Habiskan Subsidi Rp45 T dari APBN, Program Gas Murah Industri Tertentu Dievaluasi
Senin, 25 Maret 2024 - 12:54 WIB
Mengacu pada Perpres 121 tahun 2020, 7 sektor industri tertentu penerima gas USD 6 per mmbtu meliputi kelistrikan, pupuk, petrokimia, keramik, baja, sarung tangan dan oleokimia. Sementara berdasarkan data berdasarkan data pemerintah pada tahun 2022, komponen biaya gas dalam struktur produksi ke 7 industri penerima subsidi sangat bervariasi.
Industri pupuk merupakan yang tertinggi dengan komponen biaya gas mencapai 58,48%. Kemudian kaca 24,84%, keramik 17,87%, oleokimia 8,96% dan petrokimia sekitar 7,72%. Kontribusi biaya gas di industri baja sekitar 7,26% dan yang paling rendah industri sarung tangan sebesar 5,90%.
Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang diterbitkan oleh S&P Global. Dalam rilisnya pada 1 Februari 2024, mengungkapkan bahwa ekspansi cepat yang terjadi sektor manufaktur pada awal bulan tahun 2024 karena faktor naiknya permintaan, bukan di dorong oleh daya saing.
S&P Global menyatakan bahwa pertumbuhan sektor manufaktur mengalami percepatan, didukung oleh faktor kenaikan permintaah baru yang lebih cepat karena kondisi permintaan secara keseluruhan membaik dan basis pelanggan naik. Permintaan asing juga membaik, namun kecepatan pertumbuhan permintaan ekspor masih marginal.
Staf ahli menkeu Prof Dr Candra Fajri Ananda menyarakan, pemerintah agar lebih berani mengambil kebijakan secara tegas terhadap keberlanjutan program HGBT. Apalagi hingga tahun kelima progam ini berjalan, sejumlah industri penerima manfaat gagal menaikkan kontribusinya kepada ekonomi nasional.
“Dari 7 sektor industri yang mendapatkan subsisi HGBT industri pupuk paling memiliki multiplier effect. Karena itu, jika kebijakan ini dihentikan harga pupuk dipastikan akan melambung. Karena itu program seperti ini harus lebih difokuskan ke industri yang berdampak pada hajat hidup orang banyak seperti pupuk,” saran Guru Besar Fakultas Ekonomi Unibraw Malang, Prof Dr Candra Fajri Ananda pekan lalu.
Industri pupuk merupakan yang tertinggi dengan komponen biaya gas mencapai 58,48%. Kemudian kaca 24,84%, keramik 17,87%, oleokimia 8,96% dan petrokimia sekitar 7,72%. Kontribusi biaya gas di industri baja sekitar 7,26% dan yang paling rendah industri sarung tangan sebesar 5,90%.
Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang diterbitkan oleh S&P Global. Dalam rilisnya pada 1 Februari 2024, mengungkapkan bahwa ekspansi cepat yang terjadi sektor manufaktur pada awal bulan tahun 2024 karena faktor naiknya permintaan, bukan di dorong oleh daya saing.
S&P Global menyatakan bahwa pertumbuhan sektor manufaktur mengalami percepatan, didukung oleh faktor kenaikan permintaah baru yang lebih cepat karena kondisi permintaan secara keseluruhan membaik dan basis pelanggan naik. Permintaan asing juga membaik, namun kecepatan pertumbuhan permintaan ekspor masih marginal.
Staf ahli menkeu Prof Dr Candra Fajri Ananda menyarakan, pemerintah agar lebih berani mengambil kebijakan secara tegas terhadap keberlanjutan program HGBT. Apalagi hingga tahun kelima progam ini berjalan, sejumlah industri penerima manfaat gagal menaikkan kontribusinya kepada ekonomi nasional.
“Dari 7 sektor industri yang mendapatkan subsisi HGBT industri pupuk paling memiliki multiplier effect. Karena itu, jika kebijakan ini dihentikan harga pupuk dipastikan akan melambung. Karena itu program seperti ini harus lebih difokuskan ke industri yang berdampak pada hajat hidup orang banyak seperti pupuk,” saran Guru Besar Fakultas Ekonomi Unibraw Malang, Prof Dr Candra Fajri Ananda pekan lalu.
(akr)
tulis komentar anda