Pemerintah Dinilai Salah Kasih Obat buat Pelaku Usaha Kecil
Senin, 20 Juli 2020 - 12:57 WIB
JAKARTA - Pengamat Ekonomi Enny Sri Hartati menyoroti kebijakan pemerintah yang kurang bersesuaian dengan kebutuhan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM ). Persoalan utama UMKM adalah permodalan, pemasaran, dan bahan baku.
“Upaya pemerintah untuk membantu UMKM di masa pandemi semestinya harus in-line dengan masalah utama yang dihadapi UMKM tersebut," kata Enny di Jakarta Senin.
Namun, menurut dia, bantuan pemerintah tampak campur aduk dan kurang fokus. Hal ini terlihat pada jenis bantuannya, yaitu bantuan sosial (Rp110 triliun), insentif pajak (Rp28 triliun), stimulus kredit (Rp34triliun), dan pinjaman modal kerja baru (Rp6triliun).
Karakter dan kondisi UMKM saat ini tidak sesuai dengan bantuan tersebut. Sebagai contoh, pemberian insentif pajak juga bermasalah sebab sebagian besar UMKM adalah usaha mikro yang tidak memiliki masalah dengan perpajakan.
Sebagian besar program relaksasi dan restrukturisasi masih cukup rendah. Semestinya adalah kreasi program yang konkret yang dihadapi oleh UMKM. ( Baca juga:Bamsoet Harap UMKM Selamatkan Indonesia dari Ancaman Resesi Ekonomi )
“Masalah utama UMKM bukan masalah likuiditas tetapi pemerintah lebih banyak untuk mengatasi likuiditas. Dengan demikian, antara target dan program tidak nyambung. Akibatnya, banyak UMKM yang mengeluhkan rendahnya realisasi program yang direncanakan pemerintah,” ujar Enny.
Karena itu, dirinya memberikan beberapa rekomendasi untuk membantu UMKM di masa pandemi ini. Pemerintah dapat membantu mereka beradaptasi terhadap perubahan di tengah pandemi, seperti melakukan shifting dan beradaptasi dengan perilaku konsumen.
Selain itu, perlu membantu mereka memacu kreativitas dan inovasi mereka, seperti memperbaiki kemasan produk, mengelola database customers. Hal lainnya adalah memberlakukan kebijakan yang berpihak kepada UMKM seperti sharing peran UMKM pada retail modern, misalnya supply 20 persen produk UMKM, dan pengadaan barang yang mengutamakan produk-produk UMKM.
'Pemerintah juga dapat meningkatkan akses UMKM pada dunia digital dan memberikan akses mendapatkan pembiayaan," kata Enny.
“Upaya pemerintah untuk membantu UMKM di masa pandemi semestinya harus in-line dengan masalah utama yang dihadapi UMKM tersebut," kata Enny di Jakarta Senin.
Namun, menurut dia, bantuan pemerintah tampak campur aduk dan kurang fokus. Hal ini terlihat pada jenis bantuannya, yaitu bantuan sosial (Rp110 triliun), insentif pajak (Rp28 triliun), stimulus kredit (Rp34triliun), dan pinjaman modal kerja baru (Rp6triliun).
Karakter dan kondisi UMKM saat ini tidak sesuai dengan bantuan tersebut. Sebagai contoh, pemberian insentif pajak juga bermasalah sebab sebagian besar UMKM adalah usaha mikro yang tidak memiliki masalah dengan perpajakan.
Sebagian besar program relaksasi dan restrukturisasi masih cukup rendah. Semestinya adalah kreasi program yang konkret yang dihadapi oleh UMKM. ( Baca juga:Bamsoet Harap UMKM Selamatkan Indonesia dari Ancaman Resesi Ekonomi )
“Masalah utama UMKM bukan masalah likuiditas tetapi pemerintah lebih banyak untuk mengatasi likuiditas. Dengan demikian, antara target dan program tidak nyambung. Akibatnya, banyak UMKM yang mengeluhkan rendahnya realisasi program yang direncanakan pemerintah,” ujar Enny.
Karena itu, dirinya memberikan beberapa rekomendasi untuk membantu UMKM di masa pandemi ini. Pemerintah dapat membantu mereka beradaptasi terhadap perubahan di tengah pandemi, seperti melakukan shifting dan beradaptasi dengan perilaku konsumen.
Selain itu, perlu membantu mereka memacu kreativitas dan inovasi mereka, seperti memperbaiki kemasan produk, mengelola database customers. Hal lainnya adalah memberlakukan kebijakan yang berpihak kepada UMKM seperti sharing peran UMKM pada retail modern, misalnya supply 20 persen produk UMKM, dan pengadaan barang yang mengutamakan produk-produk UMKM.
'Pemerintah juga dapat meningkatkan akses UMKM pada dunia digital dan memberikan akses mendapatkan pembiayaan," kata Enny.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda