Biang Kerok Krisis Properti China, Evergrande Bakal Dibubarkan
Rabu, 31 Januari 2024 - 08:51 WIB
JAKARTA - Pengadilan di Hong Kong telah memerintahkan pembubaran Evergrande Group , pengembang properti dengan utang terbesar di dunia, yang memberikan pukulan lain pada kepercayaan investor karena sektor real estat China yang sedang sakit terus membebani perekonomian.
Perintah likuidasi dibuat oleh Pengadilan Tinggi Kota pada Senin (29/1), muncul setelah raksasa real estat China yang sedang diperangi dan para kreditor luar negerinya gagal menyepakati restrukturisasi utang besar perusahaan selama pembicaraan berlangsung selama 19 bulan.
"Menurut saya, kepentingan para kreditur akan lebih terlindungi jika perusahaan dibubarkan oleh pengadilan, sehingga para likuidator independen dapat mengambil alih kendali atas perusahaan," ujar Hakim Linda Chan dalam putusan yang diterbitkan, dikutip dari CNN, Rabu (31/1/2024).
Evergrande gagal membayar utang pada tahun 2021, memicu krisis properti dalam perekonomian China, yang masih terus merasakan dampak hingga sekarang. Pengembang yang berbasis di Shenzhen ini, dengan total kewajiban 2,39 triliun yuan atau USD333 miliar pada akhir Juni tahun lalu, mengajukan kebangkrutan di New York pada 2023.
Dokumen pengadilan menujukkan kreditur luar negeri berhutang USD25 miliar dan salah satu dari mereka Top Shine Global mengajukan permohonan pembubaran terhadap Evergrande di Hong Kong pada bulan Juni 2022 dalam upaya untuk memulihkan sebagian kerugian.
Pengadilan telah menunjuk Alvarez dan Marsal sebagai likuidator untuk mengelola perusahaan, kata Evergrande dalam sebuah pengajuan ke bursa saham Hong Kong. Kurator akan memiliki wewenang untuk menyita aset-aset Evergrande di Hong Kong seperti menara perkantoran grup yang terletak di distrik komersial Wan Chai dan menjualnya untuk menggalang dana, tetapi implikasinya terhadap bisnis perusahaan yang sangat luas masih belum jelas.
CEO Evergrande, Xiao En, mengatakan perintah likuidasi tersebut tidak mempengaruhi operasi anak perusahaan yang merupakan badan hukum independen, termasuk bisnis pengembangan properti utama, Hengda Real Estate Group, yang memiliki sebagian besar asetnya di daratan China.
Perintah likuidasi dibuat oleh Pengadilan Tinggi Kota pada Senin (29/1), muncul setelah raksasa real estat China yang sedang diperangi dan para kreditor luar negerinya gagal menyepakati restrukturisasi utang besar perusahaan selama pembicaraan berlangsung selama 19 bulan.
"Menurut saya, kepentingan para kreditur akan lebih terlindungi jika perusahaan dibubarkan oleh pengadilan, sehingga para likuidator independen dapat mengambil alih kendali atas perusahaan," ujar Hakim Linda Chan dalam putusan yang diterbitkan, dikutip dari CNN, Rabu (31/1/2024).
Evergrande gagal membayar utang pada tahun 2021, memicu krisis properti dalam perekonomian China, yang masih terus merasakan dampak hingga sekarang. Pengembang yang berbasis di Shenzhen ini, dengan total kewajiban 2,39 triliun yuan atau USD333 miliar pada akhir Juni tahun lalu, mengajukan kebangkrutan di New York pada 2023.
Dokumen pengadilan menujukkan kreditur luar negeri berhutang USD25 miliar dan salah satu dari mereka Top Shine Global mengajukan permohonan pembubaran terhadap Evergrande di Hong Kong pada bulan Juni 2022 dalam upaya untuk memulihkan sebagian kerugian.
Pengadilan telah menunjuk Alvarez dan Marsal sebagai likuidator untuk mengelola perusahaan, kata Evergrande dalam sebuah pengajuan ke bursa saham Hong Kong. Kurator akan memiliki wewenang untuk menyita aset-aset Evergrande di Hong Kong seperti menara perkantoran grup yang terletak di distrik komersial Wan Chai dan menjualnya untuk menggalang dana, tetapi implikasinya terhadap bisnis perusahaan yang sangat luas masih belum jelas.
CEO Evergrande, Xiao En, mengatakan perintah likuidasi tersebut tidak mempengaruhi operasi anak perusahaan yang merupakan badan hukum independen, termasuk bisnis pengembangan properti utama, Hengda Real Estate Group, yang memiliki sebagian besar asetnya di daratan China.
Baca Juga
tulis komentar anda