Petani Keberatan Larangan Penggunaan Pupuk Tablet
A
A
A
JAKARTA - Petani di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta keberatan dengan larangan penggunaan pupuk tablet. Karena penggunaan pupuk tabur lebih boros dibanding tablet. Sehingga dari sisi ongkos produksi mereka sudah mengalami kenaikan dibanding sebelumnya.
Ketua Kelompok Tani di Dusun Dudugan, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Tasliman mengatakan, sejak akhir 2014, penggunaan pupuk tablet telah dilarang oleh pemerintah pusat. Namun sampai saat ini, belum ada surat pemberitahuan resmi terkait larangan tersebut sampai ke petani. Mereka baru mengetahui ketika pemilik usaha pencetakan pupuk tablet dilarang Polda DI Yogyakarta.
“Kami tidak tahu alasannya seperti apa,” tutur Tasliman, Kamis (26/2) ketika audiensi dengan DPRD Bantul.
Tasliman mengungkapkan, petani sudah terbiasa menggunakan pupuk tablet sebab sudah 20 tahun lebih mereka memberi pupuk pada tanaman mereka. Selain itu, dari sisi ekonomis penggunaan pupuk tablet bisa menghemat pengeluaran mereka. Sebab, dari pengalaman mereka selama ini ada pengeluaran pupuk sebanyak 30% dibanding dengan pupuk tabur.
Ketika menggunakan pupuk tablet, para petani cukup memberi pupuk sekali selama panen. Namun ketika menggunakan pupuk tabur, mereka sering menabur pupuk sebanyak 2-3 kali. Selain itu, jumlah pupuk yang digunakan juga lebih sedikit dibanding dengan pupuk tabur. Untuk 1.000 meter persegi, cukup menggunakan pupuk sebanyak 20 kilogram, tetapi dengan pupuk tabur bisa lebih 0,5 kuintal. “Kalau dari pengeluaran berarti kami sangat hemat,” imbuh Tasliman.
Apalagi, karakteristik lahan di Bantul lebih cocok menggunakan pupuk tablet yang sebagian besar merupakan lahan basah. Sehingga penggunaan pupuk tablet lebih efisien dibanding pupuk tabur, karena jika menggunakan pupuk tabur lebih banyak yang terbuang. Biasanya, pupuk tabur banyak yang hilang mengikuti aliran air.
Tak hanya itu, larangan penggunaan pupuk tablet yang diikuti dengan penutupan usaha pembuatan pupuk tablet oleh sebagian petani juga merugikan. Karena dari 10 usaha pembuatan pupuk tablet yang ada di Bantul, 7 di antaranya sudah berbadan hukum.
Ketua DPRD Bantul, Hanung Raharja mengatakan, pihaknya akan berupaya menyampaikan keluhan para petani tersebut kepada instansi terkait. Jika itu larangan, maka pihaknya akan memerintahkan Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) untuk mempelajari peraturan tersebut. Karena jika kemungkinan ada celah yang bisa dimasuki digunakan untuk menyiasatinya. “Kami mencoba akan mencari solusi tetapi jangan sampai menyalahi aturan,”ujarnya.
Ketua Kelompok Tani di Dusun Dudugan, Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Tasliman mengatakan, sejak akhir 2014, penggunaan pupuk tablet telah dilarang oleh pemerintah pusat. Namun sampai saat ini, belum ada surat pemberitahuan resmi terkait larangan tersebut sampai ke petani. Mereka baru mengetahui ketika pemilik usaha pencetakan pupuk tablet dilarang Polda DI Yogyakarta.
“Kami tidak tahu alasannya seperti apa,” tutur Tasliman, Kamis (26/2) ketika audiensi dengan DPRD Bantul.
Tasliman mengungkapkan, petani sudah terbiasa menggunakan pupuk tablet sebab sudah 20 tahun lebih mereka memberi pupuk pada tanaman mereka. Selain itu, dari sisi ekonomis penggunaan pupuk tablet bisa menghemat pengeluaran mereka. Sebab, dari pengalaman mereka selama ini ada pengeluaran pupuk sebanyak 30% dibanding dengan pupuk tabur.
Ketika menggunakan pupuk tablet, para petani cukup memberi pupuk sekali selama panen. Namun ketika menggunakan pupuk tabur, mereka sering menabur pupuk sebanyak 2-3 kali. Selain itu, jumlah pupuk yang digunakan juga lebih sedikit dibanding dengan pupuk tabur. Untuk 1.000 meter persegi, cukup menggunakan pupuk sebanyak 20 kilogram, tetapi dengan pupuk tabur bisa lebih 0,5 kuintal. “Kalau dari pengeluaran berarti kami sangat hemat,” imbuh Tasliman.
Apalagi, karakteristik lahan di Bantul lebih cocok menggunakan pupuk tablet yang sebagian besar merupakan lahan basah. Sehingga penggunaan pupuk tablet lebih efisien dibanding pupuk tabur, karena jika menggunakan pupuk tabur lebih banyak yang terbuang. Biasanya, pupuk tabur banyak yang hilang mengikuti aliran air.
Tak hanya itu, larangan penggunaan pupuk tablet yang diikuti dengan penutupan usaha pembuatan pupuk tablet oleh sebagian petani juga merugikan. Karena dari 10 usaha pembuatan pupuk tablet yang ada di Bantul, 7 di antaranya sudah berbadan hukum.
Ketua DPRD Bantul, Hanung Raharja mengatakan, pihaknya akan berupaya menyampaikan keluhan para petani tersebut kepada instansi terkait. Jika itu larangan, maka pihaknya akan memerintahkan Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) untuk mempelajari peraturan tersebut. Karena jika kemungkinan ada celah yang bisa dimasuki digunakan untuk menyiasatinya. “Kami mencoba akan mencari solusi tetapi jangan sampai menyalahi aturan,”ujarnya.
(dmd)