Tantangan Global Makin Berat, Sri Mulyani: Tren Globalisasi Berubah Jadi Deglobalisasi
Jum'at, 19 Mei 2023 - 15:22 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa perkembangan dinamika global yang sedemikian cepat pasca pandemi telah menciptakan kompleksitas yang berat dalam tahun-tahun sekarang dan ke depan. Ada beberapa tantangan besar yang sedang dan akan dihadapi oleh Indonesia dan negara-negara lain di seluruh dunia, salah satunya adalah ketegangan geopolitik global.
"Pertama, ketegangan geopolitik global yang menjadi tantangan berat yang kita hadapi," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-23 Masa Persidangan V Tahun 2022-2023 di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Dia mengatakan, tensi geopolitik telah menyebabkan perubahan signifikan arah kebijakan ekonomi negara-negara besar yang akan memberikan imbas yang sangat besar bagi seluruh perekonomian. Negara besar cenderung menjadi inward-looking, proteksionis, sehingga akibatnya dunia akan terfragmentasi.
"Tren globalisasi berubah menjadi deglobalisasi. Fenomena ini sudah dimulai sejak 2017, ketika Amerika Serikat (AS) menerapkan kebijakan mengembalikan sektor manufaktur ke dalam wilayah negaranya atau reshoring," ungkap Sri.
Hal ini pada akhirnya memicu perang dagang antara AS dan China, yang merupakan perekonomian kesatu dan kedua terbesar dunia. Sejak saat itu, tensi perang dagang atau trade war antara AS-China terus berlangsung dan menimbulkan ketidakpastian global.
"Perang Rusia-Ukraina yang terjadi di awal 2022, mempertajam polarisasi dan fragmentasi geopolitik tersebut," tambah Sri.
Kerja sama ekonomi dan kemitraan strategis semakin terkotak-kotak sesuai dengan kedekatan aliansi atau friendshoring. Akibatnya, aktivitas perdagangan yang banyak tergantung pada pasar ekspor dan aliran modal luar negeri terkena dampak signifikan.
"Fragmentasi geopolitik ini telah memicu fenomena dedolarisasi yang juga berdampak besar, baik pada perekonomian AS sendiri maupun ekonomi global," pungkasnya.
"Pertama, ketegangan geopolitik global yang menjadi tantangan berat yang kita hadapi," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-23 Masa Persidangan V Tahun 2022-2023 di Jakarta, Jumat (19/5/2023).
Dia mengatakan, tensi geopolitik telah menyebabkan perubahan signifikan arah kebijakan ekonomi negara-negara besar yang akan memberikan imbas yang sangat besar bagi seluruh perekonomian. Negara besar cenderung menjadi inward-looking, proteksionis, sehingga akibatnya dunia akan terfragmentasi.
"Tren globalisasi berubah menjadi deglobalisasi. Fenomena ini sudah dimulai sejak 2017, ketika Amerika Serikat (AS) menerapkan kebijakan mengembalikan sektor manufaktur ke dalam wilayah negaranya atau reshoring," ungkap Sri.
Hal ini pada akhirnya memicu perang dagang antara AS dan China, yang merupakan perekonomian kesatu dan kedua terbesar dunia. Sejak saat itu, tensi perang dagang atau trade war antara AS-China terus berlangsung dan menimbulkan ketidakpastian global.
"Perang Rusia-Ukraina yang terjadi di awal 2022, mempertajam polarisasi dan fragmentasi geopolitik tersebut," tambah Sri.
Kerja sama ekonomi dan kemitraan strategis semakin terkotak-kotak sesuai dengan kedekatan aliansi atau friendshoring. Akibatnya, aktivitas perdagangan yang banyak tergantung pada pasar ekspor dan aliran modal luar negeri terkena dampak signifikan.
"Fragmentasi geopolitik ini telah memicu fenomena dedolarisasi yang juga berdampak besar, baik pada perekonomian AS sendiri maupun ekonomi global," pungkasnya.
(akr)
tulis komentar anda