BI Revisi Aturan Pelaporan ULN
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) kembali menyempurnakan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa bagi korporasi non bank.
Untuk memantau kepatuhan korporasi non bank tersebut, BI kembali menyempurnakan PBI yang selama ini diatur melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 14/21/PBI/2014.
Menurut Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistyowati, ketentuan ini untuk mempertegas penerimaan utang luar negeri (ULN). Selama ini BI tidak bisa mengatur ULN jika tidak memiliki data lengkap.
Dalam PBI yang lama, ruang lingkup pelaporan cuma dikenakan pada pelapor lalu lintas devisa (LLD), namun sekarang ditambah pelapor kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian (KPPK).
"Ke depan, korporasi non bank akan dikenakan sejumlah persyaratan terkait KPPK seperti hedging, credit rating dan rasio yang perlu dipatuhi. Ini wajib disampaikan perusahaan non bank yang menerima utang luar negeri," katanya.
Untuk laporan KPPK, harus disampaikan sejak triwulan I/2015. Sementara prosedur anestasi disampaikan pada triwulan IV/2015.
Sementara, informasi pemenuhan utang diberlakukan pada 1 Januari 2016. Ini untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan melakukan persiapan seperti pemenuhan credit rating, dan lainnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No 16/21/PBI/2014 untuk mendorong kehati-hatian korporasi nonbank dalam mengelola berbagai risiko dari hutang luar negeri.
Untuk memantau kepatuhan korporasi non bank tersebut, BI kembali menyempurnakan PBI yang selama ini diatur melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 14/21/PBI/2014.
Menurut Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistyowati, ketentuan ini untuk mempertegas penerimaan utang luar negeri (ULN). Selama ini BI tidak bisa mengatur ULN jika tidak memiliki data lengkap.
Dalam PBI yang lama, ruang lingkup pelaporan cuma dikenakan pada pelapor lalu lintas devisa (LLD), namun sekarang ditambah pelapor kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian (KPPK).
"Ke depan, korporasi non bank akan dikenakan sejumlah persyaratan terkait KPPK seperti hedging, credit rating dan rasio yang perlu dipatuhi. Ini wajib disampaikan perusahaan non bank yang menerima utang luar negeri," katanya.
Untuk laporan KPPK, harus disampaikan sejak triwulan I/2015. Sementara prosedur anestasi disampaikan pada triwulan IV/2015.
Sementara, informasi pemenuhan utang diberlakukan pada 1 Januari 2016. Ini untuk memberikan kesempatan kepada perusahaan melakukan persiapan seperti pemenuhan credit rating, dan lainnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No 16/21/PBI/2014 untuk mendorong kehati-hatian korporasi nonbank dalam mengelola berbagai risiko dari hutang luar negeri.
(izz)