Lezatnya Bisnis Perbankan di Indonesia Jadi Daya Tarik Investor Asing
Rabu, 22 Juli 2020 - 09:26 WIB
JAKARTA - Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan membuat beberapa bank kesulitan likuiditas, malah menjadi daya tarik investor asing untuk masuk. Lezatnya bisnis bank dengan keuntungan yang sangat besar menjadi salah satu pemicunya.
Dalam masa krisis ini, investor yang masuk ke bisnis perbankan sangat diuntungkan dengan harga yang ditawarkan relatif murah. Namun setelah krisis mereda dan ekonomi mulai bergeliat, tentu potensi bisnis perbankan juga akan semakin menggiurkan.
Contoh kasus yang paling nyata adalah ketika PT Bank Central Asia Tbk (BCA) ingin dilelang pemerintah. Sejumlah investor langsung menyatakan minatnya. Banyak pengamat yang berpendapat saat itu pada 2003 harga penjualan BCA terbilang murah sekitar Rp1.175. Saat ini harga saham berkode BBCA tersebut telah melonjak menjadi Rp31.000.
Kini krisis ekonomi hadir kembali di Indonesia, harga saham sejumlah perusahaan termasuk perbankan juga tergolong murah. Investor asing banyak yang telah melirik bank-bank yang bisa diakuisisi.
Salah satunya KB Kookmin Bank, perbankan asal Korea Selatan ini menyatakan minatnya untuk menguasai 67% saham PT Bank Bukopin Tbk (BBKP). Kookmin Bank pun menyediakan dana USD200 juta untuk jadi pengendali menggantikan Bosowa. (Baca: OJK Sebut Perbankan di Jawa Barat Tumbuh Positif)
PT Bank Maspion Tbk (BMAS) juga tengah dilirik Kasikorn Bank. Perbankan asal Thailand ini berniat mengusai kepemilikan sahamnya Bank Maspion hingga menjadi 40%. Untuk menambah kepemilikan sahamnya tersebut Kasikorn Bank harus merogoh kocek Rp3 triliun. Sementara PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) juga dikabarkan tengah diincar oleh Cathay Life Insurance Co Ltd.
Menurut pengamat ekonomi Josua Pardede, masuknya investor asing di industri perbankan Indonesia justru bisa membawa keuntungan bagi kepentingan perekonomian nasional karena membuat industri perbankan semakin kuat dari sisi permodalan dan bisnis.
Dia menilai, pengambilalihan ini didasari oleh potensi dari industri perbankan di Indonesia yang masih dapat meningkat lebih tinggi lagi ke depannya seiring dengan laju pertumbuhan angka literasi keuangan. "Selain itu, dengan masih berjalannya bonus demografi hingga 2030, potensi perluasan masih relatif tinggi," ujar Josua.
Tidak hanya potensi pasar yang masih besar, tingkat net interest margin (NIM) Indonesia masih relatif tinggi dibanding dengan negara-negara dengan profil yang mirip. Dengan benefit yang masih relatif tinggi, saat periode normal pun, masuknya investor asing ke perbankan pada masa pandemik lebih didasarkan pada timing saja. "Di mana proses akuisisi sudah dimulai dari sebelum pandemi," katanya.
Dalam masa krisis ini, investor yang masuk ke bisnis perbankan sangat diuntungkan dengan harga yang ditawarkan relatif murah. Namun setelah krisis mereda dan ekonomi mulai bergeliat, tentu potensi bisnis perbankan juga akan semakin menggiurkan.
Contoh kasus yang paling nyata adalah ketika PT Bank Central Asia Tbk (BCA) ingin dilelang pemerintah. Sejumlah investor langsung menyatakan minatnya. Banyak pengamat yang berpendapat saat itu pada 2003 harga penjualan BCA terbilang murah sekitar Rp1.175. Saat ini harga saham berkode BBCA tersebut telah melonjak menjadi Rp31.000.
Kini krisis ekonomi hadir kembali di Indonesia, harga saham sejumlah perusahaan termasuk perbankan juga tergolong murah. Investor asing banyak yang telah melirik bank-bank yang bisa diakuisisi.
Salah satunya KB Kookmin Bank, perbankan asal Korea Selatan ini menyatakan minatnya untuk menguasai 67% saham PT Bank Bukopin Tbk (BBKP). Kookmin Bank pun menyediakan dana USD200 juta untuk jadi pengendali menggantikan Bosowa. (Baca: OJK Sebut Perbankan di Jawa Barat Tumbuh Positif)
PT Bank Maspion Tbk (BMAS) juga tengah dilirik Kasikorn Bank. Perbankan asal Thailand ini berniat mengusai kepemilikan sahamnya Bank Maspion hingga menjadi 40%. Untuk menambah kepemilikan sahamnya tersebut Kasikorn Bank harus merogoh kocek Rp3 triliun. Sementara PT Bank Mayapada Tbk (MAYA) juga dikabarkan tengah diincar oleh Cathay Life Insurance Co Ltd.
Menurut pengamat ekonomi Josua Pardede, masuknya investor asing di industri perbankan Indonesia justru bisa membawa keuntungan bagi kepentingan perekonomian nasional karena membuat industri perbankan semakin kuat dari sisi permodalan dan bisnis.
Dia menilai, pengambilalihan ini didasari oleh potensi dari industri perbankan di Indonesia yang masih dapat meningkat lebih tinggi lagi ke depannya seiring dengan laju pertumbuhan angka literasi keuangan. "Selain itu, dengan masih berjalannya bonus demografi hingga 2030, potensi perluasan masih relatif tinggi," ujar Josua.
Tidak hanya potensi pasar yang masih besar, tingkat net interest margin (NIM) Indonesia masih relatif tinggi dibanding dengan negara-negara dengan profil yang mirip. Dengan benefit yang masih relatif tinggi, saat periode normal pun, masuknya investor asing ke perbankan pada masa pandemik lebih didasarkan pada timing saja. "Di mana proses akuisisi sudah dimulai dari sebelum pandemi," katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda