Rencana RI Gabung ke Bank Infrastruktur Asia Disambut Positif
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemerintah untuk bergabung sebagai anggota Bank Infrastruktur Asia atau Asian Infrastructure Invesment Bank (AIIB) disambut positif.
Pengamat Perbankan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Paul Sutaryono menilai, rencana pemerintah untuk bergabung dengan anggota AIIB merupakan langkah yang baik.
Pasalnya, dengan bergabungnya Indonesia ke AIIB, maka pembangunan infrastruktur Indonesia tidak hanya mengandalkan APBN saja, melainkan bisa didukung oleh anggota AIIB lainnya.
"Keuntungan lainnya, yakni kita bisa banyak membangun proyek infrastruktur karena di Indonesia sebetulnya kekurangan dana atau modal," kata Paul ketika dihubungi, Senin (24/11/2014).
Menurut Paul, masuknya Indonesia ke AIIB lebih konkret dibanding membangun bank infrstruktur di Indonesia. Hal itu karena untuk membangun bank infrastruktur membutuhkan modal besar dan harus ada Undang-undang yang mengatur mengenai itu.
Paul mengawatirkan, apabila di Indonesia sudah terbentuk bank infrastruktur, namun belum berjalan akan menyebabkan proyek-proyek infrastruktur berjalan lambat.
Sebaliknya, jika Indonesia bergabung ke AIIB, maka akan mendapat pendanaan lebih luas selain dari APBN. Apabila dananya lebih banyak, maka proyek infrastruktur lebih lancar, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin cepat.
"Kalau tidak masuk AIIB, andalannya cuma APBN atau bank-bank pemerintah atau bank bank besar yang tergabung dalam sindikasi untuk membiayai proyek infrastruktur di Indonesia. Itu kan dana bank-bank di Indonesia terbatas juga kalau untuk seperti itu," terang dia.
Pengamat Perbankan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Paul Sutaryono menilai, rencana pemerintah untuk bergabung dengan anggota AIIB merupakan langkah yang baik.
Pasalnya, dengan bergabungnya Indonesia ke AIIB, maka pembangunan infrastruktur Indonesia tidak hanya mengandalkan APBN saja, melainkan bisa didukung oleh anggota AIIB lainnya.
"Keuntungan lainnya, yakni kita bisa banyak membangun proyek infrastruktur karena di Indonesia sebetulnya kekurangan dana atau modal," kata Paul ketika dihubungi, Senin (24/11/2014).
Menurut Paul, masuknya Indonesia ke AIIB lebih konkret dibanding membangun bank infrstruktur di Indonesia. Hal itu karena untuk membangun bank infrastruktur membutuhkan modal besar dan harus ada Undang-undang yang mengatur mengenai itu.
Paul mengawatirkan, apabila di Indonesia sudah terbentuk bank infrastruktur, namun belum berjalan akan menyebabkan proyek-proyek infrastruktur berjalan lambat.
Sebaliknya, jika Indonesia bergabung ke AIIB, maka akan mendapat pendanaan lebih luas selain dari APBN. Apabila dananya lebih banyak, maka proyek infrastruktur lebih lancar, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin cepat.
"Kalau tidak masuk AIIB, andalannya cuma APBN atau bank-bank pemerintah atau bank bank besar yang tergabung dalam sindikasi untuk membiayai proyek infrastruktur di Indonesia. Itu kan dana bank-bank di Indonesia terbatas juga kalau untuk seperti itu," terang dia.
(rna)