Potensi Digitalisasi Transaksi di Sektor Kakao Indonesia Capai Rp11,1 Triliun
Jum'at, 10 Mei 2024 - 18:34 WIB
Dana ini dapat digunakan untuk membantu penanaman kembali serta peremajaan pohon maupun tanah.
Executive Director, Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro), Insan Syafaat mengatakan, bahwa petani kakao dan pelaku usaha lainnya dalam supply chain sektor ini menghadapi tantangan besar dalam mengakses modal untuk kebutuhan perkebunan.
"Menerapkan pembayaran digital untuk penjualan hasil panen dan pengumpulan data dapat membantu penyedia jasa keuangan melakukan proses credit-scoring yang lebih baik dan mengurangi risiko saat memberikan pinjaman kepada para petani," tukas Insan Syafaat.
Selain itu, sambung Insan Syafaat, perusahaan yang berkomitmen untuk meningkatkan sustainability di sektor ini dapat ikut membantu memperluas inklusi keuangan bagi para petani dengan berbagi data.
"Untuk mengoptimalkan peluang dalam digitalisasi pembayaran, diperlukan komitmen yang kuat dan kemitraan kreatif yang melibatkan para stakeholder yaitu petani, pedagang, perusahaan kakao, penyedia jasa keuangan (FSP), dan pemerintah," tutupnya.
Pihaknya rekomendasikan uji coba pembayaran digital di sektor agrikultur melalui TPAKD. Selain itu, lanjut dia, perlu diperluas infrastruktur pembayaran digital berbiaya rendah seperti QRIS untuk memperkuat ekosistem pembayaran digital di daerah tepencil, dan penyaluran dana subsidi secara digital melalui Kartu Tani
"Kami juga memprioritaskan digitalisasi pembayaran untuk para pedagang dan petani saat melakukan pembelian kebutuhan mereka," imbuhnya.
Rekomendasi lain, tambahnya mencakup dukungan untuk melakukan collaborative data-sharing bersama dengan penyedia jasa keuangan untuk memperluas layanannya, terutama kredit usaha untuk para petani.
"Kami juga mengajak penyedia jasa keuangan untuk memanfaatkan peluang ini dengan menyediakan layanannya untuk pemasok yang ‘bersertifikat,' memenuhi kebutuhan likuiditas pedagang, dan meningkatkan transparansi arus keuangan serta mendorong penerapan pembayaran digital bagi petani kakao," bebernya.
Executive Director, Partnership for Indonesia's Sustainable Agriculture (PISAgro), Insan Syafaat mengatakan, bahwa petani kakao dan pelaku usaha lainnya dalam supply chain sektor ini menghadapi tantangan besar dalam mengakses modal untuk kebutuhan perkebunan.
"Menerapkan pembayaran digital untuk penjualan hasil panen dan pengumpulan data dapat membantu penyedia jasa keuangan melakukan proses credit-scoring yang lebih baik dan mengurangi risiko saat memberikan pinjaman kepada para petani," tukas Insan Syafaat.
Selain itu, sambung Insan Syafaat, perusahaan yang berkomitmen untuk meningkatkan sustainability di sektor ini dapat ikut membantu memperluas inklusi keuangan bagi para petani dengan berbagi data.
"Untuk mengoptimalkan peluang dalam digitalisasi pembayaran, diperlukan komitmen yang kuat dan kemitraan kreatif yang melibatkan para stakeholder yaitu petani, pedagang, perusahaan kakao, penyedia jasa keuangan (FSP), dan pemerintah," tutupnya.
Pihaknya rekomendasikan uji coba pembayaran digital di sektor agrikultur melalui TPAKD. Selain itu, lanjut dia, perlu diperluas infrastruktur pembayaran digital berbiaya rendah seperti QRIS untuk memperkuat ekosistem pembayaran digital di daerah tepencil, dan penyaluran dana subsidi secara digital melalui Kartu Tani
"Kami juga memprioritaskan digitalisasi pembayaran untuk para pedagang dan petani saat melakukan pembelian kebutuhan mereka," imbuhnya.
Rekomendasi lain, tambahnya mencakup dukungan untuk melakukan collaborative data-sharing bersama dengan penyedia jasa keuangan untuk memperluas layanannya, terutama kredit usaha untuk para petani.
"Kami juga mengajak penyedia jasa keuangan untuk memanfaatkan peluang ini dengan menyediakan layanannya untuk pemasok yang ‘bersertifikat,' memenuhi kebutuhan likuiditas pedagang, dan meningkatkan transparansi arus keuangan serta mendorong penerapan pembayaran digital bagi petani kakao," bebernya.
(akr)
tulis komentar anda