Meneropong Project S TikTok: Ancaman atau Peluang Bagi UMKM?
Senin, 24 Juli 2023 - 12:02 WIB
JAKARTA - Agresivitas berbagai platform social commerce yang terus memperbesar pangsa pasarnya di Indonesia, salah satunya project S yang dirilis oleh TikTok menjadi sorotan belakangan ini. Melihat fenomena tersebut, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menerangkan, Project S TikTok bisa jadi peluang, juga ancaman bagi UMKM RI .
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mengatakan, berdasarkan data Google Temasek dan Bain pada 2022 bahwa akan ada kenaikan e-commerce dari tahun lalu di USD59 miliar menjadi USD95 miliar atau kenaikan CAGR-nya 17%. Perkembangan ini menjadi satu potensi yang sangat besar terutama di wilayah Asia maupun Asia Tenggara.
"Perkembangan digital ekonomi sendiri juga meningkat cukup tajam dari USD77 miliar menjadi USD130 miliar di Indonesia begitu dan sebagian besar berada pada wilayah e-commerce," ungkap Tauhid dalam sambutannya di Diskusi Publik "Project S TikTok: Ancaman atau Peluang?", Senin (24/7/2023).
Hal ini, lanjut Tauhid, sejalan dengan kegiatan usaha yang melakukan e-commerce. Jadi, jika dilihat dari data 2021 hanya 25,92% yang melakukan seluruh kegiatan perdagangan melalui e-commerce dan kemudian meningkat menjadi 34,1%.
"Saya kira perkembangan cukup positif, namun demikian saya kira apakah mungkin demikian perkembangan yang cukup positif dari market dan orang atau kuasa yang melakukan usaha ini cukup berkembang sejalan dengan perkembangan teknologinya itu sendiri? Salah satunya melalui TikTok," jelas Tauhid.
Seperti kita ketahui, TikTok yang disebut Indef sebagai player global, telah lama melakukan aktivitasnya di Indonesia dan menjadi pilihan yang cukup besar bagi kalangan dunia usaha baik UMKM maupun usaha besar.
"Dan yang menarik adalah bahwa sepanjang 2023 secara umum penjualan online itu masih relatif rendah, kalau kita lihat dari data Bank Indonesia sampai Mei 2023 masih negatif, artinya perkembangan yang besar bisa jadi menjadi ancaman ketika memang penjualan online sendiri mengalami penurunan meskipun transaksi menggunakan QRIS sudah lebih dari 180 juta," ungkap Tauhid.
Menurut Tauhid, keberadaan TikTok sebenarnya memang pada dasarnya juga memiliki peluang, tetapi juga ancaman. Peluangnya bisa saja volume dan transaksi mengalami peningkatan, tetapi ownership dari produk-produknya belum tentu kita miliki.
"Mudah-mudahan kita memberikan pilihan kebijakan yang terbaik meskipun kita tahu Pak Menteri koperasi dan UMKM telah melakukan cukup tajam terhadap kebijakan ini. Apakah maka memang sebenarnya memiliki peluang dan tantangan yang sama atau sebenarnya jauh lebih baik bahkan atau sebaliknya jauh lebih buruk," kata Tauhid.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mengatakan, berdasarkan data Google Temasek dan Bain pada 2022 bahwa akan ada kenaikan e-commerce dari tahun lalu di USD59 miliar menjadi USD95 miliar atau kenaikan CAGR-nya 17%. Perkembangan ini menjadi satu potensi yang sangat besar terutama di wilayah Asia maupun Asia Tenggara.
"Perkembangan digital ekonomi sendiri juga meningkat cukup tajam dari USD77 miliar menjadi USD130 miliar di Indonesia begitu dan sebagian besar berada pada wilayah e-commerce," ungkap Tauhid dalam sambutannya di Diskusi Publik "Project S TikTok: Ancaman atau Peluang?", Senin (24/7/2023).
Baca Juga
Hal ini, lanjut Tauhid, sejalan dengan kegiatan usaha yang melakukan e-commerce. Jadi, jika dilihat dari data 2021 hanya 25,92% yang melakukan seluruh kegiatan perdagangan melalui e-commerce dan kemudian meningkat menjadi 34,1%.
"Saya kira perkembangan cukup positif, namun demikian saya kira apakah mungkin demikian perkembangan yang cukup positif dari market dan orang atau kuasa yang melakukan usaha ini cukup berkembang sejalan dengan perkembangan teknologinya itu sendiri? Salah satunya melalui TikTok," jelas Tauhid.
Seperti kita ketahui, TikTok yang disebut Indef sebagai player global, telah lama melakukan aktivitasnya di Indonesia dan menjadi pilihan yang cukup besar bagi kalangan dunia usaha baik UMKM maupun usaha besar.
"Dan yang menarik adalah bahwa sepanjang 2023 secara umum penjualan online itu masih relatif rendah, kalau kita lihat dari data Bank Indonesia sampai Mei 2023 masih negatif, artinya perkembangan yang besar bisa jadi menjadi ancaman ketika memang penjualan online sendiri mengalami penurunan meskipun transaksi menggunakan QRIS sudah lebih dari 180 juta," ungkap Tauhid.
Menurut Tauhid, keberadaan TikTok sebenarnya memang pada dasarnya juga memiliki peluang, tetapi juga ancaman. Peluangnya bisa saja volume dan transaksi mengalami peningkatan, tetapi ownership dari produk-produknya belum tentu kita miliki.
"Mudah-mudahan kita memberikan pilihan kebijakan yang terbaik meskipun kita tahu Pak Menteri koperasi dan UMKM telah melakukan cukup tajam terhadap kebijakan ini. Apakah maka memang sebenarnya memiliki peluang dan tantangan yang sama atau sebenarnya jauh lebih baik bahkan atau sebaliknya jauh lebih buruk," kata Tauhid.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda