Tapera Membebani, Pekerja Teriak: Kalau Uang Kita Ditabung Akan Kemakan Inflasi
Kamis, 06 Juni 2024 - 15:39 WIB
JAKARTA - Polemik penerapan iuran Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ) masih menjadi perbincangan hangat baik bagi kalangan pekerja dan dunia usaha. Menurut Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, Tapera sebenarnya memiliki niat baik, namun juga membebani masyarakat.
Dalam sesi wawancara yang dilangsungkan pada Kamis (6/6/2024), Timboel mengungkap bahwa Tapera merupakan program jempolan karena upayanya untuk menghadirkan rumah bagi masyarakat. Namun menurutnya program tersebut juga bisa membebani saat dijalankan karena skemanya sendiri belum jelas.
"Kami mendukung Tapera ini karena upaya untuk menghadirkan rumah, cuma kembali persoalannya ketika semangat yang baik membebani pekerja. Kemudian kalaupun kita tabung, tabungan imbal hasilnya apakah seperti BPJS Ketenagakerjaan minimal sama dengan rata-rata deposito bank pemerintah, gak bisa dijamin. Kalau uang yang kita tabung terus dapat bunga di bawah tabungan rata-rata artinya kita akan kemakan inflasi lagi, nilai uang kita akan turun," kata Timboel.
Lebih lanjut ia menyebut, program Tapera tidak akan efektif karena sanksinya sulit diterapkan dan programnya sendiri tumpang tindih dengan program manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan BPJS Ketenagakerjaan.
Dia menilai, sanksi Tapera berupa pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang tidak menjalankan iuaran berbanding terbalik dengan semangat yang selama ini terus digalakkan, yakni semangat untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat.
"Karena pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih sangat bersemangat untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat kita. Artinya pengusaha yang sudah membuka lapangan kerja akan dicabut izinnya, ya akan terjadi pengangguran. Ini kan persoalan yang kontradiktif dan semangatnya tidak untuk kesejahteraan rakyat," tambahnya.
Lebih lanjut, Timboel menyarankan agar Tapera tidak perlu diwajibkan, hanya bersifat sukarela. Pasalnya program tersebut tumpang tindih dengan program MLT Perumahan yang bisa diakses oleh para pekerja secara mandiri sesuai dengan kebutuhannya.
"Tapera itu harus direvisi pasal 7-nya, tidak usah diwajibkan, sukarela saja, karena pihak pekerja swasta sudah punya saluran di MLT Perumahan, yang per akhir tahun 2023 sudah ada 4.4313 pekerja yang mendapatkan akses perumahan dari MLT Perumahan dengan nilai Rp1,19 triliun yang bisa dibilang rata-rata sekitar Rp200 jutaan. Kalau ini dijalankan tidak dapat manfaat, hasilnya tidak jelas, artinya pekerja dan pengusaha akan rugi," tutup Timboel.
Dalam sesi wawancara yang dilangsungkan pada Kamis (6/6/2024), Timboel mengungkap bahwa Tapera merupakan program jempolan karena upayanya untuk menghadirkan rumah bagi masyarakat. Namun menurutnya program tersebut juga bisa membebani saat dijalankan karena skemanya sendiri belum jelas.
"Kami mendukung Tapera ini karena upaya untuk menghadirkan rumah, cuma kembali persoalannya ketika semangat yang baik membebani pekerja. Kemudian kalaupun kita tabung, tabungan imbal hasilnya apakah seperti BPJS Ketenagakerjaan minimal sama dengan rata-rata deposito bank pemerintah, gak bisa dijamin. Kalau uang yang kita tabung terus dapat bunga di bawah tabungan rata-rata artinya kita akan kemakan inflasi lagi, nilai uang kita akan turun," kata Timboel.
Lebih lanjut ia menyebut, program Tapera tidak akan efektif karena sanksinya sulit diterapkan dan programnya sendiri tumpang tindih dengan program manfaat layanan tambahan (MLT) perumahan BPJS Ketenagakerjaan.
Dia menilai, sanksi Tapera berupa pencabutan izin usaha bagi perusahaan yang tidak menjalankan iuaran berbanding terbalik dengan semangat yang selama ini terus digalakkan, yakni semangat untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat.
"Karena pemerintah pusat dan pemerintah daerah masih sangat bersemangat untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat kita. Artinya pengusaha yang sudah membuka lapangan kerja akan dicabut izinnya, ya akan terjadi pengangguran. Ini kan persoalan yang kontradiktif dan semangatnya tidak untuk kesejahteraan rakyat," tambahnya.
Lebih lanjut, Timboel menyarankan agar Tapera tidak perlu diwajibkan, hanya bersifat sukarela. Pasalnya program tersebut tumpang tindih dengan program MLT Perumahan yang bisa diakses oleh para pekerja secara mandiri sesuai dengan kebutuhannya.
"Tapera itu harus direvisi pasal 7-nya, tidak usah diwajibkan, sukarela saja, karena pihak pekerja swasta sudah punya saluran di MLT Perumahan, yang per akhir tahun 2023 sudah ada 4.4313 pekerja yang mendapatkan akses perumahan dari MLT Perumahan dengan nilai Rp1,19 triliun yang bisa dibilang rata-rata sekitar Rp200 jutaan. Kalau ini dijalankan tidak dapat manfaat, hasilnya tidak jelas, artinya pekerja dan pengusaha akan rugi," tutup Timboel.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda