Sapi Betina Produktif di NTT Terancam Habis
A
A
A
KUPANG - Pemotongan sapi betina yang produktif di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang marak dilakukan, meskipun sudah ada UU yang mengatur hal itu. Pemotongan bisa dilakukan atas dasar kecacatan pada sapi.
Kepala Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian Kupang, NTT Amirudin Pohan mengatakan, ada beberapa oknum yang tak bertanggung jawab mencacatkan anggota tubuh sapi dan kerbau secara sengaja, hingga akhirnya, sapi tersebut layak untuk dipotong padahal masih produktif.
"Jadi begini, para penjagal itu, sengaja melumpuhkan kaki sapi atau kerbau. Ketika sapi-sapi dan kerbau itu turun, mereka pukul kaki sapi itu atau dipatahkan, supaya cacat. dengan begitu, ketika diperiksa kelayakannya kita, itu tidak layak," ujarnya kepada Sindonews di Kupang, NTT, Rabu (17/12/2014).
Amir menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan para petani, untuk melindungi sapi betina produktif dari tangan-tangan penjagal tersebut.
"Kalau ada petani yang mau jual sapi, itu dibeli pemerintah. Tujuannya untuk diselematkan. Nanti kita bagi hasil. Diurusnya tetap di tangan petani. Kasarannya, sapi itu tetap di petani, tapi sudah jadi milik pemerintah. Supaya bisa dikontrol," kata dia.
Pengontrolan ini untuk melindungi sapi betina produktif yang diharapkan mampu menghasilkan keturunan sapi berkualitas untuk mendukung program swasembaga daging sapi-kerbau di NTT.
"Untuk yang masih produktif, itu masih bisa beranak sampai umur 6 tahun. Kita juga enggak bisa larang kalau petani mau jual. Mungkin mereka butuh biaya buat sekolah, dan lainnya. Makanya ada program pemerintah penyelamatan sapi betina produktif," pungkasnya.
(Baca: NTT Miliki Program Khusus Swasembada Sapi)
Kepala Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian Kupang, NTT Amirudin Pohan mengatakan, ada beberapa oknum yang tak bertanggung jawab mencacatkan anggota tubuh sapi dan kerbau secara sengaja, hingga akhirnya, sapi tersebut layak untuk dipotong padahal masih produktif.
"Jadi begini, para penjagal itu, sengaja melumpuhkan kaki sapi atau kerbau. Ketika sapi-sapi dan kerbau itu turun, mereka pukul kaki sapi itu atau dipatahkan, supaya cacat. dengan begitu, ketika diperiksa kelayakannya kita, itu tidak layak," ujarnya kepada Sindonews di Kupang, NTT, Rabu (17/12/2014).
Amir menjelaskan, pihaknya bekerja sama dengan para petani, untuk melindungi sapi betina produktif dari tangan-tangan penjagal tersebut.
"Kalau ada petani yang mau jual sapi, itu dibeli pemerintah. Tujuannya untuk diselematkan. Nanti kita bagi hasil. Diurusnya tetap di tangan petani. Kasarannya, sapi itu tetap di petani, tapi sudah jadi milik pemerintah. Supaya bisa dikontrol," kata dia.
Pengontrolan ini untuk melindungi sapi betina produktif yang diharapkan mampu menghasilkan keturunan sapi berkualitas untuk mendukung program swasembaga daging sapi-kerbau di NTT.
"Untuk yang masih produktif, itu masih bisa beranak sampai umur 6 tahun. Kita juga enggak bisa larang kalau petani mau jual. Mungkin mereka butuh biaya buat sekolah, dan lainnya. Makanya ada program pemerintah penyelamatan sapi betina produktif," pungkasnya.
(Baca: NTT Miliki Program Khusus Swasembada Sapi)
(izz)