Inflasi Tembus 5,28% di Januari, Sinyal untuk Waspada
Rabu, 01 Februari 2023 - 19:02 WIB
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Januari 2023 sebesar 5,28% secara tahunan (year on year/yoy). Hal ini perlu diwaspadai.
Ekonom sekaligus Direktur Celios, Bhima Yudhistira mengatakan, angka inflasi tersebut relatif tinggi. Pasalnya, biasanya Januari selalu menjadi periode inflasi yang rendah pasca kenaikan permintaan tahun baru.
"Bahkan, beberapa tahun ke belakang sempat terjadi deflasi di bulan Januari. Jadi, kalau inflasi di Januari tinggi, maka ini harus menjadi kewaspadaan," ujarnya kepada MNC Portal Indonesia (MPI) di Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Terpisah, Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto menyampaikan bahwa target pemerintah tahun ini untuk menahan inflasi di 3%, atau sekitar 3,3% di asumsi makro, masih belum kesampaian.
"Karena memang tren inflasi ke depan sepertinya masih menantang. Indef sendiri memperkirakan bahwa level inflasi RI di 2023 berada di 5,6%, cukup tinggi, sedikit lebih tinggi dari tahun kemarin yang di 5,51%. Ini karena tantangan-tantangannya cukup banyak, meski pemerintah optimistis bisa berada di bawah 4%," terang Eko.
Jika dilihat dari realisasi inflasi Januari, sebenarnya trennya menurun. Namun, menurut Eko, ini masih wajar karena pada Januari kecenderungannya tidak sebesar Desember.
Adapun faktor pendorong inflasi paling kuat pada Desember adalah perayaan Natal, dan untuk Januari biasanya dari transportasi yang tarifnya masih agak naik pada minggu-minggu pertama.
"Tapi, untuk usaha restoran dan perhotelan, biasanya harganya sudah menunjukkan penurunan di Januari sehingga bisa membantu menekan inflasi," ungkapnya.
Hanya saja, Eko mencatat bahwa bulan Maret mendatang sudah memasuki bulan puasa dan hari raya lebaran akan dirayakan pada bulan April. Sehingga, momentum inflasi agak sedikit melandai hanya di Februari.
"Karena setelah itu inflasi Maret akan lebih tinggi dari Januari, puncaknya di April bisa tembus 1% pertumbuhan inflasinya dalam sebulan. Ini menjadi poin bahwa sebenarnya inflasi masih susah diturunkan hingga di bawah 5%," tutup Eko.
Ekonom sekaligus Direktur Celios, Bhima Yudhistira mengatakan, angka inflasi tersebut relatif tinggi. Pasalnya, biasanya Januari selalu menjadi periode inflasi yang rendah pasca kenaikan permintaan tahun baru.
"Bahkan, beberapa tahun ke belakang sempat terjadi deflasi di bulan Januari. Jadi, kalau inflasi di Januari tinggi, maka ini harus menjadi kewaspadaan," ujarnya kepada MNC Portal Indonesia (MPI) di Jakarta, Rabu (1/2/2023).
Terpisah, Wakil Direktur Indef, Eko Listiyanto menyampaikan bahwa target pemerintah tahun ini untuk menahan inflasi di 3%, atau sekitar 3,3% di asumsi makro, masih belum kesampaian.
"Karena memang tren inflasi ke depan sepertinya masih menantang. Indef sendiri memperkirakan bahwa level inflasi RI di 2023 berada di 5,6%, cukup tinggi, sedikit lebih tinggi dari tahun kemarin yang di 5,51%. Ini karena tantangan-tantangannya cukup banyak, meski pemerintah optimistis bisa berada di bawah 4%," terang Eko.
Jika dilihat dari realisasi inflasi Januari, sebenarnya trennya menurun. Namun, menurut Eko, ini masih wajar karena pada Januari kecenderungannya tidak sebesar Desember.
Adapun faktor pendorong inflasi paling kuat pada Desember adalah perayaan Natal, dan untuk Januari biasanya dari transportasi yang tarifnya masih agak naik pada minggu-minggu pertama.
"Tapi, untuk usaha restoran dan perhotelan, biasanya harganya sudah menunjukkan penurunan di Januari sehingga bisa membantu menekan inflasi," ungkapnya.
Hanya saja, Eko mencatat bahwa bulan Maret mendatang sudah memasuki bulan puasa dan hari raya lebaran akan dirayakan pada bulan April. Sehingga, momentum inflasi agak sedikit melandai hanya di Februari.
"Karena setelah itu inflasi Maret akan lebih tinggi dari Januari, puncaknya di April bisa tembus 1% pertumbuhan inflasinya dalam sebulan. Ini menjadi poin bahwa sebenarnya inflasi masih susah diturunkan hingga di bawah 5%," tutup Eko.
(ind)
tulis komentar anda