Pendekatan Yuridiksi Mendorong Percepatan Sertifikasi ISPO Petani Sawit Swadaya

Jum'at, 21 Juni 2024 - 09:05 WIB
Sejalan dengan upaya pemerintah, Yayasan Kaleka (dahulu Inobu) menginisiasi pendekatan yuridis sebagai upaya dalam mendorong percepatan sertifikasi ISPO. Bernadinus Steni Sugiarto dari Yayasan Kaleka menuturkan, bila proses sertifikasi dilakukan dengan mengikutkan kurang dari 500 petani, biaya sertifikasi akan terasa mahal mencapai di atas USD170 per petani.

”Sementara bila skala proses sertifikasi itu dikembangkan menjadi sebanyak di atas 2.000 petani sawit, maka biaya sertifikasi minyak sawit berkelanjutan bisa ditekan hingga minimal sampai kurang dari USD 50 per petani,” jelasnya.

Sebab itu guna mengatasi tantangan-tantangan ini, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan terkoordinasi. Salah satu solusi yang diusulkan adalah dengan meningkatkan skala sertifikasi untuk mencakup lebih banyak petani dalam satu proses. Dengan memperluas cakupan, biaya per petani dapat dikurangi secara signifikan, sehingga membuatnya lebih terjangkau bagi semua pihak.

Selain itu, intervensi kebijakan juga diperlukan untuk mengurangi biaya yang terkait dengan proses sertifikasi. Hal ini termasuk pemberian subsidi untuk pengembangan kapasitas petani, pemetaan lahan, pembentukan organisasi petani, dan pengurusan legalitas. Dengan demikian, proses sertifikasi dapat menjadi lebih efisien dan berkeadilan bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat.

Berbagai dukungan akan percepatan ISPO juga menjadi bagian kerja dari SPKS yang selalu mendorong adanya Pengorganisasian petani, perbaikan tata kelola dan praktik budidaya berkelanjutan. Ketua Umum SPKS Sabarudin mengungkapkan, untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang inklusif dan mudah diakses bagi petani sawit.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah pendekatan holistik atau yang dikenal sebagai sertifikasi kewilayahan atau yurisdiksi. Pendekatan ini memungkinkan untuk percepatan sertifikasi ISPO dengan melibatkan pemerintah dan berbagai pihak terkait. "Saat ini, kebijakan di sektor perkebunan Indonesia telah ada untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, termasuk kebijakan terkait ISPO dan RAN KSB, serta upaya penyusunan RAD KSB di tingkat daerah," ujarnya.

Lebih lanjut tutur Sabarudin, namun masih terdapat kesenjangan dalam pencapaian dan output, terutama dalam konteks kewilayahan dan lingkungan. Sebab itu, SPKS menekankan pentingnya merumuskan pendekatan kewilayahan yang komprehensif untuk menciptakan kabupaten yang berkelanjutan. Hal ini mencakup inventarisasi seluruh aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan di dalam wilayah tersebut, serta perencanaan aksi dan sistem kelembagaan yang mendukung.

Contoh implementasi dari pendekatan kewilayahan adalah pendataan petani secara menyeluruh dalam satu wilayah, yang kemudian disertifikasi secara kolektif. Pendekatan ini memastikan bahwa tidak ada satu pun petani yang terpinggirkan dari proses sertifikasi. Evaluasi menyeluruh dari kondisi wilayah, termasuk identifikasi daerah yang terdegradasi, medium, dan stabil, juga menjadi bagian dari pendekatan ini.

"Solusi yang kami ajukan bukan lagi bersifat teknokratik belaka, melainkan responsif dan akuntabel, yang mendukung tata kelola sawit yang sesuai dengan kebutuhan perubahan konkret di tingkat tapak," tandasnya.
(poe)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More