Bye Bye Dolar AS, Transaksi Rusia dan China 90 Persen Pakai Yuan atau Rubel
Sabtu, 18 Mei 2024 - 21:43 WIB
JAKARTA - Transaksi antara Rusia dan China saat ini dilakukan sebagian besar dengan menggunakan mata uang nasional, apakah itu yuan atau rubel . Hal itu dipastikan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam lawatannya ke Beijing, pada Kamis kemarin.
Saat bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping, pemimpin Rusia itu memuji penguatan kerja sama kedua negara terutama dalam hal perdagangan. Hubungan antara Moskow dan Beijing didasarkan pada "prinsip-prinsip saling menghormati, bertetangga yang baik, dan saling menguntungkan," kata Putin.
Dia menambahkan, bahwa terlepas dari pandemi virus corona dan "beberapa tindakan yang bertujuan membatasi pembangunan kita" oleh negara ketiga, volume perdagangan terus meningkat, karena kedua negara telah membangun portofolio investasi yang solid di berbagai bidang.
Keputusan untuk beralih menggunakan rubel dan yuan dalam setiap transaksi, menurut Putin dilakukan diwaktu yang tepat dan menurutnya telah memberikan dorongan kuat dalam perdagangan Rusia dan China.
"Dorongan kuat untuk memperluas arus perdagangan kami dilakukan berdasarkan keputusan bersama dan diwaktu yang tepat untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan dalam mata uang nasional. Sampai hari ini, 90% dari semua pembayaran dilakukan dalam rubel dan yuan," kata presiden Rusia, Vladimir Putin.
Menurut Putin, omzet perdagangan antara Rusia dan China melonjak hampir 25% pada tahun 2023, mencapai USD227 miliar.
Sebagai informasi semua itu disampaikan Putin dalam kunjungan kenegaraan dua hari ke China, yang mana menjadi perjalanan luar negeri pertamanya sejak pelantikannya untuk masa jabatan kelima sebagai presiden di awal bulan ini.
Para pemimpin Rusia dan China, serta pejabat senior dari kedua negara, akan mengadakan pembicaraan tentang berbagai masalah seperti hubungan bilateral, kerja sama ekonomi dan situasi internasional, termasuk konflik Ukraina.
Presiden Rusia mengatakan, Moskow tidak memilih untuk melakukan " dedolarisasi " dalam ekonomi nasional ataupun internasional, proses ini menurutnya "tak terhindarkan." Putin secara khusus menegur Washington karena menggunakan mata uangnya sebagai "alat tempur," yang katanya bisa merusak kepercayaan global.
Setelah pecahnya perang Ukraina pada Februari 2022, AS memutus bank sentral Rusia dari transaksi dolar dan kemudian melarang ekspor uang kertas dolar ke negara itu. Putin menyebut pembatasan Washington sebagai "kebodohan total" yang hanya berfungsi untuk melemahkan kekuatan AS dan ekonominya.
Saat bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping, pemimpin Rusia itu memuji penguatan kerja sama kedua negara terutama dalam hal perdagangan. Hubungan antara Moskow dan Beijing didasarkan pada "prinsip-prinsip saling menghormati, bertetangga yang baik, dan saling menguntungkan," kata Putin.
Dia menambahkan, bahwa terlepas dari pandemi virus corona dan "beberapa tindakan yang bertujuan membatasi pembangunan kita" oleh negara ketiga, volume perdagangan terus meningkat, karena kedua negara telah membangun portofolio investasi yang solid di berbagai bidang.
Keputusan untuk beralih menggunakan rubel dan yuan dalam setiap transaksi, menurut Putin dilakukan diwaktu yang tepat dan menurutnya telah memberikan dorongan kuat dalam perdagangan Rusia dan China.
"Dorongan kuat untuk memperluas arus perdagangan kami dilakukan berdasarkan keputusan bersama dan diwaktu yang tepat untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan dalam mata uang nasional. Sampai hari ini, 90% dari semua pembayaran dilakukan dalam rubel dan yuan," kata presiden Rusia, Vladimir Putin.
Menurut Putin, omzet perdagangan antara Rusia dan China melonjak hampir 25% pada tahun 2023, mencapai USD227 miliar.
Sebagai informasi semua itu disampaikan Putin dalam kunjungan kenegaraan dua hari ke China, yang mana menjadi perjalanan luar negeri pertamanya sejak pelantikannya untuk masa jabatan kelima sebagai presiden di awal bulan ini.
Para pemimpin Rusia dan China, serta pejabat senior dari kedua negara, akan mengadakan pembicaraan tentang berbagai masalah seperti hubungan bilateral, kerja sama ekonomi dan situasi internasional, termasuk konflik Ukraina.
Presiden Rusia mengatakan, Moskow tidak memilih untuk melakukan " dedolarisasi " dalam ekonomi nasional ataupun internasional, proses ini menurutnya "tak terhindarkan." Putin secara khusus menegur Washington karena menggunakan mata uangnya sebagai "alat tempur," yang katanya bisa merusak kepercayaan global.
Setelah pecahnya perang Ukraina pada Februari 2022, AS memutus bank sentral Rusia dari transaksi dolar dan kemudian melarang ekspor uang kertas dolar ke negara itu. Putin menyebut pembatasan Washington sebagai "kebodohan total" yang hanya berfungsi untuk melemahkan kekuatan AS dan ekonominya.
(akr)
tulis komentar anda