Kinerja Industri Kelapa Sawit 2014 Melempem
A
A
A
JAKARTA - Harga crude palm oil (CPO) pada 2014 yang tersungkur di level terendah dalam lima tahun terakhir, membuat kinerja industri kelapa sawit dalam negeri tahun lalu tidak secerah yang diharapkan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, awalnya industri meramalkan harga CPO 2014 akan terkerek, ditopang adanya anomali cuaca el-nino yang melanda Indonesia dan Malaysia.
"Tapi di Indonesia pada tiga bulan terakhir 2014, harga rata-rata CPO di bawah USD750 per metrik," ujarnya di kantor Gapki, Jakarta, Jumat (30/1/2015).
Dia mengatakan, harga rata-rata CPO sebesar USD750 per metrik ton merupakan batas bawah pengenaan bea keluar, sehingga Oktober-Desember 2014, bea keluar CPO ditetapkan 0%.
Sementara, sepanjang 2014 harga rata-rata CPO hanya mampu bertengger di USD818,2 per metrik ton, atau turun 2,8% dibanding 2013 yang mencapai USD841,71 per metrik ton.
Menurutnya, harga CPO selama 2014 sulit terkerek karena harga minyak nabati lain, seperti kedeleai, rapeseed dan biji bunga matahari juga mengalami penurunan, karena melimpahnya stok.
"Hal ini juga diperparah dengan jatuhnya harga minyak dunia," imbuh Joko.
Gapki menilai, penurunan harga CPO selama empat bulan terakhir tersebut menyebabkan total ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia selama 2014 hanya 21,76 juta ton, atau hanya naik 2,5% dibanding 2013 yang mencapai 21,22 juta ton.
"Sementara produksi CPO diprediksi hanya mencapai 31,5 juta ton (termasuk biodisel dan oleochemical). Angka ini hanya naik 5% dibanding 2013 yang mencapai 30 juta ton," tandas dia.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, awalnya industri meramalkan harga CPO 2014 akan terkerek, ditopang adanya anomali cuaca el-nino yang melanda Indonesia dan Malaysia.
"Tapi di Indonesia pada tiga bulan terakhir 2014, harga rata-rata CPO di bawah USD750 per metrik," ujarnya di kantor Gapki, Jakarta, Jumat (30/1/2015).
Dia mengatakan, harga rata-rata CPO sebesar USD750 per metrik ton merupakan batas bawah pengenaan bea keluar, sehingga Oktober-Desember 2014, bea keluar CPO ditetapkan 0%.
Sementara, sepanjang 2014 harga rata-rata CPO hanya mampu bertengger di USD818,2 per metrik ton, atau turun 2,8% dibanding 2013 yang mencapai USD841,71 per metrik ton.
Menurutnya, harga CPO selama 2014 sulit terkerek karena harga minyak nabati lain, seperti kedeleai, rapeseed dan biji bunga matahari juga mengalami penurunan, karena melimpahnya stok.
"Hal ini juga diperparah dengan jatuhnya harga minyak dunia," imbuh Joko.
Gapki menilai, penurunan harga CPO selama empat bulan terakhir tersebut menyebabkan total ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia selama 2014 hanya 21,76 juta ton, atau hanya naik 2,5% dibanding 2013 yang mencapai 21,22 juta ton.
"Sementara produksi CPO diprediksi hanya mencapai 31,5 juta ton (termasuk biodisel dan oleochemical). Angka ini hanya naik 5% dibanding 2013 yang mencapai 30 juta ton," tandas dia.
(izz)