Bertahan dalam Pandemi karena Sarat Inovasi
Sabtu, 18 Juli 2020 - 13:08 WIB
"Makanya, butuh pembuktian, pelatihan serius kepada para mitra, juga promosi yang gencar agar semua mitra kebagian pekerjaan," ungkapnya.
Tantangan selanjutnya berbeda lagi yang dirasakan, yakni saat pandemi ini. Tugas tambahan bagi Hendra dan tim untuk meyakinkan konsumen bahwa tenaga cleaning aman dari virus dan selalu menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Hendra optimistis, apa pun keadaannya startup yang dia dirikan pada 2017 ini akan terus diminati dan bertahan lama.
Keyakinan yang sama juga ada pada diri Nurhayati atau yang akrab disapa Aya pemilik Zalfa Skincare. Pasar untuk kebutuhan para wanita merawat kulit itu tidak akan ada habisnya. Namun, persaingan justru semakin sengit dengan hadirnya banyak produsen baru dan produk impor.
Namun, Aya percaya diri dengan keunggulan kehalalan produk dan keamanannya karena menggunakan kandungan bahan alami. Zalfa dipastikan menjadi produk yang jauh dari bahan berbahaya. Sebab, ini menjadi komitmen Aya setelah pernah menjadi distributor sebuah brand perawatan kulit yang ternyata bermerkuri.
Zalfa hadir sebagai penebus rasa bersalah kepada ratusan konsumennya karena dulu telah menjual produk perawatan yang berbahaya. "Saya sampai depresi, omset miliaran saya tinggalkan karena selama itu saya hanya menebar racun. Konsumen saya sampai ada yang berkali-kali keguguran dan anaknya cacat kemungkinan akibat menggunakan produk saya," kenang Aya. (Baca juga: Matahari Masih 'Bersinar' Saat Pandemi, Gerai Ketiga Tahun Ini Diresmikan)
Rasa menyesalnya kemudian dituangkan dalam bentuk buku mengenai perawatan aman untuk kulit. Selanjutnya, lahirlah Zalfa sebagi solusi dari produk berbahaya yang banyak beredar karena baginya tak cukup hanya sekadar buku. Sehingga, komitmen mengedukasi konsumen menjadi prioritasnya dan malah justru terkadang menjadi tantangan berat baginya.
"Kami juga menanamkan mindset bahwa produk Zalfa tidak instan hasilnya. Saya dan tim fokus mengedukasi manfaat bahan kandungan dalam setiap produk bukan hanya menjual hasil akhir," sambungnya.
Konsumen Zalfa terdiri dari orang-orang kelas menengah. Biasanya para anak muda yang baru mencoba skin care dan orang-orang yang konsern terhadap kehalalan produk. Sehingga, ketika bersaing dengan produk perawatan kulit yang berasal dari luar negeri, Aya tidak gentar.
Sejak 2013 hingga saat ini jatuh bangun dihadapi membuatnya semakin sadar untuk terus mengembangkan produknya bukan hanya untuk perawatan, namun juga kosmetik.
"Semua karena permintaan konsumen dan terus melihat kebutuhan pasar. Konsumen minta lip cream sampai bedak. Namun saya tidak ingin asal sehingga butuh waktu bertahun-tahun untuk riset memberikan produk terbaik," ungkapnya. (Lihat videonya: Pasien Covid-19 Kabur dari Rumah Sakit karena Takut Biaya Mahal)
Tantangan selanjutnya berbeda lagi yang dirasakan, yakni saat pandemi ini. Tugas tambahan bagi Hendra dan tim untuk meyakinkan konsumen bahwa tenaga cleaning aman dari virus dan selalu menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Hendra optimistis, apa pun keadaannya startup yang dia dirikan pada 2017 ini akan terus diminati dan bertahan lama.
Keyakinan yang sama juga ada pada diri Nurhayati atau yang akrab disapa Aya pemilik Zalfa Skincare. Pasar untuk kebutuhan para wanita merawat kulit itu tidak akan ada habisnya. Namun, persaingan justru semakin sengit dengan hadirnya banyak produsen baru dan produk impor.
Namun, Aya percaya diri dengan keunggulan kehalalan produk dan keamanannya karena menggunakan kandungan bahan alami. Zalfa dipastikan menjadi produk yang jauh dari bahan berbahaya. Sebab, ini menjadi komitmen Aya setelah pernah menjadi distributor sebuah brand perawatan kulit yang ternyata bermerkuri.
Zalfa hadir sebagai penebus rasa bersalah kepada ratusan konsumennya karena dulu telah menjual produk perawatan yang berbahaya. "Saya sampai depresi, omset miliaran saya tinggalkan karena selama itu saya hanya menebar racun. Konsumen saya sampai ada yang berkali-kali keguguran dan anaknya cacat kemungkinan akibat menggunakan produk saya," kenang Aya. (Baca juga: Matahari Masih 'Bersinar' Saat Pandemi, Gerai Ketiga Tahun Ini Diresmikan)
Rasa menyesalnya kemudian dituangkan dalam bentuk buku mengenai perawatan aman untuk kulit. Selanjutnya, lahirlah Zalfa sebagi solusi dari produk berbahaya yang banyak beredar karena baginya tak cukup hanya sekadar buku. Sehingga, komitmen mengedukasi konsumen menjadi prioritasnya dan malah justru terkadang menjadi tantangan berat baginya.
"Kami juga menanamkan mindset bahwa produk Zalfa tidak instan hasilnya. Saya dan tim fokus mengedukasi manfaat bahan kandungan dalam setiap produk bukan hanya menjual hasil akhir," sambungnya.
Konsumen Zalfa terdiri dari orang-orang kelas menengah. Biasanya para anak muda yang baru mencoba skin care dan orang-orang yang konsern terhadap kehalalan produk. Sehingga, ketika bersaing dengan produk perawatan kulit yang berasal dari luar negeri, Aya tidak gentar.
Sejak 2013 hingga saat ini jatuh bangun dihadapi membuatnya semakin sadar untuk terus mengembangkan produknya bukan hanya untuk perawatan, namun juga kosmetik.
"Semua karena permintaan konsumen dan terus melihat kebutuhan pasar. Konsumen minta lip cream sampai bedak. Namun saya tidak ingin asal sehingga butuh waktu bertahun-tahun untuk riset memberikan produk terbaik," ungkapnya. (Lihat videonya: Pasien Covid-19 Kabur dari Rumah Sakit karena Takut Biaya Mahal)
tulis komentar anda