Share Swap Mitratel-TBIG Tunggu Restu Kementerian BUMN
A
A
A
JAKARTA - Rencana alih tukar (share swap) anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), yaitu PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) tergantung restu Kementerian BUMN.Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Seluruh Indonesia (MISSI) Sanusi mengatakan, sebenarnya jajaran direksi Telkom yang lama telah menyetujui aksi korporasi tersebut. Jika manajemen Telkom yang baru juga mendukung rencana share swap antara Mitratel dan TBIG, maka perseroan harus menjelaskan kepada pemegang saham mayoritas, yaitu Kementerian BUMN."Jika swap share tersebut menguntungkan silahkan jelaskan kepada pemegang saham mayoritas, sehingga Menteri BUMN juga dapat meyakinkan para anggota DPR RI agar mendapat restu dari mereka untuk melaksanakan tindak korporasi tersebut," kata Sanusi kepada sejumlah media di Jakarta, Selasa (5/5/2015).Harga saham TLKM pada penutupan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sore ini mengalami penurunan 15 basis poin atau 0,54% dari Rp2.765 per lembar saham menjadi Rp2.750.Menurut Ketua Masyarakat Pengamat Investasi Indonesia (MPII) Chandra Budiman, ketidakpastian transaksi tersebut menimbulkan kegusaran investor terhadap saham Telkom. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah diminta mampu melindungi saham emiten telekomunikasi plat merah ini."Seharusnya pemerintah bisa melindungi saham Telkom dari kerugian yang disebabkan oleh kesimpangsiuran pernyataan dan mencampuradukan keputusan bisnis dengan kepentingan politik. Selain itu, Telkom sebagai salah satu penggerak indeks juga akan menarik turun IHSG lebih dalam jika hal ini terjadi terus," tandas Chandra.Chandra mengungkapkan, dalam jangka pendek transaksi ini menguntungkan Telkom karena memberikan kas masuk yang besar. Melalui share swap juga memberikan kepastian keberhasilan bisnis yang lebih baik dibandingkan metode lain seperti penawaran umum perdana saham (PUPS) yang lebih tidak pasti.Sementara untuk jangka panjang, divestasi Telkom dari Mitratel juga membawa beberapa manfaat. Bisnis operator menara merupakan bisnis yang membutuhkan modal besar. Untuk membangun satu menara saja dibutuhkan dana USD100.000, ini pun di luar pemeliharaannya."Oleh karena itu, Telkom akan diringankan dalam dana untuk belanja modal dan biaya operasional. Telkom ke depan bisa lebih fokus kepada pengembangan jasa operator telekomunikasi. Apalagi, persaingan ke depan akan sangat tinggi," pungkasnya.
(rna)