Biayai Perang Lawan Hamas, Israel Usul Tambah Anggaran Negara Rp126 Triliun
Minggu, 19 November 2023 - 07:57 WIB
TEL AVIV - Bank Sentral Israel mengatakan, bahwa amandemen yang diusulkan untuk anggaran negara tidak disepakati dan pemerintah perlu menunjukkan lebih banyak tanggung jawab fiskal dalam menangani dampak ekonomi dari perang dengan Hamas di Gaza.
Peringatan bank sentral datang setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Selasa malam memberikan persetujuan awal untuk perubahan anggaran.
Seperti dilansir Reuters, Netanyahu dan menteri keuangannya hanya mengatakan bahwa anggaran perang yang diusulkan akan didanai dengan meningkatkan defisit, menyalurkan dana dari kementerian, dan memotong anggaran kontroversial yang disepakati dalam kesepakatan koalisi dengan partai-partai ultra-Ortodoks dan nasionalis. Namun mereka tidak memberikan angka spesifik.
Meski begitu, Anggaran yang diubah akan membutuhkan persetujuan kabinet dan parlemen. "Di samping kebutuhan untuk memberikan respons terhadap kebutuhan anggaran yang diciptakan oleh perang, bahkan di saat-saat darurat sangat penting untuk mempertahankan kerangka fiskal yang bertanggung jawab," kata Bank of Israel.
Sementara itu Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengusulkan, peningkatananggaran 2023 sebesar 31 miliar shekel atau USD8,21 miliar setara Rp126 triliun (Kurs Rp15.357/USD) – dengan 22 miliar shekel masuk ke kementerian pertahanan dan 9 miliar untuk pengeluaran sipil. Bersamaan dengan hal itu ada pengurangan pengeluaran sebesar 4 miliar shekel.
Pemotongan 4 miliar shekel itu, menurut bank sentral, "tidak besar dan karena itu kontribusinya untuk memperkuat kredibilitas komitmen pemerintah terhadap penyesuaian fiskal untuk biaya perang".
Pemerintah harus memotong anggaran 2024 untuk membantu menutupi pengeluaran tahun ini, termasuk dana perjanjian koalisi, yang telah diperingatkan oleh para ekonom akan merugikan pertumbuhan, katanya.
Dana tersebut yakni yang disetujui oleh Netanyahu untuk dibayarkan kepada partai-partai ultra-Ortodoks dan sayap kanan, pro-pemukim untuk mengamankan koalisinya yang berkuasa. Hal itu menjadi sangat kontroversial karena banyak uang akan mendorong orang-orang ultra-Ortodoks, yang dibebaskan dari wajib militer, untuk tetap berada di luar angkatan kerja.
Peringatan bank sentral datang setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Selasa malam memberikan persetujuan awal untuk perubahan anggaran.
Baca Juga
Seperti dilansir Reuters, Netanyahu dan menteri keuangannya hanya mengatakan bahwa anggaran perang yang diusulkan akan didanai dengan meningkatkan defisit, menyalurkan dana dari kementerian, dan memotong anggaran kontroversial yang disepakati dalam kesepakatan koalisi dengan partai-partai ultra-Ortodoks dan nasionalis. Namun mereka tidak memberikan angka spesifik.
Meski begitu, Anggaran yang diubah akan membutuhkan persetujuan kabinet dan parlemen. "Di samping kebutuhan untuk memberikan respons terhadap kebutuhan anggaran yang diciptakan oleh perang, bahkan di saat-saat darurat sangat penting untuk mempertahankan kerangka fiskal yang bertanggung jawab," kata Bank of Israel.
Sementara itu Menteri Keuangan Bezalel Smotrich mengusulkan, peningkatananggaran 2023 sebesar 31 miliar shekel atau USD8,21 miliar setara Rp126 triliun (Kurs Rp15.357/USD) – dengan 22 miliar shekel masuk ke kementerian pertahanan dan 9 miliar untuk pengeluaran sipil. Bersamaan dengan hal itu ada pengurangan pengeluaran sebesar 4 miliar shekel.
Pemotongan 4 miliar shekel itu, menurut bank sentral, "tidak besar dan karena itu kontribusinya untuk memperkuat kredibilitas komitmen pemerintah terhadap penyesuaian fiskal untuk biaya perang".
Pemerintah harus memotong anggaran 2024 untuk membantu menutupi pengeluaran tahun ini, termasuk dana perjanjian koalisi, yang telah diperingatkan oleh para ekonom akan merugikan pertumbuhan, katanya.
Dana tersebut yakni yang disetujui oleh Netanyahu untuk dibayarkan kepada partai-partai ultra-Ortodoks dan sayap kanan, pro-pemukim untuk mengamankan koalisinya yang berkuasa. Hal itu menjadi sangat kontroversial karena banyak uang akan mendorong orang-orang ultra-Ortodoks, yang dibebaskan dari wajib militer, untuk tetap berada di luar angkatan kerja.
(akr)
tulis komentar anda