Tjio Wie Tay Pendiri Gunung Agung yang Sukses Berkat Keberanian dan Pesan Bung Karno
Sabtu, 20 Mei 2023 - 15:24 WIB
JAKARTA - Tjio Wie Tay pendiri dari Toko Gunung Agung merupakan sosok pemberani . Sikap berani itulah yang mengantarkan kesuksesan pria yang lebih dikenal Masagung ini.
Wie Tay yang lahir pada 8 September 1927 ini menjadi anak yatim ketika masih berusia empat tahun dan hidup dalam keadaan ekonomi yang sangat sulit.
Wie Tay tumbuh sebagai anak nakal yang sering berkelahi. Ia juga punya kebiasaan "suka mencuri" buku-buku pelajaran kakak-kakaknya untuk dijual di Pasar Senen guna mendapatkan uang saku. Kenakalan itu membuatnya tak bisa menyelesaikan sekolah, meski sudah dikirim sampai ke Bogor dan sempat masuk di dua sekolah berbeda.
Sebagai anak pemberani, Wie Tay tidak takut berkenalan dengan siapa saja, termasuk dengan tentara Jepang yang kala itu mulai masuk ke Banten. Dari sikap berani itu, ia mendapatkan sebuah sepeda dari seorang tentara Jepang.
Keberanian itu jualah yang kemudian membawa masuk ke dalam dunia bisnis. Tidak bisa dimungkiri, keberaniannya itu menjadi salah satu senjata andalan dalam menggerakkan roda bisnis.
Saat berusia 13 tahun, Wie Tay harus kembali ke Jakarta lantaran diusir oleh pamannya. Saat kembali dia berhadapan dengan kenyataan bahwa keadaan ekonomi ibunya belum membaik juga. Dia pun memutuskan harus mencari uang sendiri.
Awalnya, ia kembali ke kebiasaan lama mencuri buku pelajaran kakaknya untuk dijual guna mendapatkan 50 sen. Setelah stok buku pelajaran habis, ia mencoba menjadi "manusia karet di panggung pertunjukkan" senam dan aerobatik, walaupun penghasilannya ternyata tidak seberapa banyak.
Wie Tay kemudian banting setir menjadi pedagang rokok keliling. Di sinilah sifat beraninya kembali terlihat. Ia nekat menemui Lie Tay San, seorang saudagar rokok besar kala itu. Dengan modal 50 sen, Wie Tay memulai usaha menjual rokok keliling di daerah Senen dan Glodok.
Baca Juga
Wie Tay yang lahir pada 8 September 1927 ini menjadi anak yatim ketika masih berusia empat tahun dan hidup dalam keadaan ekonomi yang sangat sulit.
Wie Tay tumbuh sebagai anak nakal yang sering berkelahi. Ia juga punya kebiasaan "suka mencuri" buku-buku pelajaran kakak-kakaknya untuk dijual di Pasar Senen guna mendapatkan uang saku. Kenakalan itu membuatnya tak bisa menyelesaikan sekolah, meski sudah dikirim sampai ke Bogor dan sempat masuk di dua sekolah berbeda.
Sebagai anak pemberani, Wie Tay tidak takut berkenalan dengan siapa saja, termasuk dengan tentara Jepang yang kala itu mulai masuk ke Banten. Dari sikap berani itu, ia mendapatkan sebuah sepeda dari seorang tentara Jepang.
Keberanian itu jualah yang kemudian membawa masuk ke dalam dunia bisnis. Tidak bisa dimungkiri, keberaniannya itu menjadi salah satu senjata andalan dalam menggerakkan roda bisnis.
Saat berusia 13 tahun, Wie Tay harus kembali ke Jakarta lantaran diusir oleh pamannya. Saat kembali dia berhadapan dengan kenyataan bahwa keadaan ekonomi ibunya belum membaik juga. Dia pun memutuskan harus mencari uang sendiri.
Awalnya, ia kembali ke kebiasaan lama mencuri buku pelajaran kakaknya untuk dijual guna mendapatkan 50 sen. Setelah stok buku pelajaran habis, ia mencoba menjadi "manusia karet di panggung pertunjukkan" senam dan aerobatik, walaupun penghasilannya ternyata tidak seberapa banyak.
Wie Tay kemudian banting setir menjadi pedagang rokok keliling. Di sinilah sifat beraninya kembali terlihat. Ia nekat menemui Lie Tay San, seorang saudagar rokok besar kala itu. Dengan modal 50 sen, Wie Tay memulai usaha menjual rokok keliling di daerah Senen dan Glodok.
Lihat Juga :
tulis komentar anda