Penindakan Impor Ilegal Lemah, Pengusaha dan Pekerja Tekstil Teriak
Minggu, 07 Juli 2024 - 11:25 WIB
JAKARTA - Para pengusaha dan pekerja industri tekstil mengeluhkan lemahnya tindakan pemerintah dalam menangani produk impor ilegal di sektor tersebut. Banjir tekstil impor ilegal membuat industri lokal tak berdaya dan terpaksa mem-PHK pekerjanya.
Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman mengatakan, barang-barang tekstil impor, salah satunya produk pakaian jadi, begitu bebas berkeliaran di pasar luring maupun daring. "Ini merupakan pernyataan perang kami terhadap mafia impor dan kroni-kroninya yang ada di pemerintahan termasuk beking aparat yang terlibat didalamnya," ujar Nandi melalui keterangannya, Minggu (7/7/2024).
Nandi mengungkapkan mafia impor tekstil ilegal ini sudah lama bercokol dan menjadi rahasia umum di tengah masyarakat. Bahkan, Nandi mengatakan bahwa pemerintah pun sudah mengetahui permasalahan importir ilegal tersebut. "Pemerintah sudah sangat paham bahwa penyebab PHK dan penutupan pabrik adalah karena maraknya praktik impor ilegal yang melibatkan pejabat/pegawai kementerian dan importir nakal," cetusnya.
Setengah putus asa, Nandi berharap Presiden Joko Widodo bertindak dan dengan lebih tegas menangani permasalahan yang amat mengganggu industri tekstil dalam negeri ini. "Kami Menolak praktik impor borongan/kubikasi dan praktik semua bentuk praktik impor ilegal," tegasnya.
Dia melanjutkan, aliansi pengusaha dan pekerja tekstil, baik skala besar, menengah hingga industri kecil menengah (IKM) meminta pemerintah tegas menolak intervensi negara-negara asing dalam mempengaruhi kebijakan perlindungan pasar dalam negeri Indonesia.
"Kami juga meminta pemerintah untuk berani menolak segala bentuk intervensi negara asing terhadap kebijakan pasar domestik termasuk intervensi yang dilakukan oleh mafia impor bersama kroni-kroninya serta para retailer barang-barang impor," tandasnya.
Hal senada sebelumnya juga ditegaskan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Redma bahkan menyanggah pernyataan Menkeu Sri Mulyani, bahwa penyebab industri tekstil gulung tikar karena adanya praktik dumping.
Redma menilai hal itu sebagai pengalihan isu lantaran adanya kegagalan dalam mengontrol Direktorat Jenderal Bea Cukai, yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan. "Kita bisa melihat dengan mata telanjang banyak sekali oknum di Bea Cukai secara terang-terangan memainkan modus impor borongan/kubikasi dengan wewenangnya dalam menentukan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan," ujarnya.
Redma mengatakan kinerja buruk Bea Cukai tersebut mengakibatkan adanya peningkatan barang impor tidak tercatat dari China dari tahun 2021 sampai 2023. "Hal ini dapat terlihat jelas dari data trade map di mana gap impor yang tidak tercatat dari China terus meningkat USD2,7 miliar di tahun 2021 menjadi USD2,9 miliar di tahun 2022 dan diperkirakan mencapai USD4 miliar di tahun 2023," paparnya.
Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman mengatakan, barang-barang tekstil impor, salah satunya produk pakaian jadi, begitu bebas berkeliaran di pasar luring maupun daring. "Ini merupakan pernyataan perang kami terhadap mafia impor dan kroni-kroninya yang ada di pemerintahan termasuk beking aparat yang terlibat didalamnya," ujar Nandi melalui keterangannya, Minggu (7/7/2024).
Nandi mengungkapkan mafia impor tekstil ilegal ini sudah lama bercokol dan menjadi rahasia umum di tengah masyarakat. Bahkan, Nandi mengatakan bahwa pemerintah pun sudah mengetahui permasalahan importir ilegal tersebut. "Pemerintah sudah sangat paham bahwa penyebab PHK dan penutupan pabrik adalah karena maraknya praktik impor ilegal yang melibatkan pejabat/pegawai kementerian dan importir nakal," cetusnya.
Setengah putus asa, Nandi berharap Presiden Joko Widodo bertindak dan dengan lebih tegas menangani permasalahan yang amat mengganggu industri tekstil dalam negeri ini. "Kami Menolak praktik impor borongan/kubikasi dan praktik semua bentuk praktik impor ilegal," tegasnya.
Dia melanjutkan, aliansi pengusaha dan pekerja tekstil, baik skala besar, menengah hingga industri kecil menengah (IKM) meminta pemerintah tegas menolak intervensi negara-negara asing dalam mempengaruhi kebijakan perlindungan pasar dalam negeri Indonesia.
"Kami juga meminta pemerintah untuk berani menolak segala bentuk intervensi negara asing terhadap kebijakan pasar domestik termasuk intervensi yang dilakukan oleh mafia impor bersama kroni-kroninya serta para retailer barang-barang impor," tandasnya.
Baca Juga
Hal senada sebelumnya juga ditegaskan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta. Redma bahkan menyanggah pernyataan Menkeu Sri Mulyani, bahwa penyebab industri tekstil gulung tikar karena adanya praktik dumping.
Redma menilai hal itu sebagai pengalihan isu lantaran adanya kegagalan dalam mengontrol Direktorat Jenderal Bea Cukai, yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan. "Kita bisa melihat dengan mata telanjang banyak sekali oknum di Bea Cukai secara terang-terangan memainkan modus impor borongan/kubikasi dengan wewenangnya dalam menentukan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan," ujarnya.
Redma mengatakan kinerja buruk Bea Cukai tersebut mengakibatkan adanya peningkatan barang impor tidak tercatat dari China dari tahun 2021 sampai 2023. "Hal ini dapat terlihat jelas dari data trade map di mana gap impor yang tidak tercatat dari China terus meningkat USD2,7 miliar di tahun 2021 menjadi USD2,9 miliar di tahun 2022 dan diperkirakan mencapai USD4 miliar di tahun 2023," paparnya.
(fjo)
tulis komentar anda