Soal Impor Beras 500.000 Ton, Perpadi: Dari Tahun Lalu Surplusnya Turun
Selasa, 28 Maret 2023 - 08:10 WIB
JAKARTA - Pemerintah telah menyepakati akan mengimpor beras sebanyak 500.000 ton dalam waktu dekat. Langkah itu dilakukan guna memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP).
Kepala Badan Pangan Pemerintah (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, keputusan ini diambil bukan karena hasil produksi petani yang tidak bisa bersaing dengan swasta. Melainkan, kondisi pasokan di dalam negeri yang memang kurang.
"Nggak-nggak (bukan tidak bisa bersaing). Swasta sendiri kan ditanya, mereka baru menyerap 30-40%, belum full dari kapasitas. Di sini ada Pak Tarto dari penggilingan padi. Pak Tarto tolong jelaskan kondisi penggilingan padi hari ini," ujar Arief kepada awak media di Kantor Badan Pangan Nasional, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Kemudian, Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso pun menjelaskan, surplus beras dalam negeri menyusut dari dua tahun lalu. Pada tahun 2021 ada 1,4 juta ton, kemudian di tahun 2022 merosot menjadi 1,3 juta ton.
"Jadi gitu, dari tahun lalu surplusnya turun. Kemudian tahun lalu ada kejadian yang luar biasa sebenarnya menurut pengalaman ketika sembilan bulan itu minus, hanya tiga bulan surplus. Kemudian kalau kita melihat angka BPS tahun ini dari Januari sampai dengan April ternyata memang kita surplusnya tiga bulan, tetapi surplusnya itu lebih kecil bila dibanding dengan tahun lalu pada bulan yang sama yakni Januari sampai dengan April," papar Sutarto di kesempatan yang sama.
Sutarto menambahkan berdasarkan catatannya, pada tahun 2022 pengusaha beras lokal hanya surplus kurang lebih 3,6 juta ton. Sementara Januari hingga April 2023 diperkirakan hanya surplus 3,22 juta ton.
Dari perbedaan itu, maka Sutarto kemudian melakukan survei dengan para penggiling dan pengusaha beras di beberapa wilayah Indonesia. Berdasarkan survei itu, ternyata serapan yang masuk ke Perpadi kurang dari 50% dari kondisi normal.
"Artinya memang kekurangan, yang lalu itu pengaruhnya sampai dengan hari ini masih ada terhadap penggilingan padi," imbuhnya.
Kata Sutarto, dalam kondisi normal, penggilingan padi misalnya bisa menampung beras sebanyak 2.000 ton, namun sekarang masuknya baru di bawah 1.000 ton. "Kalau kita contoh kan di PIBC (Pasar Induk Beras Cipinang) pun tampaknya yang masuk ke situ sekarang kurang dari 20.000 ton, padahal normalnya sekitar 30.000 ton. Jadi hal-hal seperti itu yang mungkin jadi pertimbangan-pertimbangan pemerintah (untuk impor)," tegasnya.
Kepala Badan Pangan Pemerintah (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, keputusan ini diambil bukan karena hasil produksi petani yang tidak bisa bersaing dengan swasta. Melainkan, kondisi pasokan di dalam negeri yang memang kurang.
"Nggak-nggak (bukan tidak bisa bersaing). Swasta sendiri kan ditanya, mereka baru menyerap 30-40%, belum full dari kapasitas. Di sini ada Pak Tarto dari penggilingan padi. Pak Tarto tolong jelaskan kondisi penggilingan padi hari ini," ujar Arief kepada awak media di Kantor Badan Pangan Nasional, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Kemudian, Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso pun menjelaskan, surplus beras dalam negeri menyusut dari dua tahun lalu. Pada tahun 2021 ada 1,4 juta ton, kemudian di tahun 2022 merosot menjadi 1,3 juta ton.
"Jadi gitu, dari tahun lalu surplusnya turun. Kemudian tahun lalu ada kejadian yang luar biasa sebenarnya menurut pengalaman ketika sembilan bulan itu minus, hanya tiga bulan surplus. Kemudian kalau kita melihat angka BPS tahun ini dari Januari sampai dengan April ternyata memang kita surplusnya tiga bulan, tetapi surplusnya itu lebih kecil bila dibanding dengan tahun lalu pada bulan yang sama yakni Januari sampai dengan April," papar Sutarto di kesempatan yang sama.
Sutarto menambahkan berdasarkan catatannya, pada tahun 2022 pengusaha beras lokal hanya surplus kurang lebih 3,6 juta ton. Sementara Januari hingga April 2023 diperkirakan hanya surplus 3,22 juta ton.
Dari perbedaan itu, maka Sutarto kemudian melakukan survei dengan para penggiling dan pengusaha beras di beberapa wilayah Indonesia. Berdasarkan survei itu, ternyata serapan yang masuk ke Perpadi kurang dari 50% dari kondisi normal.
"Artinya memang kekurangan, yang lalu itu pengaruhnya sampai dengan hari ini masih ada terhadap penggilingan padi," imbuhnya.
Kata Sutarto, dalam kondisi normal, penggilingan padi misalnya bisa menampung beras sebanyak 2.000 ton, namun sekarang masuknya baru di bawah 1.000 ton. "Kalau kita contoh kan di PIBC (Pasar Induk Beras Cipinang) pun tampaknya yang masuk ke situ sekarang kurang dari 20.000 ton, padahal normalnya sekitar 30.000 ton. Jadi hal-hal seperti itu yang mungkin jadi pertimbangan-pertimbangan pemerintah (untuk impor)," tegasnya.
(uka)
tulis komentar anda