TikTok Disebut Lakukan Praktik Monopoli, Asosiasi E-Commerce Buka Suara
Sabtu, 09 September 2023 - 06:54 WIB
JAKARTA - Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) buka suara terkait dengan platform TikTok yang disebut melakukan praktik monopoli karena menggabungkan antara sosial media dengan e-commerce secara bersamaan. Ketua Umum idEA Bima Laga mengatakan, yang berhak menilai apakah kegiatan yang dilakukan merupakan praktik monopoli adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
"Yang berhak menentukan monopoli tentunya kita memiliki lembaga, KPPU," kata Bima kepada awak media, Jumat (8/9/2023).
Menurut Bima, sebagai lembaga yang diciptakan untuk mengawasi persaingan usaha, KPPU memiliki penilaian yang terukur.
Dia mencontohkan platform e-commerce yang memiliki metode pembayaran sendiri dengan tujuan untuk memudahkan pelanggan. Apakah kemudian hal tersebut dikategorikan praktik monopoli, menurutnya harus dilakukan penilaian terukur.
"Saya gak bisa bilang itu monopoli sampai ada panilaian secara market dominasinya, apakah ada sejenis. Karena monopoli itu banyak artinya, kalau misalnya gak ada pembayaran lain yang digunakan, kalau ada pembayaran lain ya mungkin gak disebut monopoli," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menilai bahwa penggabungan e-commerce dan media sosial merupakan sebuah praktik monopoli.
"Kita tahu dari survei, dari riset orang belanja di online itu di navigasi dipengaruhi oleh perbincangan di media sosial, ini satu, apalagi nanti payment systemnya sama, sekarang lagi diusulkan pembiayaan, semua logistiknya mereka semua, ini namanya monopoli," tegas Teten dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI dan Menteri Investasi/Kepala BKPM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah bisa bersikap tegas untuk melindungi para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) seperti yang dilakukan Amerika dan India.
"India pun berani menolak TikTok Kenapa kita nggak? Amerika juga melarang TikTok, misalnya untuk jualannya boleh, tapi nggak boleh disatukan dengan media sosial," ucapnya.
"Yang berhak menentukan monopoli tentunya kita memiliki lembaga, KPPU," kata Bima kepada awak media, Jumat (8/9/2023).
Menurut Bima, sebagai lembaga yang diciptakan untuk mengawasi persaingan usaha, KPPU memiliki penilaian yang terukur.
Dia mencontohkan platform e-commerce yang memiliki metode pembayaran sendiri dengan tujuan untuk memudahkan pelanggan. Apakah kemudian hal tersebut dikategorikan praktik monopoli, menurutnya harus dilakukan penilaian terukur.
"Saya gak bisa bilang itu monopoli sampai ada panilaian secara market dominasinya, apakah ada sejenis. Karena monopoli itu banyak artinya, kalau misalnya gak ada pembayaran lain yang digunakan, kalau ada pembayaran lain ya mungkin gak disebut monopoli," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menilai bahwa penggabungan e-commerce dan media sosial merupakan sebuah praktik monopoli.
"Kita tahu dari survei, dari riset orang belanja di online itu di navigasi dipengaruhi oleh perbincangan di media sosial, ini satu, apalagi nanti payment systemnya sama, sekarang lagi diusulkan pembiayaan, semua logistiknya mereka semua, ini namanya monopoli," tegas Teten dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI dan Menteri Investasi/Kepala BKPM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah bisa bersikap tegas untuk melindungi para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) seperti yang dilakukan Amerika dan India.
"India pun berani menolak TikTok Kenapa kita nggak? Amerika juga melarang TikTok, misalnya untuk jualannya boleh, tapi nggak boleh disatukan dengan media sosial," ucapnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda