Pasar Properti di Indonesia Tumbuh Melambat
A
A
A
JAKARTA - Pertumbuhan pasar properti di Indonesia secara umum cenderung melambat walaupun permintaan masih terus bertambah seiring masalah housing backlog yang berlangsung lama.
Hal itu merupakan salah satu hasil property sentiment survey yang dilakukan iProperty Group. Survei online yang dilakukan 5.037 responden selama 1,5 bulan sejak Januari ini secara serentak dilakukan di Indonesia, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura.
Mario Gaw, General Manager Rumah123.com, situs properti bagian dari iProperty Group mengatakan, pihaknya secara rutin mengadakan kegiatan ini sebanyak dua kali dalam setahun. "Kami harapkan laporan ini dapat menjadi tambahan referensi bagi pelaku industri properti yang berasal dari sudut pandang konsumen online," tuturnya di Tee Nine Restaurant & Lounge, Thamrin, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, perlambatan pertumbuhan pasar properti yang dihasilkan dalam survei disebabkan sejumlah faktor. Pertama, adanya kebijakan loan to value (LTV) yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), suku bunga acuan perbankan (BI Rate) yang tinggi, dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Ini membuat harga properti tinggi dan penjualan melambat. Namun, sepertinya perlambatan bukan hanya di industri properti, juga di semua sektor. Misalnya perbankan, automotif, dan lainnya," ujar Mario.
Dia mengatakan, perlambatan penjualan properti sudah terjadi sejak pemilihan presiden pada 2014 dan diperkirakan akan pulih kembali setelah berbagai proyek infrastruktur mulai berjalan secara baik di berbagai wilayah.
"Sekarang orang lebih berhati-hati membeli properti. Ini terlihat dari pencarian properti yang menurun secara online. Sekarang orang mencari referensi rumah melalui informasi keluarga atau teman," jelasnya.
Meski demikian, hasil survei menunjukkan 75% responden masih memercayakan pinjaman bank sebagai sumber kredit properti mereka, walaupun 53% responden juga menganggap berbagai program kredit yang ditawarkan langsung developer merupakan terobosan dan menjadi poin pertimbangan masyarakat untuk mendapatkan properti.
"Lebih dari sebagian responden juga menganggap alokasi dana untuk mengatasi krisis rumah nasional belum efektif, walaupun 61% responden berharap FLPP terus dilanjutkan pada era pemerintahan Jokowi," kata Mario.
Sementara itu, survei ini juga mengungkapkan, 67% responden berpikir sudah saatnya kaum urban tinggal di apartemen.
Hal itu merupakan salah satu hasil property sentiment survey yang dilakukan iProperty Group. Survei online yang dilakukan 5.037 responden selama 1,5 bulan sejak Januari ini secara serentak dilakukan di Indonesia, Malaysia, Hong Kong, dan Singapura.
Mario Gaw, General Manager Rumah123.com, situs properti bagian dari iProperty Group mengatakan, pihaknya secara rutin mengadakan kegiatan ini sebanyak dua kali dalam setahun. "Kami harapkan laporan ini dapat menjadi tambahan referensi bagi pelaku industri properti yang berasal dari sudut pandang konsumen online," tuturnya di Tee Nine Restaurant & Lounge, Thamrin, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, perlambatan pertumbuhan pasar properti yang dihasilkan dalam survei disebabkan sejumlah faktor. Pertama, adanya kebijakan loan to value (LTV) yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), suku bunga acuan perbankan (BI Rate) yang tinggi, dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Ini membuat harga properti tinggi dan penjualan melambat. Namun, sepertinya perlambatan bukan hanya di industri properti, juga di semua sektor. Misalnya perbankan, automotif, dan lainnya," ujar Mario.
Dia mengatakan, perlambatan penjualan properti sudah terjadi sejak pemilihan presiden pada 2014 dan diperkirakan akan pulih kembali setelah berbagai proyek infrastruktur mulai berjalan secara baik di berbagai wilayah.
"Sekarang orang lebih berhati-hati membeli properti. Ini terlihat dari pencarian properti yang menurun secara online. Sekarang orang mencari referensi rumah melalui informasi keluarga atau teman," jelasnya.
Meski demikian, hasil survei menunjukkan 75% responden masih memercayakan pinjaman bank sebagai sumber kredit properti mereka, walaupun 53% responden juga menganggap berbagai program kredit yang ditawarkan langsung developer merupakan terobosan dan menjadi poin pertimbangan masyarakat untuk mendapatkan properti.
"Lebih dari sebagian responden juga menganggap alokasi dana untuk mengatasi krisis rumah nasional belum efektif, walaupun 61% responden berharap FLPP terus dilanjutkan pada era pemerintahan Jokowi," kata Mario.
Sementara itu, survei ini juga mengungkapkan, 67% responden berpikir sudah saatnya kaum urban tinggal di apartemen.
(izz)