Indef Bingung, Strategi Perdagangan Indonesia Berorientasi Ekspor atau Impor?
Rabu, 12 Agustus 2020 - 13:06 WIB
JAKARTA - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian menilai bahwa Indonesia belum memiliki strategi perdagangan yang jelas. Sementara, negara-negara maju memiliki strategi perdagangan baik yang positif (surplus) atau pun negatif (defisit).
"Indonesia belum jelas strategi perdagangan export oriented atau import oriented?" katanya dalam diskusi secara virtual, Rabu (12/8/2020).
(Baca Juga: Cadev Naik Saat Ekspor dan Devisa Pariwisata Anjlok Sinyal Abnormal, Apa Jawabannya)
Dia menjelaskan, Jerman dan Jepang memilih strategi perdagangan dan pembangunan ekonominya berbasis ekspor . Sehingga, kedua negara tersebut mendorong pelaku usahanya untuk membidik pasar-pasar luar negeri. "Jadi wajar kalau neraca perdagangan kedua negara itu positif," jelasnya.
Sedangkan Inggris, lanjut dia, neraca perdagangannya negatif (defisit). Sebab, strategi negara Ratu Elizabeth itu adalah menargetkan impor dengan kualitas tinggi, namun harga rendah.
(Baca Juga: Impor Mainan China Tetap Deras di Tengah Pandemi, Pengusaha: SNI-nya Palsu)
"Tapi Inggris bisa tetap menjadi negara besar karena mereka menargetkan impor-impor barang yang berkualitas dengan harga yang murah," terangnya. Dengan demikian, sambung Dzulfian, yang diuntungkan dalam strategi ini adalah konsumen atau penduduk negaranya. "Nah pertanyaannya, Indonesia mau memilih yang yang mana? Export oriented atau import oriented?" cetusnya.
"Indonesia belum jelas strategi perdagangan export oriented atau import oriented?" katanya dalam diskusi secara virtual, Rabu (12/8/2020).
(Baca Juga: Cadev Naik Saat Ekspor dan Devisa Pariwisata Anjlok Sinyal Abnormal, Apa Jawabannya)
Dia menjelaskan, Jerman dan Jepang memilih strategi perdagangan dan pembangunan ekonominya berbasis ekspor . Sehingga, kedua negara tersebut mendorong pelaku usahanya untuk membidik pasar-pasar luar negeri. "Jadi wajar kalau neraca perdagangan kedua negara itu positif," jelasnya.
Sedangkan Inggris, lanjut dia, neraca perdagangannya negatif (defisit). Sebab, strategi negara Ratu Elizabeth itu adalah menargetkan impor dengan kualitas tinggi, namun harga rendah.
(Baca Juga: Impor Mainan China Tetap Deras di Tengah Pandemi, Pengusaha: SNI-nya Palsu)
"Tapi Inggris bisa tetap menjadi negara besar karena mereka menargetkan impor-impor barang yang berkualitas dengan harga yang murah," terangnya. Dengan demikian, sambung Dzulfian, yang diuntungkan dalam strategi ini adalah konsumen atau penduduk negaranya. "Nah pertanyaannya, Indonesia mau memilih yang yang mana? Export oriented atau import oriented?" cetusnya.
(fai)
tulis komentar anda