Industri Alkes Tak Berkembang Bikin Banyak Perusahaan Mati Suri, Ini Penyebabnya
Selasa, 28 Juli 2020 - 20:33 WIB
JAKARTA - Sekjen Gabungan Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (Gakeslab) Randy Teguh mengungkapkan, faktor penyebab kenapa industri alat kesehatan (alkes) sulit berkembang di Indonesia. Pertama, pajak alat kesehatan di tanah air tertinggi di antara negara ASEAN lainnya.
"Hal ini membuat harga alat kesehatan di Indonesia kurang kompetitif," kata Randy dalam diskusi secara virtual, Selasa (28/7/2020).
(Baca Juga: Ramal Bakal Ada Pandemi Lebih Dahsyat, Menperin Perkuat Industri Kesehatan )
Pebyebab lainnya, lantaran masalah keterlambatan pembayaran oleh banyak rumah sakit. “Masalah keterlambatan pembayaran atau kredit macet juga menjadi salah satu faktor. Bahkan ada rumah sakit yang sudah ulang tahun ke dua belum bisa melakukan pembayaran,” jelasnya
Selain itu tidak adanya insentif bagi industri alat kesehatan seperti tax holiday. Dalam hal ini insentif hanya dikucurkan, appabila nilai investasinya mencapai Rp500 miliar. “Untuk industri alat kesehatan modal Rp40 miliar saja sudah cukup. Nah ini yang membuat investor enggan berinvestasi,” ungkapnya.
(Baca Juga: Industri Alkes Diharapkan Masuk Program Pengurangan impor 35% )
Tak hanya itu, investor lokal juga tidak berkembang karena tidak ada jaminan produknya akan dibeli oleh pasar. “Sejak tiga tahun lalu, dari 15 anggota kami kini setengahnya sudah mati suri, bahkan 2 sudah tutup. Hal ini dikarenakan tak ada jaminan pasar membeli produk dari kami,” tutupnya
Ia menambahkan, dengan tidak berkembangnya industri alat kesehatan membuat produksi sangat rendah. Hasilnya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus mengimpor dari luar.
“Hal ini menjadi penyebab kenapa biaya kesehatan di Indonesia lebih mahal. Ada kasus pasang ring di Jantung di Penang, Malaysia lebih murah dibandingkan di Jakarta,” pungkasnya.
Lihat Juga: Transformasi Layanan Kesehatan Jadi Fokus Meningkatkan Kualitas dan Aksesibilitas Perawatan
"Hal ini membuat harga alat kesehatan di Indonesia kurang kompetitif," kata Randy dalam diskusi secara virtual, Selasa (28/7/2020).
(Baca Juga: Ramal Bakal Ada Pandemi Lebih Dahsyat, Menperin Perkuat Industri Kesehatan )
Pebyebab lainnya, lantaran masalah keterlambatan pembayaran oleh banyak rumah sakit. “Masalah keterlambatan pembayaran atau kredit macet juga menjadi salah satu faktor. Bahkan ada rumah sakit yang sudah ulang tahun ke dua belum bisa melakukan pembayaran,” jelasnya
Selain itu tidak adanya insentif bagi industri alat kesehatan seperti tax holiday. Dalam hal ini insentif hanya dikucurkan, appabila nilai investasinya mencapai Rp500 miliar. “Untuk industri alat kesehatan modal Rp40 miliar saja sudah cukup. Nah ini yang membuat investor enggan berinvestasi,” ungkapnya.
(Baca Juga: Industri Alkes Diharapkan Masuk Program Pengurangan impor 35% )
Tak hanya itu, investor lokal juga tidak berkembang karena tidak ada jaminan produknya akan dibeli oleh pasar. “Sejak tiga tahun lalu, dari 15 anggota kami kini setengahnya sudah mati suri, bahkan 2 sudah tutup. Hal ini dikarenakan tak ada jaminan pasar membeli produk dari kami,” tutupnya
Ia menambahkan, dengan tidak berkembangnya industri alat kesehatan membuat produksi sangat rendah. Hasilnya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus mengimpor dari luar.
“Hal ini menjadi penyebab kenapa biaya kesehatan di Indonesia lebih mahal. Ada kasus pasang ring di Jantung di Penang, Malaysia lebih murah dibandingkan di Jakarta,” pungkasnya.
Lihat Juga: Transformasi Layanan Kesehatan Jadi Fokus Meningkatkan Kualitas dan Aksesibilitas Perawatan
(akr)
tulis komentar anda