Konektivitas Tanpa Batas, Tol Trans Sumatera Mulai Dirasakan Masyarakat
Rabu, 29 Juli 2020 - 13:12 WIB
Tak hanya sektor logistik, industri automotif pun yakin akan mendapat berkah dari adanya JTTS. “Tentu dengan adanya JTTS, mobilitas masyarakat akan meningkat dan membutuhkan kendaraan. Terutama kendaraan jenis komersial karena adanya kawasan-kawasan industri dan kawasan ekonomi lain yang berkembang,” tegas Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara.
Dia menilai, dengan adanya JTTS yang dibangun oleh Hutama Karya itu, konektivitas antarwilayah menjadi lebih mudah. Tak hanya itu, dengan adanya pusat perekonomian baru, maka pendapatan masyarakat ikut terdongkrak. “Sehingga masyarakat yang naik kelas akan membutuhkan sarana mobilitas. Kami yakin, penjualan mobil di Sumatera dalam beberapa tahun mendatang akan meningkat,” tuturnya.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, pemerintah berkomitmen melanjutkan cita-cita Nawacita terkait pembangunan sejumlah kawasan industri prioritas di luar Jawa. Pengembangan kawasan industri prioritas pada 2020–2024 difokuskan pada pengembangan industri berbasis agro, minyak dan gas bumi, logam, serta batu bara.
Pulau Sumatera menjadi kawasan yang memiliki kekuatan di industri-industri tersebut. Infrastruktur jalan merupakan kebutuhan mendasar untuk menghubungkan masyarakat dan perniagaan dengan pekerjaan, layanan, pasar, mengurangi biaya logistik, dan merangsang pertumbuhan industri nasional.
Sebagai pulau terbesar kedua di Indonesia, Sumatera tak bisa dipandang sebelah mata. Pulau ini memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Dengan sumber daya alam dan komoditas berlimpah, mulai karet, kelapa sawit, kopi, minyak bumi, batu bara, dan gas alam, perekonomian Sumatera menjadi penting bagi stabilitas dan pertumbuhan di kawasan tersebut. (Baca juga: Tengku Zulkarnain Blak-blakan Tolak Tawaran Jabatan dari Rezim)
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yogo meyakini, pertumbuhan ekonomi di kawasan yang dilintasi JTTS akan cepat terwujud apabila ada sinergi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah. Dia memberikan saran, harus segera dibicarakan dan dirancang skemanya agar keberadaan JTTS bisa memberikan dampak ekonomi yang maksimal bagi masyarakat wilayah yang dilalui oleh JTTS. “Jangan sampai seperti tol trans-Jawa di mana daerah-daerah yang dilintasi ada yang malah tidak berkembang,” ungkapnya.
Dia memaparkan, dari hasil kajian yang dilakukan, kawasan seperti Indramayu, Brebes, Tegal, Pemalang, dan Batang, justru tidak mendapatkan dampak ekonomi dari keberadaan tol trans-Jawa. “Sehingga perlu bagi pemerintah daerah untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan pemerintah pusat ataupun Hutama Karya untuk segera merumuskan kebijakan yang tepat,” paparnya.
Misalnya, pembangunan infrastruktur ke daerah-daerah sehingga JTTS bisa memiliki konektivitas langsung dengan pusat-pusat ekonomi baru, termasuk kawasan pariwisata di Sumatera. “Bisa dengan melakukan kolaborasi antara BUMD dan Hutama Karya sebagai BUMN,” paparnya. Sebab, lanjut Nirwono, apabila tidak dilakukan sejak dini, dikhawatirkan pengembangan infrastruktur lanjutan yang dilakukan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah daerah.
“Di sini pemda yang harus proaktif untuk melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait,” cetusnya. Namun demikian, Nirwono meyakini bahwa dampak positif keberadaan JTTS sangat besar bagi perekonomian nasional. “JTTS ini memiliki daya ungkit yang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” tegasnya.
Sementara CEO Property Excellent & Advisory F Rach Suherman menilai, kawasan-kawasan ekonomi baru di sekitar JTTS bisa dikembangkan oleh Hutama Karya dengan menyinergiskan anak-anak usahanya. Misalnya dengan melakukan pengembangan kota baru. Apalagi, Hutama Karya memiliki anak usaha di sektor konstruksi dan properti. “Anak-anak usaha itu bisa dimaksimalkan sehingga bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Tentu saja tetap memperhatikan demand masyarakat,” katanya.
Dia menilai, dengan adanya JTTS yang dibangun oleh Hutama Karya itu, konektivitas antarwilayah menjadi lebih mudah. Tak hanya itu, dengan adanya pusat perekonomian baru, maka pendapatan masyarakat ikut terdongkrak. “Sehingga masyarakat yang naik kelas akan membutuhkan sarana mobilitas. Kami yakin, penjualan mobil di Sumatera dalam beberapa tahun mendatang akan meningkat,” tuturnya.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, pemerintah berkomitmen melanjutkan cita-cita Nawacita terkait pembangunan sejumlah kawasan industri prioritas di luar Jawa. Pengembangan kawasan industri prioritas pada 2020–2024 difokuskan pada pengembangan industri berbasis agro, minyak dan gas bumi, logam, serta batu bara.
Pulau Sumatera menjadi kawasan yang memiliki kekuatan di industri-industri tersebut. Infrastruktur jalan merupakan kebutuhan mendasar untuk menghubungkan masyarakat dan perniagaan dengan pekerjaan, layanan, pasar, mengurangi biaya logistik, dan merangsang pertumbuhan industri nasional.
Sebagai pulau terbesar kedua di Indonesia, Sumatera tak bisa dipandang sebelah mata. Pulau ini memiliki peran penting dalam perekonomian nasional. Dengan sumber daya alam dan komoditas berlimpah, mulai karet, kelapa sawit, kopi, minyak bumi, batu bara, dan gas alam, perekonomian Sumatera menjadi penting bagi stabilitas dan pertumbuhan di kawasan tersebut. (Baca juga: Tengku Zulkarnain Blak-blakan Tolak Tawaran Jabatan dari Rezim)
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yogo meyakini, pertumbuhan ekonomi di kawasan yang dilintasi JTTS akan cepat terwujud apabila ada sinergi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah. Dia memberikan saran, harus segera dibicarakan dan dirancang skemanya agar keberadaan JTTS bisa memberikan dampak ekonomi yang maksimal bagi masyarakat wilayah yang dilalui oleh JTTS. “Jangan sampai seperti tol trans-Jawa di mana daerah-daerah yang dilintasi ada yang malah tidak berkembang,” ungkapnya.
Dia memaparkan, dari hasil kajian yang dilakukan, kawasan seperti Indramayu, Brebes, Tegal, Pemalang, dan Batang, justru tidak mendapatkan dampak ekonomi dari keberadaan tol trans-Jawa. “Sehingga perlu bagi pemerintah daerah untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan pemerintah pusat ataupun Hutama Karya untuk segera merumuskan kebijakan yang tepat,” paparnya.
Misalnya, pembangunan infrastruktur ke daerah-daerah sehingga JTTS bisa memiliki konektivitas langsung dengan pusat-pusat ekonomi baru, termasuk kawasan pariwisata di Sumatera. “Bisa dengan melakukan kolaborasi antara BUMD dan Hutama Karya sebagai BUMN,” paparnya. Sebab, lanjut Nirwono, apabila tidak dilakukan sejak dini, dikhawatirkan pengembangan infrastruktur lanjutan yang dilakukan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah daerah.
“Di sini pemda yang harus proaktif untuk melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait,” cetusnya. Namun demikian, Nirwono meyakini bahwa dampak positif keberadaan JTTS sangat besar bagi perekonomian nasional. “JTTS ini memiliki daya ungkit yang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” tegasnya.
Sementara CEO Property Excellent & Advisory F Rach Suherman menilai, kawasan-kawasan ekonomi baru di sekitar JTTS bisa dikembangkan oleh Hutama Karya dengan menyinergiskan anak-anak usahanya. Misalnya dengan melakukan pengembangan kota baru. Apalagi, Hutama Karya memiliki anak usaha di sektor konstruksi dan properti. “Anak-anak usaha itu bisa dimaksimalkan sehingga bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Tentu saja tetap memperhatikan demand masyarakat,” katanya.
tulis komentar anda