Trump Kini Bisa Menyapa Lagi 60 Juta Pengikutnya di Facebook dan Instagram

Senin, 15 Juli 2024 - 14:48 WIB
Meta mencabut pembatasan terakhir pada akun Facebook dan Instagram, Donald Trump menjelang pemilihan presiden AS (Amerika Serikat) pada November 2024, mendatang. Foto/Dok
JAKARTA - Meta mencabut pembatasan terakhir pada akun Facebook dan Instagram, Donald Trump menjelang pemilihan presiden AS (Amerika Serikat) pada November 2024, mendatang. Sebelumnya akun mantan presiden AS itu ditanggungkan pada 2021, usai memposting tentang kerusuhan US Capitol.



Secara gabungan, akun Trump memiliki lebih dari 60 juta followers dan sempat diaktifkan kembali pada tahun 2023, namun tetap di bawah pengawasan yang kini telah resmi dihapus. Keputusan pencabutan penangguhan akun Trump ini disampaikan oleh raksasa media sosial tersebut.

Meta mengatakan, memiliki tanggung jawab untuk semuanya menunjukkan ekspresi politik dan bahwa orang Amerika harus dapat mendengar dari calon presiden mereka atas dasar kesetaraan.



Meski begitu Meta menambahkan bahwa, kandidat presiden AS tetap tunduk pada aturan untuk semua pengguna Facebook dan Instagram. "Termasuk kebijakan yang dirancang demi mencegah pidato kebencian dan hasutan untuk melakukan kekerasan," jelasnya.



Sejak kembali ke platform Meta, akun Trump sebagian besar memposting detail kampanye dan meme termasuk kritikan terhadap saingannya dalam pemilihan presiden Joe Biden.

Sebelum larangan pada tahun 2021, postingan Facebook Trump sering kali menjadi yang paling populer di AS, menurut data pada saat itu dari CrowdTangle.

Trump adalah mantan presiden pertama yang dilarang dari Twitter dan YouTube. Trump sebelumnya berkomunikasi di Truth Social, platform media sosial yang dimilikinya, sebelum memposting ulang ke jaringan lain.

Kemudian Trump kembali ke Twitter - sekarang disebut X - setelah CEO perusahaan Elon Musk mengadakan jajak pendapat yang meminta pengguna untuk mengklik "ya" atau "tidak" tentang apakah akun Trump harus dipulihkan. Mereka yang setuju meraih kemenangan dengan 51,8% suara

Perusahaan-perusahaan teknologi besar bertindak setelah kerusuhan Capitol Hill yang mematikan dan melukai lebih dari 100 petugas polisi. Trump kerap dituduh menghasut kekerasan dan berulang kali menyebarkan disinformasi.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More