Pasar Obligasi Pekan Ini Berpotensi Melemah
A
A
A
JAKARTA - Laju pasar obligasi pada pekan ini diprediksi memiliki potensi melemah jika tidak diimbangi sentimen positif lantaran banyaknya sentimen negatif yang berkembang di pasar.
Kepala Riset PT Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan, pasar obligasi pekan ini akan dipengaruhi oleh mulai adanya keinginan ambil untung (profit taking) yang didukung kurang kondusifnya sentimen dari dalam negeri terkait dengan pelemahan rupiah, penilaian akan kembali meningkatnya BI rate untuk meredam inflasi pasca kenaikan harga BBM, hingga penurunan cadangan devisa.
"Sentimen tersebut mempengaruhi pasar obligasi, sehingga berpotensi melemah jika tidak diimbangi oleh sentimen positif lainnya," kata dia, Senin (8/12/2014).
Menurut dia, jika ada sentimen positif atau jika pelaku pasar memanfaatkan pelemahan sebelumnya untuk dapat kembali mengakumulasi, sehingga dapat menahan pelemahan yang terjadi maka dia mengestimasikan pasar obligasi dapat bergerak menguat dengan minimal perubahan harga obligasi rerata sebanyak 15-25 basis points (bps).
Tetapi, jika sentimen negatif dan aksi profit taking masih berlanjut maka harga obligasi akan berpotensi melemah hingga minimal rerata 45-60 bps. "Untuk itu, tetap cermati perubahan dan antisipasi sentimen yang ada," saran Reza.
Sementara laju pasar obligasi sepanjang pekan kemarin berbalik melemah seiring aksi jual setelah merespon sentimen yang ada. Salah satunya terkait dengan adanya kenaikan harga BBM yang memberikan imbas pada kenaikan harga sejumlah barang, sehingga berpengaruh pada lonjakan inflasi.
Pelaku pasar sempat menilai dan khawatir jika nantinya kembali terjadi inflasi maka diperkirakan oleh mereka bahwa BI nantinya akan kembali menaikkan suku bunganya. Perkiraan ini yang mempengaruhi minat transaksi dan terjadi aksi lepas obligasi. Tetapi, efek negatif tersebut makin tereduksi dengan tercatatnya surplus neraca perdagangan bulan Oktober.
Masih berlanjutnya laju rupiah yang cenderung tertekan dengan kembali menguatnya USD membuat pelaku pasar khawatir akan pergerakan rupiah ke depannya, sehingga pelaku pasar cenderung melepas obligasinya yang beberapa minggu sebelumnya terapresiasi.
Kepala Riset PT Woori Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan, pasar obligasi pekan ini akan dipengaruhi oleh mulai adanya keinginan ambil untung (profit taking) yang didukung kurang kondusifnya sentimen dari dalam negeri terkait dengan pelemahan rupiah, penilaian akan kembali meningkatnya BI rate untuk meredam inflasi pasca kenaikan harga BBM, hingga penurunan cadangan devisa.
"Sentimen tersebut mempengaruhi pasar obligasi, sehingga berpotensi melemah jika tidak diimbangi oleh sentimen positif lainnya," kata dia, Senin (8/12/2014).
Menurut dia, jika ada sentimen positif atau jika pelaku pasar memanfaatkan pelemahan sebelumnya untuk dapat kembali mengakumulasi, sehingga dapat menahan pelemahan yang terjadi maka dia mengestimasikan pasar obligasi dapat bergerak menguat dengan minimal perubahan harga obligasi rerata sebanyak 15-25 basis points (bps).
Tetapi, jika sentimen negatif dan aksi profit taking masih berlanjut maka harga obligasi akan berpotensi melemah hingga minimal rerata 45-60 bps. "Untuk itu, tetap cermati perubahan dan antisipasi sentimen yang ada," saran Reza.
Sementara laju pasar obligasi sepanjang pekan kemarin berbalik melemah seiring aksi jual setelah merespon sentimen yang ada. Salah satunya terkait dengan adanya kenaikan harga BBM yang memberikan imbas pada kenaikan harga sejumlah barang, sehingga berpengaruh pada lonjakan inflasi.
Pelaku pasar sempat menilai dan khawatir jika nantinya kembali terjadi inflasi maka diperkirakan oleh mereka bahwa BI nantinya akan kembali menaikkan suku bunganya. Perkiraan ini yang mempengaruhi minat transaksi dan terjadi aksi lepas obligasi. Tetapi, efek negatif tersebut makin tereduksi dengan tercatatnya surplus neraca perdagangan bulan Oktober.
Masih berlanjutnya laju rupiah yang cenderung tertekan dengan kembali menguatnya USD membuat pelaku pasar khawatir akan pergerakan rupiah ke depannya, sehingga pelaku pasar cenderung melepas obligasinya yang beberapa minggu sebelumnya terapresiasi.
(rna)