Kemenperin Fokus Tingkatkan SDM Hadapi MEA 2015
A
A
A
JAKARTA - Sepuluh bulan lagi Indonesia memasuki pasar bebas dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015. Untuk itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus menyiapkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang terampil di bidang industri.
“Dalam MEA 2015, tantangan berat yang harus kita hadapi adalah persaingan tenaga kerja terutama yang terampil dan kompeten,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin), Saleh Husin dalam diskusi bertema “Arah Kebijakan Perindustrian untuk Kemakmuran dan Pemerataan Rakyat” di Jakarta, Senin (23/2/2015).
Menteri juga merinci target program pengembangan SDM industri pada 2015, antara lain tersedianya tenaga kerja industri yang terampil dan kompeten sebanyak 21.880 orang, adanya Lembaga Sertifikasi Profesi dan Tempat Uji Kompetensi bidang industri sebanyak 20 unit.
Selain itu, mendorong pendidikan dan skill calon asesor dan asesor kompetensi dan lisensi sebanyak 400 orang dan pendirian tiga akademi komunitas di kawasan industri. Pada pertengahan Februari lalu, Kemenperin telah menyepakati nota kesepahaman pendirian akademi komunitas industri dengan Pemkot Surakarta.
Pada acara yang digelar Ikatan Sumberdaya Manusia Profesional Indonesia dan Institut Paradigma Indonesia itu, Kemenperin tengah meningkatkan daya saing dengan memperkuat struktur industri melalui hilirisasi, penguatan pasar dalam negeri, dan SNI wajib bagi produk tertentu.
Tangguh dan Berdaya Saing
Tahun ini juga telah ditetapkan Kemenperin sebagai momentum pembangunan industri. Pada jangka waktu 2015-2019, diharapkan terbangun industri yang tangguh dan berdaya saing.
Beberapa sasarannya ialah penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non-migas sebesar 15,43 juta tenaga kerja dan meningkatnya investasi di sektor industri pengolahan non-migas sebesar Rp271,1 triliun. “Begitu juga dengan peningkatan penyebaran dan pemerataan industri sebesar 32 persen,” kata Saleh.
Industri, lanjut Menperin, menjadi andalan terhadap peningkatan nilai tambah, devisa negara dan penyerapan tenaga kerja.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Ikatan Sumber Daya Manusia Profesional Indonesia Ivan Taufiza mengatakan, Indonesia perlu belajar dari China dan Brasil.
“Kedua negara itu melakukan investasi besar untuk pengembangan keterampilan industri melalui program magang. Setiap tahun sekitar 2,5 juta pekerja di Brasil dan 11,3 juta pekerja di Tiongkok mendaftar mengikuti berbagai program teknis di negaranya,” paparnya.
Dia juga menyebutkan, pada 1960an sekitar 60% tenaga kerja China bekerja di pedesaan namun kini tinggal 35 persen. Artinya, Tiongkok telah berubah dari masyarakat pertanian tradisional ke negara industri modern.
Begitu juga dengan Brasil yang pada 1970, hanya 56% populasi penduduknya tinggal di pedesaan. Namun pada 2005, Brasil sudah dapat memproduksi 2,4 juta kendaraan bermotor, 33 juta ton baja, 34 juta ton semen, dan 23,3 juta telepon seluler.
“Bahkan negara itu mampu menjadi produsen pesawat terbesar keempat di dunia, yang mengkhususkan pada pesawat jet regional,” ujar Ivan.
“Dalam MEA 2015, tantangan berat yang harus kita hadapi adalah persaingan tenaga kerja terutama yang terampil dan kompeten,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin), Saleh Husin dalam diskusi bertema “Arah Kebijakan Perindustrian untuk Kemakmuran dan Pemerataan Rakyat” di Jakarta, Senin (23/2/2015).
Menteri juga merinci target program pengembangan SDM industri pada 2015, antara lain tersedianya tenaga kerja industri yang terampil dan kompeten sebanyak 21.880 orang, adanya Lembaga Sertifikasi Profesi dan Tempat Uji Kompetensi bidang industri sebanyak 20 unit.
Selain itu, mendorong pendidikan dan skill calon asesor dan asesor kompetensi dan lisensi sebanyak 400 orang dan pendirian tiga akademi komunitas di kawasan industri. Pada pertengahan Februari lalu, Kemenperin telah menyepakati nota kesepahaman pendirian akademi komunitas industri dengan Pemkot Surakarta.
Pada acara yang digelar Ikatan Sumberdaya Manusia Profesional Indonesia dan Institut Paradigma Indonesia itu, Kemenperin tengah meningkatkan daya saing dengan memperkuat struktur industri melalui hilirisasi, penguatan pasar dalam negeri, dan SNI wajib bagi produk tertentu.
Tangguh dan Berdaya Saing
Tahun ini juga telah ditetapkan Kemenperin sebagai momentum pembangunan industri. Pada jangka waktu 2015-2019, diharapkan terbangun industri yang tangguh dan berdaya saing.
Beberapa sasarannya ialah penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan non-migas sebesar 15,43 juta tenaga kerja dan meningkatnya investasi di sektor industri pengolahan non-migas sebesar Rp271,1 triliun. “Begitu juga dengan peningkatan penyebaran dan pemerataan industri sebesar 32 persen,” kata Saleh.
Industri, lanjut Menperin, menjadi andalan terhadap peningkatan nilai tambah, devisa negara dan penyerapan tenaga kerja.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Ikatan Sumber Daya Manusia Profesional Indonesia Ivan Taufiza mengatakan, Indonesia perlu belajar dari China dan Brasil.
“Kedua negara itu melakukan investasi besar untuk pengembangan keterampilan industri melalui program magang. Setiap tahun sekitar 2,5 juta pekerja di Brasil dan 11,3 juta pekerja di Tiongkok mendaftar mengikuti berbagai program teknis di negaranya,” paparnya.
Dia juga menyebutkan, pada 1960an sekitar 60% tenaga kerja China bekerja di pedesaan namun kini tinggal 35 persen. Artinya, Tiongkok telah berubah dari masyarakat pertanian tradisional ke negara industri modern.
Begitu juga dengan Brasil yang pada 1970, hanya 56% populasi penduduknya tinggal di pedesaan. Namun pada 2005, Brasil sudah dapat memproduksi 2,4 juta kendaraan bermotor, 33 juta ton baja, 34 juta ton semen, dan 23,3 juta telepon seluler.
“Bahkan negara itu mampu menjadi produsen pesawat terbesar keempat di dunia, yang mengkhususkan pada pesawat jet regional,” ujar Ivan.
(dmd)