Perbarindo Harap Pemerintah Lebih Berpihak pada BPR
A
A
A
BANDUNG - Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) berharap pemerintah bisa lebih menunjukkan keberpihakan kepada BPR. Bentuk keberpihakan ini bisa berupa pemberian insentif kepada para pelaku agar bisa lebih meningkatkan daya saing.
Demikian dikatakan Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto di sela-sela acara musyawarah nasional Perbarindo yang berlangsung di hotel Grand Aquilla Bandung 27-28 Oktober 2014.
"Apalagi sebentar lagi menjelang bergulirnya pasar bebas Asean. Hal tersebut akan makin memperketat persaingan di dunia industri keuangan," ujarnya kepada wartawan, Selasa (28/10/2014).
Meskipun persaingan bisnis semakin ketat, dia meyakinkan, BPR di Indonesia tumbuh semakin baik terlihat dari penyaluran kredit maupun penghimpunan dana dari masyarakat.
Realisasi penyaluran kredit hingga akhir Agustus 2014 telah tumbuh sekitar 14,81%. Angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan penyaluran kredit BPR tahun lalu yang menyentuh 11,87%. Sementara penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh hingga Agustus telah menyentuh 13,14%.
"Dengan jumlah BPR saat ini yang mencapai 1.635 BPR dan total asset sebesar Rp82,6 triliun, kami harap BPR dapat tumbuh sebesar 18% secara keseluruhan pada tahun ini," sambungnya.
Dia menegaskan, pihaknya mendukung soal rencana pengaturan permodalan bagi BPR.
Adanya peraturan tersebut akan memperluas kesempatan BPR baru dengan modal terbatas untuk tumbuh dan ikut memanaskan persaingan di industri perbankan.
"Karenanya, peraturan tersebut sebaiknya ditujukan bagi BPR yang eksisting," sebutnya.
Selain itu, dia mengatakan, keberadaan BPR sangat penting bagi sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebab, sebagian besar penyaluran kredit BPR ditujukan kepada UMKM.
"Kami juga ingin produk kredit mikro kurang dr Rp10 juta tidak disentuh oleh bank umum," imbuhnya.
Hal senada dikatakan oleh Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Heru Budiarto. Menurutnya, keberadaan BPR sangat dibutuhkan khususnya untuk melayani UMKM.
"Tetapi tingkat kepatuhan BPR harus terus ditingkatkan. Dalam catatan kami, tingkat kepatuhan BPR terus meningkat dari sebelumnya di 2013 sebesar 30% menjadi 70% pada Agustus 2014. Kami harap ada perbaikan tingkat kepatuhan BPR dan dapat terus berlanjut," katanya.
Selain itu, jumlah BPR yang gulung tikar juga masih banyak. Hingga kini, sebanyak 59 BPR telah ditutup dengan total klaim mencapai Rp610 miliar. Secara rata-rata, jumlah BPR yang tutup sekitar 6-7 BPR per tahun.
"Banyak permasalahan internal yang menyebabkan BPR tersebut tutup. Artinya, mereka tutup bukan akibat persaingan usaha atau fluktuasi perekonomian," katanya.
Untuk itu, pihaknya mendorong BPR untuk mencapai tingkat pemenuhan kesehatan bank. Pihaknya meminta BPR terus meningkatkan kualitas manajemen terkait tata kelola dan risk manajemen untuk menunjang efisiensi bank.
"Kami akan terus meningkatkan sample penelitian untuk lebih bisa menyentuh BPR yang berada di pelosok daerah. Hal ini sangat penting demi keakuratan data. LPS sangat berkepentingan terhadap kondisi BPR, jangan sampai ada nasabah yang tida tercover penjaminan," katanya.
Demikian dikatakan Ketua Umum Perbarindo Joko Suyanto di sela-sela acara musyawarah nasional Perbarindo yang berlangsung di hotel Grand Aquilla Bandung 27-28 Oktober 2014.
"Apalagi sebentar lagi menjelang bergulirnya pasar bebas Asean. Hal tersebut akan makin memperketat persaingan di dunia industri keuangan," ujarnya kepada wartawan, Selasa (28/10/2014).
Meskipun persaingan bisnis semakin ketat, dia meyakinkan, BPR di Indonesia tumbuh semakin baik terlihat dari penyaluran kredit maupun penghimpunan dana dari masyarakat.
Realisasi penyaluran kredit hingga akhir Agustus 2014 telah tumbuh sekitar 14,81%. Angka tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan penyaluran kredit BPR tahun lalu yang menyentuh 11,87%. Sementara penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh hingga Agustus telah menyentuh 13,14%.
"Dengan jumlah BPR saat ini yang mencapai 1.635 BPR dan total asset sebesar Rp82,6 triliun, kami harap BPR dapat tumbuh sebesar 18% secara keseluruhan pada tahun ini," sambungnya.
Dia menegaskan, pihaknya mendukung soal rencana pengaturan permodalan bagi BPR.
Adanya peraturan tersebut akan memperluas kesempatan BPR baru dengan modal terbatas untuk tumbuh dan ikut memanaskan persaingan di industri perbankan.
"Karenanya, peraturan tersebut sebaiknya ditujukan bagi BPR yang eksisting," sebutnya.
Selain itu, dia mengatakan, keberadaan BPR sangat penting bagi sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebab, sebagian besar penyaluran kredit BPR ditujukan kepada UMKM.
"Kami juga ingin produk kredit mikro kurang dr Rp10 juta tidak disentuh oleh bank umum," imbuhnya.
Hal senada dikatakan oleh Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Heru Budiarto. Menurutnya, keberadaan BPR sangat dibutuhkan khususnya untuk melayani UMKM.
"Tetapi tingkat kepatuhan BPR harus terus ditingkatkan. Dalam catatan kami, tingkat kepatuhan BPR terus meningkat dari sebelumnya di 2013 sebesar 30% menjadi 70% pada Agustus 2014. Kami harap ada perbaikan tingkat kepatuhan BPR dan dapat terus berlanjut," katanya.
Selain itu, jumlah BPR yang gulung tikar juga masih banyak. Hingga kini, sebanyak 59 BPR telah ditutup dengan total klaim mencapai Rp610 miliar. Secara rata-rata, jumlah BPR yang tutup sekitar 6-7 BPR per tahun.
"Banyak permasalahan internal yang menyebabkan BPR tersebut tutup. Artinya, mereka tutup bukan akibat persaingan usaha atau fluktuasi perekonomian," katanya.
Untuk itu, pihaknya mendorong BPR untuk mencapai tingkat pemenuhan kesehatan bank. Pihaknya meminta BPR terus meningkatkan kualitas manajemen terkait tata kelola dan risk manajemen untuk menunjang efisiensi bank.
"Kami akan terus meningkatkan sample penelitian untuk lebih bisa menyentuh BPR yang berada di pelosok daerah. Hal ini sangat penting demi keakuratan data. LPS sangat berkepentingan terhadap kondisi BPR, jangan sampai ada nasabah yang tida tercover penjaminan," katanya.
(gpr)