Keluhkan Truk Batu Bara Rusak Jalan, Kementerian PUPR: Anggaran Bengkak Jadi Rp8,4 Triliun
Rabu, 29 Maret 2023 - 16:40 WIB
JAKARTA - Truk-truk batu bara dengan muatan besar dan berat kembali disinggung menjadi penyebab utama rusaknya beberapa jalan nasional . Hal ini dikeluhkan oleh Direktur Jendral Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Heddy Rahadian saat Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI.
Menurut Hedy, idealnya para perusahaan batu bara itu membuat jalannya sendiri atau jalur sendiri untuk menunjang kegiatan operasionalnya. Sehingga tidak bercampur dengan jalan-jalan nasional yang dilalui masyarakat.
Karena pemerintah menggunakan anggaran untuk melakukan perbaikan jalan -jalan nasional tersebut. Sedangkan apabila dilalui juga oleh kendaraan besar seperti truk batu bara, maka ongkos perbaikan bakal membengkak.
"Anggaran yang dibutuhkan untuk perbaikan jalan kalau untuk kendaraan normal, kita butuh Rp824 miliar, kalau kendaraan seperti sekarang (bercampur truk batu bara) butuh Rp8,4 triliun," kata Hedy dalam Raker bersama Komisi V DPR RI, Rabu (29/3/2023).
Bahkan pada tahun 2020, Hedy menyebut setidaknya truk-truk batubara bertambah hingga 9.000 unit. Hal itu disebabkan oleh keniakan harga batu bara di pasar Internasional.
"Kalau dahulu sudah ada rencana, nah sekarang ini bisa dipercepat mumpung harga batubara lagi bagus, artinya duitnya ada kan pak. Dahulu tidak dibangun katanya karena batu bara cuma USD50 atau USD60, sekarang batu bara sudah menjadi USD200," ujar Hedy.
"Saya tentu tidak ingin berdoa agar harga batubara kembali USD50, kalau harga batu bara balik ke USD50 dolar, itu truk hilang dijamin, tapi saya tidak mungkin berdoa seperti itu," sambungnya.
Hedy menyebutkan, bahwa sebetulnya sudah ada regulasi yang mengatur penggunaan jalan untuk angkutan batu bara. Bahkan bukan hanya batu bara, Pemerintah memiliki analisa dampak lalulintas yang diwajibkan untuk setiap perusahaan yang memiliki aktivitas di jalan raya.
Tujuannya untuk mengukur kapasitas tampung jalan dengan penambahan kendaraan industri yang ikut melewati jalan nasional. Apabila analisa tersebut menemukan adanya aktivitas perusahaan yang menimbulkan dampak peningkatan volume lalulintas, maka akan diberikan rekomendasi lanjutan.
"Sehingga bisa kita batasi nanti angkutannya tidak bisa pakai jalan naisonal, harus ada alternatif lain, atau mungkin bikin jalan sendiri," pungkasnya.
Menurut Hedy, idealnya para perusahaan batu bara itu membuat jalannya sendiri atau jalur sendiri untuk menunjang kegiatan operasionalnya. Sehingga tidak bercampur dengan jalan-jalan nasional yang dilalui masyarakat.
Karena pemerintah menggunakan anggaran untuk melakukan perbaikan jalan -jalan nasional tersebut. Sedangkan apabila dilalui juga oleh kendaraan besar seperti truk batu bara, maka ongkos perbaikan bakal membengkak.
"Anggaran yang dibutuhkan untuk perbaikan jalan kalau untuk kendaraan normal, kita butuh Rp824 miliar, kalau kendaraan seperti sekarang (bercampur truk batu bara) butuh Rp8,4 triliun," kata Hedy dalam Raker bersama Komisi V DPR RI, Rabu (29/3/2023).
Bahkan pada tahun 2020, Hedy menyebut setidaknya truk-truk batubara bertambah hingga 9.000 unit. Hal itu disebabkan oleh keniakan harga batu bara di pasar Internasional.
"Kalau dahulu sudah ada rencana, nah sekarang ini bisa dipercepat mumpung harga batubara lagi bagus, artinya duitnya ada kan pak. Dahulu tidak dibangun katanya karena batu bara cuma USD50 atau USD60, sekarang batu bara sudah menjadi USD200," ujar Hedy.
"Saya tentu tidak ingin berdoa agar harga batubara kembali USD50, kalau harga batu bara balik ke USD50 dolar, itu truk hilang dijamin, tapi saya tidak mungkin berdoa seperti itu," sambungnya.
Hedy menyebutkan, bahwa sebetulnya sudah ada regulasi yang mengatur penggunaan jalan untuk angkutan batu bara. Bahkan bukan hanya batu bara, Pemerintah memiliki analisa dampak lalulintas yang diwajibkan untuk setiap perusahaan yang memiliki aktivitas di jalan raya.
Tujuannya untuk mengukur kapasitas tampung jalan dengan penambahan kendaraan industri yang ikut melewati jalan nasional. Apabila analisa tersebut menemukan adanya aktivitas perusahaan yang menimbulkan dampak peningkatan volume lalulintas, maka akan diberikan rekomendasi lanjutan.
"Sehingga bisa kita batasi nanti angkutannya tidak bisa pakai jalan naisonal, harus ada alternatif lain, atau mungkin bikin jalan sendiri," pungkasnya.
(akr)
tulis komentar anda