Butuh Insentif dan Tarif Atraktif untuk Akselerasi Pengembangan Panas Bumi

Senin, 15 Januari 2024 - 18:07 WIB
Direktur Eksekutif ReforMiner Institut Komaidi Notonegoro mengatakan, di tengah kendala yang ada, panas bumi sejatinya adalah sumber energi terbarukan yang paling potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Tak hanya mampu menekan emisi karbon dalam rangka pencapaian Net Zero Emission (NZE) 2060, namun juga paling sesuai sebagai pembangkit listrik base load yang dapat menggantikan pembangkit berbahan bakar batu bara.

Komaidi menambahkan, hingga saat ini industri panas bumi juga adalah satu-satunya industri energi baru terbarukan yang memberikan kontribusi secara langsung terhadap PNBP dalam APBN. Sejak 2010 hingga 2022, penerimaan negara dari panas bumi terus meningkat. Jika pada 2010 PNPB panas bumi baru Rp343 miliar, pada 2022 nilainya telah mencapai Rp2,8 triliun.

"Panas bumi juga tidak bergantung pada cuaca, menghasilkan energi yang lebih besar untuk periode produksi yang sama, serta memiliki capacity factor yang lebih besar," paparnya.



Untuk itu, Komaidi berharap persoalan harga panas bumi antara pengembang dan pembeli, juga kebijakan yang mengharuskan harga listrik EBT bersaing dengan pembangkit fosil dapat diselesaikan. "Dibandingkan Amerika Serikat dan Filipina kita kurang atraktif, terutama dalam pemberian stimulus fiskal kepada pengembang panas bumi," tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VII DPR Edy Soeparno menegaskan bahwa DPR sangat mendukung pengembangan panas bumi di dalam negeri. Namun, dia juga mengakui bahwa progres pengembangan PLTP masih lamban. Padahal, PLTP diharapkan menjadi salah satu backbone kelistrikan masa depan Indonesia.

Berdasarkan pada RUEN 2025 dan target bauran EBET sebesar 23% di tahun 2025, pengembangan PLTP memiliki porsi sekitar 7% dari total target atau setara dengan 7,2 GW. Dengan target capaian kapasitas terpasang PLTP tahun 2023 sebesar 2,37 GW, diperlukan upaya pengembangan proyek PLTP sebesar 4,8 GW untuk mencapai target di tahun 2025. "Artinya progres pengembangan PLTP masih sangat lambat," ujarnya.

Terkait dengan itu, Edy mengatakan bahwa upaya meningkatkan panas bumi perlu dilakukan. Hal itu, kata dia, antara lain bisa dilakukan melalui penyiapan skema insentif atau pengaturan tarif yang mempertimbangkan keekonomian proyek PLTP.
(fjo)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More