Utang AS Bengkak Rp7.791 Triliun dalam 20 Hari, Kini Tembus Rp522.053 T
Minggu, 15 Oktober 2023 - 21:48 WIB
WASHINGTON - Utang nasional Amerika Serikat (AS) melonjak lebih dari USD500 miliar atau setara Rp7.791 triliun (Kurs Rp15.583 per USD) hanya dalam 20 hari hingga total mencapai USD33,5 triliun. Hal itu berdasarkan data yang dibeberkan oleh Kementerian Keuangan AS pada pertengahan bulan lalu.
Kementerian Keuangan Amerika pada tanggal 18 September, melaporkan bahwa jumlah uang yang dipinjam oleh pemerintah federal untuk menutupi biaya operasional mencapai USD33,04 triliun yang jika dirupiahkan mencapai Rp522.053 triliun. Washington membutuhkan waktu tiga bulan untuk mendorongnya dari USD32 triliun ke level yang dicapai saat ini.
Plafon utang yang secara hukum ditetapkan sebesar USD31,4 triliun, telah dilampaui pada Januari 2023. Total output ekonomi AS hanya USD25,46 triliun, yang berarti bahwa ekonomi harus tumbuh sebesar 33,5% untuk menutupi utang nasional.
Gedung Putih telah menekan kongres untuk mencabut batas utang tersebut. Pada 3 Juni, Presiden Joe Biden menandatangani RUU utang bipartisan yang memungkinkan batas tersebut dicabut hingga Januari 2025, sehingga mencegah default yang menghancurkan ekonomi.
Kemudian kesepakatan untuk menaikkan batas utang diperdebatkan dengan sengit oleh Partai Republik dan Demokrat selama berminggu-minggu. Perselisihan berkepanjangan mengenai prioritas pengeluaran menempatkan persetujuan tindakan itu dalam risiko di tengah kekhawatiran bahwa Partai Republik, yang memegang mayoritas di DPR akan menolak untuk mendukung Undang-Undang Tanggung Jawab Fiskal.
Default akan membatasi kemampuan pemerintah untuk meminjam atau membayar tagihannya, kemungkinan bisa memicu malapetaka keuangan di luar negeri, dengan dampak negatif besar pada harga dan suku bunga hipotek di negara lain.
Pada Juni, Dewan Perwakilan (DPR) Amerika Serikat (AS) sepakat untuk meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tanggung Jawab Fiskal atau Fiscal Responsibility Act. Dengan kesepakatan tersebut maka plafon utang AS ditangguhkan hingga awal 2025 sekaligus mengakhiri ketakutan banyak pihak mengenai risiko gagal bayar utang AS.
Kementerian Keuangan Amerika pada tanggal 18 September, melaporkan bahwa jumlah uang yang dipinjam oleh pemerintah federal untuk menutupi biaya operasional mencapai USD33,04 triliun yang jika dirupiahkan mencapai Rp522.053 triliun. Washington membutuhkan waktu tiga bulan untuk mendorongnya dari USD32 triliun ke level yang dicapai saat ini.
Plafon utang yang secara hukum ditetapkan sebesar USD31,4 triliun, telah dilampaui pada Januari 2023. Total output ekonomi AS hanya USD25,46 triliun, yang berarti bahwa ekonomi harus tumbuh sebesar 33,5% untuk menutupi utang nasional.
Gedung Putih telah menekan kongres untuk mencabut batas utang tersebut. Pada 3 Juni, Presiden Joe Biden menandatangani RUU utang bipartisan yang memungkinkan batas tersebut dicabut hingga Januari 2025, sehingga mencegah default yang menghancurkan ekonomi.
Kemudian kesepakatan untuk menaikkan batas utang diperdebatkan dengan sengit oleh Partai Republik dan Demokrat selama berminggu-minggu. Perselisihan berkepanjangan mengenai prioritas pengeluaran menempatkan persetujuan tindakan itu dalam risiko di tengah kekhawatiran bahwa Partai Republik, yang memegang mayoritas di DPR akan menolak untuk mendukung Undang-Undang Tanggung Jawab Fiskal.
Default akan membatasi kemampuan pemerintah untuk meminjam atau membayar tagihannya, kemungkinan bisa memicu malapetaka keuangan di luar negeri, dengan dampak negatif besar pada harga dan suku bunga hipotek di negara lain.
Pada Juni, Dewan Perwakilan (DPR) Amerika Serikat (AS) sepakat untuk meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tanggung Jawab Fiskal atau Fiscal Responsibility Act. Dengan kesepakatan tersebut maka plafon utang AS ditangguhkan hingga awal 2025 sekaligus mengakhiri ketakutan banyak pihak mengenai risiko gagal bayar utang AS.
(akr)
tulis komentar anda