Saatnya Kepemilikan Properti untuk Asing Dibuka

Rabu, 11 Maret 2015 - 11:08 WIB
Saatnya Kepemilikan Properti untuk Asing Dibuka
Saatnya Kepemilikan Properti untuk Asing Dibuka
A A A
Hadirnya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 ini merupakan momentum terbaik dibukanya kepemilikan properti oleh asing (foreign ownership) di Indonesia.

Terbukanya pasar ekonomi se- Asia Tenggara tersebut, seyogianya dimanfaatkan secara maksimal, seiring minat asing memiliki properti di Tanah Air. Para pengembang juga dituntut untuk lebih profesional melalui proses sertifikasi sesuai amanat UU No1/2011. Adanya kebutuhan nyata akibat arus investasi yang masuk, interaksi lintas negara, globalisasi dan lain-lain pasti akan menimbulkan kebutuhan akan properti.

Saat ini pun transaksi kepemilikan properti oleh asing sudah terjadi, namun negara tidak menikmati hasil secara maksimal karena kendala peraturan. Mengingat potensi penghasilan devisa yang sangat besar bagi negara dalam transaksi properti asing ini dan tidak relanya kita sebagai pengembang lokal menjadi penonton karena masyarakat kita malah membeli properti di luar negeri, REI sebagai organisasi yang menaungi pengembang selalu berupaya memperjuangkan hal ini sejak bertahun-tahun lalu.

Apa sih sebenarnya yang ditakutkan pemerintah? Kami yakin semua bisa diatur dengan baik. REI punya idealisme yang sama dengan pemerintah untuk memajukan perumahan rakyat, terutama untuk MBR, namun di sisi lain kita harus terbuka terhadap orang asing agar seluruh kegiatan industri bergerak positif dan terarah.

Dengan kondisi industri properti nasional yang semakin terjepit akibat berbagai peraturan fiskal, moneter, pertanahan, permukiman dan perpajakan ditambah lagi harus bersaing dengan pengembang asing yang sudah mulai masuk ke Tanah Air, kepemilikan properti asing ini bisa menjadi katalisator bertumbuhnya pasar properti secara signifikan dan berpotensi memberikan multiplier effect yang diperkirakan sangat besar berupa penyerapan tenaga kerja, penggunaan bahan bangunan, berputarnya perekonomian, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat atas terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas.

Kami yakin dan sangat berharap pemerintah mampu bersikap lebih terbuka dan bijak terhadap kebijakan kepemilikan properti asing ini. Kami mengusulkan dua pemikiran untuk menjadi bahan pertimbangan pemerintah. Pertama, pembatasan harga dan jenis properti. REI mengusulkan dilakukan pembatasan harga jual dan jenis properti. Asing hanya diperbolehkan membeli apartemen dengan harga jual minimal Rp10 miliar.

Adanya batasan tersebut sekaligus mempertegas segmentasi pasar di mana asing tidak boleh memiliki properti di segmen menengah bawah dan rumah tapak. Kedua, pembatasan persentase kepemilikan.Pembatasan unit yang boleh dimiliki asing dalam suatu apartemen maksimal sebesar 49% dari total unit tersedia. Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 seyogianya dimanfaatkan secara maksimal.

Kemudahan arus barang, jasa, tenaga ahli antarnegara ASEAN disertai dengan akan meningkatnya kerja sama perusahaan lokal dengan asing membuka peluang kebutuhan kepemilikan properti oleh asing, selain sebagian besar negara ASEAN sudah menerapkan ketentuan kepemilikan properti oleh orang asing. Pemerintah sebaiknya melakukan upaya sehingga terjadi keseimbangan ruang gerak pelaku bisnis, konsumen, tenaga profesional dan membuat regulasi yang setara dengan yang diberlakukan di negara ASEAN sehingga kita tidak menjadi penonton di negara sendiri dan tidak terhambat memasuki pasar negara ASEAN.

Pengembang dapat memperluas jangkauan pasarnya tidak hanya secara nasional, melainkan juga secara internasional. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara melalui pengenaan besaran pajak yang dipatok lebih besar bagi konsumen properti dari kalangan asing. Sebagai ilustrasi untuk 10.000 unit hunian x Rp10 miliar = Rp100 triliun. Potensi pajak yang akan diperoleh adalah Rp100 triliun x 40% (PPN 10%, PPh 5%, PPnBM 20%, BPHTB 5%) = Rp 40 triliun.

Tidak saja memperbesar peluang pasar properti di Indonesia, hadirnya MEA 2015 juga menuntut pengembang untuk lebih profesional karena akan menghadapi persaingan dan tantangan yang semakin sengit. Saat ini REI tengah menyiapkan program sertifikasi profesi bagi pengembang agar memiliki standar kompetensi yang memadai. Pemberlakuan sertifikasi profesi menjadi perwujudan dari amanat Pasal 13j Undang-undang No1/ 2011 tentang Perumahan dan Permukiman.

Regulasi ini mengatur sertifikasi dan kualifikasi keahlian dilakukan terhadap orang dan badan penyelenggara pembangunan perumahan. REI sedang mempersiapkan program sertifikasi ini sehingga pengembang lokal terutama di daerah tidak kalah bersaing dengan pengembang asing.

Eddy Hussy
Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI)
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6733 seconds (0.1#10.140)