembang untuk menaati tata ruang wilayah dan perizinan.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Depok terus menyoroti berbagai masalah perizinan dan tata ruang. Wakil Ketua Komisi A Bidang Perizinan, Hamzah menegaskan sudah lama bau tidak sedap pelayanan perizinan Depok disinyalir masih terjadi.
"Kami menindaklanjuti hasil temuan di laapangan bahwa ketidakberesan properti di Depok berpotensi melakukan tindak pidana korupsi, mengakibatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perizinan kurang maksimal, serta memperlambat percepatan pembangunan daerah dalam segala bidang," tegasnya di DPRD Depok, Senin (27/10/2014).
Hamzah menambahkan, pengelolan penerimaan dari retribusi IMB melibatkan 14 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yaitu diantaranya Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, Bdan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T), Dinas Pendapatan Pengelolan Keuangan dan Aset (DPPKA), dan 11 kecamatan. Dalam proses pembuatan IMB didukung dengan bantuan sistem informasi pelayanan perizinan oleh BPMP2T.
"Proses pembutan IMB diantaranya pendaftaran IMB dilakukan dengan bantuan sistem aplikasi periziznan di BPMP2T. Selaanjutnya petugas loket menginput semua data pemohon, setelh itu dapat key number serta verifikasi ulang," jelasnya.
Namun, kata Hamzah, di lapangan disinyalir ditemukan hal ganjil dimana petugas loket diduga dapat melakukan perubahan data permohonan walaupun permohonan untuk pendaftar tersebut telah menjadi surat keputusan IMB. Sehingga diindikasikan terjadi memiliki nomor pendaftaran ganda.
"Diduga adanya temuan mal-administrasi terkait adanya keseragaman persyaratan, kejelasan tarif dan waktu penyelesaian yang disampaikan pegawai dalam penyelenggaraan pelayanan periziznan menjadi indikasi adanya praktek pungutan liar oleh oknum Pemkot Depok, banyak bangunan berizin dibangun seenaknya tanpa mengantongi izin," jelasnya.
Hamzah menambahkan, Depok tentu mempersilakan pengembang menanamkan modalnya di Depok. Namun, tegasnya, tata ruang wilayah Depok justru semakin amburadul karena tidak tegaknya Peraturan Daerah (Perda).
"Boleh saja investor datang bangun Depok tapi aturan penataan kota jadi prioritas di Depok. Margonda jamannya Walikota Depok Nur Mahmudi saja tuh bisa macet, bisa banjir. Kesalahan tata ruang tata kotanya, tak berpikir bagaimana drainase. Di Margonda sudah padat harusnya properti tak boleh lagi," tukasnya.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Depok terus menyoroti berbagai masalah perizinan dan tata ruang. Wakil Ketua Komisi A Bidang Perizinan, Hamzah menegaskan sudah lama bau tidak sedap pelayanan perizinan Depok disinyalir masih terjadi.
"Kami menindaklanjuti hasil temuan di laapangan bahwa ketidakberesan properti di Depok berpotensi melakukan tindak pidana korupsi, mengakibatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perizinan kurang maksimal, serta memperlambat percepatan pembangunan daerah dalam segala bidang," tegasnya di DPRD Depok, Senin (27/10/2014).
Hamzah menambahkan, pengelolan penerimaan dari retribusi IMB melibatkan 14 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yaitu diantaranya Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, Bdan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMP2T), Dinas Pendapatan Pengelolan Keuangan dan Aset (DPPKA), dan 11 kecamatan. Dalam proses pembuatan IMB didukung dengan bantuan sistem informasi pelayanan perizinan oleh BPMP2T.
"Proses pembutan IMB diantaranya pendaftaran IMB dilakukan dengan bantuan sistem aplikasi periziznan di BPMP2T. Selaanjutnya petugas loket menginput semua data pemohon, setelh itu dapat key number serta verifikasi ulang," jelasnya.
Namun, kata Hamzah, di lapangan disinyalir ditemukan hal ganjil dimana petugas loket diduga dapat melakukan perubahan data permohonan walaupun permohonan untuk pendaftar tersebut telah menjadi surat keputusan IMB. Sehingga diindikasikan terjadi memiliki nomor pendaftaran ganda.
"Diduga adanya temuan mal-administrasi terkait adanya keseragaman persyaratan, kejelasan tarif dan waktu penyelesaian yang disampaikan pegawai dalam penyelenggaraan pelayanan periziznan menjadi indikasi adanya praktek pungutan liar oleh oknum Pemkot Depok, banyak bangunan berizin dibangun seenaknya tanpa mengantongi izin," jelasnya.
Hamzah menambahkan, Depok tentu mempersilakan pengembang menanamkan modalnya di Depok. Namun, tegasnya, tata ruang wilayah Depok justru semakin amburadul karena tidak tegaknya Peraturan Daerah (Perda).
"Boleh saja investor datang bangun Depok tapi aturan penataan kota jadi prioritas di Depok. Margonda jamannya Walikota Depok Nur Mahmudi saja tuh bisa macet, bisa banjir. Kesalahan tata ruang tata kotanya, tak berpikir bagaimana drainase. Di Margonda sudah padat harusnya properti tak boleh lagi," tukasnya.
(gpr)