Jateng Kekurangan Pabrik Gula
A
A
A
SEMARANG - Provinsi Jawa Tengah (Jateng) hingga kini masih kekurangan pabrik gula. Sehingga, produksi petani tebu di provinsi ini tidak bisa semua terakomodir oleh pabrik gula.
Akibatnya, kerap kali tebu dari petani dibeli dengan harga murah. Kepala Dinas Perkebunan Jawa Tengah, Teguh Winarno mengatakan, pabrik gula di Jateng ada 12 unit.
Dari jumlah itu, hanya memproduksi 31.000 ton per hari. Padahal kapasitasnya bisa mencapai 41.500 ton per hari.
"Dengan jumlah produksi itu, kebutuhan lahan tebu sebenarnya hanya cukup 63.000 hektare. Sementara, luasan lahan tebu di Jateng saat ini mencapai 75.000 hektar," katanya di Semarang, Rabu (17/12/2014).
Menurutnya, luasan lahan tebu dibandingkan tahun lalu terus mengalami penambahan. Pada 2013 hanya 73.516 hektare, pada 2012 hanya 67.168 hektare.
Bertambahnya luasan lahan tanaman tebu tahun ini karena banyaknya lahan tanaman padi yang beralih ditanami oleh tebu.
Teguh mengaku, tebu yang tidak bisa terakomodir oleh pabrik gula itu terpaksa dikirim ke luar provinsi. Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan kepada petani berupa alat pengolah gula merah.
"Sehingga para petani bisa mendiri mengolah panenannya menjadi gula merah," imbuhnya.
Menurutnya, agar bisa mengakomodir semua panenan tebu, dibutuhkan penambahan pabrik gula baru. Lebih baik membuat pabrik gula baru dibandingkan melakukan revitalisasi.
Sebab, kalau pabrik gula yang lama pengolahannya masih menggunakan sulfur dan belerang, sehingga kurang baik. Sementara pabrik baru saat ini sudah menggunakan karbonat asli.
"Selain itu juga lebih efisien, karena pabrik lama paling tidak membutuhkan 1.000 pegawai, sedangkan yang baru hanya cukup 100 pegawai," jelas dia.
Rencananya, lanjut Teguh, ada wacana akan membangun pabrik baru di Sragen sebagaimana disarankan oleh Wakil Presiden Jusf Kalla, namun syaratnya harus menjual aset pabrik gula Mojo di Sragen untuk membangun kembali pabrik yang baru.
"Harapan kami, pada 2016 nanti sudah ada pabrik baru yang terbangun," ucapnya.
Untuk sementara, pihaknya tidak melakukan perluasan lahan pertanian tebu dulu selema belum ada penambahan pabrik. Masih mengandalkan lahan pertanian tebu yang masih ada.
Teguh mengaku, Jawa Tengah sudah swasembada gula sejak 2013. Saat ini, Jateng memiliki delapan pabrik gula meliputi pabrik gula Rendeng, Sragi, Sumberharjo, Pangkah, Jatibarang, Tasikmadu, Mojo dan Gondang Baru.
Sementara pabrik gula yang dikelola swasta mencakup pabrik gula Cepiring, Pakis Baru, Trangkil dan PG Blora.
Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jateng Sukadi Wibisono mengatakan, untuk meningkatkan kualitas dan produksi gula Jateng perlu diupayakan beberapa langkah.
"Di antaranya penyediaan stok bibit berkualitas, disiplin pola tanam tebu yang benar, stok pupuk bersubsidi yang memenuhi kebutuhan petani, dan revitalisasi pabrik gula," pungkasnya.
Akibatnya, kerap kali tebu dari petani dibeli dengan harga murah. Kepala Dinas Perkebunan Jawa Tengah, Teguh Winarno mengatakan, pabrik gula di Jateng ada 12 unit.
Dari jumlah itu, hanya memproduksi 31.000 ton per hari. Padahal kapasitasnya bisa mencapai 41.500 ton per hari.
"Dengan jumlah produksi itu, kebutuhan lahan tebu sebenarnya hanya cukup 63.000 hektare. Sementara, luasan lahan tebu di Jateng saat ini mencapai 75.000 hektar," katanya di Semarang, Rabu (17/12/2014).
Menurutnya, luasan lahan tebu dibandingkan tahun lalu terus mengalami penambahan. Pada 2013 hanya 73.516 hektare, pada 2012 hanya 67.168 hektare.
Bertambahnya luasan lahan tanaman tebu tahun ini karena banyaknya lahan tanaman padi yang beralih ditanami oleh tebu.
Teguh mengaku, tebu yang tidak bisa terakomodir oleh pabrik gula itu terpaksa dikirim ke luar provinsi. Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan kepada petani berupa alat pengolah gula merah.
"Sehingga para petani bisa mendiri mengolah panenannya menjadi gula merah," imbuhnya.
Menurutnya, agar bisa mengakomodir semua panenan tebu, dibutuhkan penambahan pabrik gula baru. Lebih baik membuat pabrik gula baru dibandingkan melakukan revitalisasi.
Sebab, kalau pabrik gula yang lama pengolahannya masih menggunakan sulfur dan belerang, sehingga kurang baik. Sementara pabrik baru saat ini sudah menggunakan karbonat asli.
"Selain itu juga lebih efisien, karena pabrik lama paling tidak membutuhkan 1.000 pegawai, sedangkan yang baru hanya cukup 100 pegawai," jelas dia.
Rencananya, lanjut Teguh, ada wacana akan membangun pabrik baru di Sragen sebagaimana disarankan oleh Wakil Presiden Jusf Kalla, namun syaratnya harus menjual aset pabrik gula Mojo di Sragen untuk membangun kembali pabrik yang baru.
"Harapan kami, pada 2016 nanti sudah ada pabrik baru yang terbangun," ucapnya.
Untuk sementara, pihaknya tidak melakukan perluasan lahan pertanian tebu dulu selema belum ada penambahan pabrik. Masih mengandalkan lahan pertanian tebu yang masih ada.
Teguh mengaku, Jawa Tengah sudah swasembada gula sejak 2013. Saat ini, Jateng memiliki delapan pabrik gula meliputi pabrik gula Rendeng, Sragi, Sumberharjo, Pangkah, Jatibarang, Tasikmadu, Mojo dan Gondang Baru.
Sementara pabrik gula yang dikelola swasta mencakup pabrik gula Cepiring, Pakis Baru, Trangkil dan PG Blora.
Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Jateng Sukadi Wibisono mengatakan, untuk meningkatkan kualitas dan produksi gula Jateng perlu diupayakan beberapa langkah.
"Di antaranya penyediaan stok bibit berkualitas, disiplin pola tanam tebu yang benar, stok pupuk bersubsidi yang memenuhi kebutuhan petani, dan revitalisasi pabrik gula," pungkasnya.
(izz)