BI Minta Swasta Hati-hati Kelola Utang Luar Negeri

Kamis, 30 Oktober 2014 - 16:50 WIB
BI Minta Swasta Hati-hati Kelola Utang Luar Negeri
BI Minta Swasta Hati-hati Kelola Utang Luar Negeri
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) meminta perusahaan swasta agar berhati-hati dalam pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN) kepada perusahaan debitur ULN.

BI akan meningkatkan kewaspadaan korporasi non-bank melalui pemberlakukan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 16/20/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.

Sejalan dengan akan dikeluarkanya PBI mengenai ULN bagi korporasi, diharapkan sektor korporasi harus mulai mengelola utangnya dengan baik.

Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo mengatakan, ketentuan tersebut dirilis agar korporasi non-bank dapat memitigasi risiko yang dapat timbul dari kegiatan ULN, sehingga mampu berkontribusi optimal terhadap perekonomian nasional tanpa menimbulkan gangguan pada kestabilan makroekonomi.

Dia mengungkapkan, ketentuan ini tidak dimaksudkan sebagai upaya melarang, menghambat atau membatasi kegiatan ULN, namun mendorong korporasi untuk meningkatkan pengelolaan risiko dalam melakukan ULN, terutama risiko nilai tukar, risiko likuiditas dan risiko utang yang berlebihan (overleverage).

"Korporasi tetap dapat melakukan ULN, namun dengan disertai pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam kegiatannya," kata Agus di Jakarta, Kamis (30/10/2014).

Dia melanjutkan, saat ini jumlah ULN swasta cenderung terus meningkat, bahkan saat ini melebihi jumlah ULN pemerintah. Menurutnya, risiko ULN swasta semakin tinggi karena prospek perekonomian masih diliputi berbagai ketidakpastian.

Terlihat kondisi saat ini, risiko global dan domestik meningkat, di mana risiko global berupa kemungkinan pengetatan likuiditas global dan harga komoditas yang rendah, sehingga mengurangi ability to repay (default) negara emerging market.

Sementara risiko domestik adalah meningkatnya debt service ratio (DSR), gross external financing, gross domestic product (GDP) yang menimbulkan risiko currency, liquidity, dan overleverage.

"Likuiditas global diperkirakan akan mengetat dengan tingkat suku bunga yang meningkat seiring berakhirnya kebijakan moneter akomodatif di negara-negara maju, khususnya di Amerika Serikat," terangnya.

Dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, jumlah ULN sektor swasta meningkat tiga kali lipat, yaitu dari USD50,6 miliar pada akhir 2005 menjadi USD156,2 miliar pada akhir Agustus 2014. Posisi ULN swasta pada Agustus 2014 ini, bahkan telah mencapai 53,8% dari total ULN Indonesia.

Agus mengatakan, kenaikan ULN swasta disertai peningkatan potensi risiko makro karena lebih ditopang kenaikan utang jangka pendek. ULN swasta didominasi oleh perusahaan yang berorientasi domestik, sehingga tidak memiliki penghasilan dalam valuta asing (valas).

"Survei kepada 20 pengutang terbesar, lebih dari 75% memilki orientasi usaha di domestik," ujarnya.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6504 seconds (0.1#10.140)