AS Terus Desak G7 Gunakan Bunga Aset Rusia yang Dibekukan untuk Ukraina
Sabtu, 25 Mei 2024 - 19:00 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan Amerika Serikat ( AS ) Janet Yellen mengatakan bahwa dirinya tidak melihat ada penghalang dalam diskusinya dengan sesama menteri keuangan G7 mengenai pinjaman untuk Ukraina yang didukung oleh pendapatan dari aset Rusia yang dibekukan.
Seprti diketahui, Amerika terus mendorong kelompok negara-negara G7 untuk menyalurkan pinjaman sebesar USD50 miliar atau setara Rp796,8 triliun (Kurs Rp15.936 per USD) untuk mendukung Ukraina, dengan memanfaatkan aset-aset Rusia yang disita.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, belum ada kesepahaman soal seberapa jauh penggunaan aset bank sentral Rusia yang disita. AS terus mendesak sekutunya dengan menyatakan bahwa penyitaan dana tersebut dan memberikannya kepada Ukraina adalah sah menurut hukum internasional. Namun, beberapa negara Eropa, termasuk Perancis dan Jerman, khawatir mengenai keabsahan tindakan tersebut serta preseden yang timbul.
Yellen mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara di sela-sela pertemuan para pemimpin keuangan G7 bahwa tidak semua rincian teknis proposal pinjaman perlu diselesaikan akhir pekan ini. "Saya pikir semuanya terlihat cukup baik," kata Yellen setelah beberapa pertemuan bilateral pada hari pertama pertemuan puncak keuangan dua hari di kota resor Stresa di Italia utara.
"Saya belum melihat apa pun yang saya anggap sebagai penghalang, namun ada beberapa masalah yang perlu kita selesaikan dan masyarakat harus fleksibel untuk mencapai titik temu," imbuhnya.
Menteri Keuangan AS telah mendorong rekan-rekannya dalam perundingan tersebut agar setuju untuk meningkatkan pendapatan aset negara Rusia senilai USD300 miliar untuk mendukung pinjaman yang lebih besar bagi Ukraina.
Para pemimpin G7 akan bertemu bulan depan di Puglia, Italia selatan. Kelompok negara industri yang meliputi Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Perancis, Inggris, dan Italia akan membahas hal lain seperti "kelebihan kapasitas" industri China, yang menurutnya mengancam kelangsungan perusahaan di negara-negara yang perekonomiannya didorong oleh pasar.
Pada hari pertama pertemuan G7, beberapa menteri menyatakan kekhawatiran mengenai potensi perang dagang setelah tarif baru AS terhadap barang-barang China, namun menteri keuangan Jerman, Perancis, dan Italia yang menjadi tuan rumah mengatakan bahwa diperlukan upaya bersama untuk melawan meningkatnya kekuatan ekspor negara tersebut.
Seprti diketahui, Amerika terus mendorong kelompok negara-negara G7 untuk menyalurkan pinjaman sebesar USD50 miliar atau setara Rp796,8 triliun (Kurs Rp15.936 per USD) untuk mendukung Ukraina, dengan memanfaatkan aset-aset Rusia yang disita.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, belum ada kesepahaman soal seberapa jauh penggunaan aset bank sentral Rusia yang disita. AS terus mendesak sekutunya dengan menyatakan bahwa penyitaan dana tersebut dan memberikannya kepada Ukraina adalah sah menurut hukum internasional. Namun, beberapa negara Eropa, termasuk Perancis dan Jerman, khawatir mengenai keabsahan tindakan tersebut serta preseden yang timbul.
Yellen mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara di sela-sela pertemuan para pemimpin keuangan G7 bahwa tidak semua rincian teknis proposal pinjaman perlu diselesaikan akhir pekan ini. "Saya pikir semuanya terlihat cukup baik," kata Yellen setelah beberapa pertemuan bilateral pada hari pertama pertemuan puncak keuangan dua hari di kota resor Stresa di Italia utara.
"Saya belum melihat apa pun yang saya anggap sebagai penghalang, namun ada beberapa masalah yang perlu kita selesaikan dan masyarakat harus fleksibel untuk mencapai titik temu," imbuhnya.
Menteri Keuangan AS telah mendorong rekan-rekannya dalam perundingan tersebut agar setuju untuk meningkatkan pendapatan aset negara Rusia senilai USD300 miliar untuk mendukung pinjaman yang lebih besar bagi Ukraina.
Para pemimpin G7 akan bertemu bulan depan di Puglia, Italia selatan. Kelompok negara industri yang meliputi Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Perancis, Inggris, dan Italia akan membahas hal lain seperti "kelebihan kapasitas" industri China, yang menurutnya mengancam kelangsungan perusahaan di negara-negara yang perekonomiannya didorong oleh pasar.
Pada hari pertama pertemuan G7, beberapa menteri menyatakan kekhawatiran mengenai potensi perang dagang setelah tarif baru AS terhadap barang-barang China, namun menteri keuangan Jerman, Perancis, dan Italia yang menjadi tuan rumah mengatakan bahwa diperlukan upaya bersama untuk melawan meningkatnya kekuatan ekspor negara tersebut.
(fjo)
Lihat Juga :
tulis komentar anda