Nekat! Jepang Akan Transfer Rp53 Triliun Dana Rusia yang Dibekukan ke Ukraina
Rabu, 17 Juli 2024 - 19:45 WIB
JAKARTA - Jepang dikabarkan akan memberikan pinjaman sebesar 520 miliar yen atau sekitar USD3,3 miliar (sekira Rp53 triliun pada kurs Rp16.000/USD) kepada Ukraina,yang didanai oleh aset-aset Rusia yang diblokir sebagai bagian dari sanksi Barat.
Hal tersebut dikabarkan Russia Today, Rabu (17/7/2024) berdasarkan laporan kantor berita Kyodo yang mengutip sumber-sumber diplomatik. Angka tersebut mewakili sekitar 6% dari pinjaman besar-besaran yang disepakati oleh negara-negara G7 selama pertemuan puncak mereka di Italia pada bulan Juni.
Para pemimpin G7 sepakat untuk menggunakan bunga dari dana Rusia yang dibekukan untuk membiayai pinjaman sebesar USD50 miliar guna membantu Kiev membeli senjata dan membangun kembali infrastruktur yang rusak.
Kyodo mengutip para diplomat yang mengatakan bahwa pihak berwenang Jepang akan segera menyelesaikan langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan bagian mereka dari dukungan keuangan tersebut pada akhir tahun ini.
Para menteri keuangan dan kepala bank sentral G7 dilaporkan siap untuk menyetujui paket pinjaman tersebut, dimana AS dan UE masing-masing memberikan pinjaman sebesar USD20 miliar. Sedangkan Jepang, Inggris, dan Kanada memberikan pinjaman gabungan sebesar USD10 miliar.
Langkah itu diambil Jepang meski ada ancaman pembalasan dari Moskow terkait pengambilalihan dana negara Rusia. Awal tahun ini, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa pengambilalihan dana Rusia menciptakan preseden berbahaya dan menjadi paku peti mati bagi sistem ekonomi Barat. Peskov juga menekankan bahwa Moskow pasti akan membalas tindakan tersebut dengan meluncurkan tuntutan hukum terhadap entitas yang memanfaatkan asetnya.
Negara-negara Barat membekukan hampir USD300 miliar aset milik Bank Sentral Rusia tak lama setelah eskalasi konflik Ukraina pada tahun 2022. Sebagian besar dana yang diblokir disimpan di UE, terutama di lembaga penyimpanan dan kliring Euroclear yang berbasis di Belgia.
Pada bulan Mei, Brussels menyetujui rencana untuk menggunakan keuntungan yang dihasilkan oleh aset-aset yang dibekukan itu untuk mendukung pemulihan dan pertahanan militer Ukraina. Berdasarkan perjanjian tersebut, 90% dari pendapatan diharapkan akan disumbangkan ke dana bantuan militer Ukraina yang dikelola Uni Eropa, dan 10% lainnya akan dialokasikan untuk mendukung Kiev dengan cara lain.
Awal bulan ini, Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov mengatakan bahwa Kiev akan menggunakan uang tersebut untuk memperkuat kemampuan pertahanannya dan mendukung produsen, dan menambahkan bahwa sebagian besar uang tersebut akan digunakan untuk pembelian amunisi dan sistem pertahanan udara.
Sementara itu, Moskow mengecam keras tindakan Barat tersebut, dan menekankan bahwa bantuan militer ke Kiev hanya akan memperpanjang konflik. Rusia juga mengutuk pembekuan aset-asetnya dan memperingatkan agar tidak menyadap aset-aset tersebut, yang dianggap sebagai tindakan pencurian.
Hal tersebut dikabarkan Russia Today, Rabu (17/7/2024) berdasarkan laporan kantor berita Kyodo yang mengutip sumber-sumber diplomatik. Angka tersebut mewakili sekitar 6% dari pinjaman besar-besaran yang disepakati oleh negara-negara G7 selama pertemuan puncak mereka di Italia pada bulan Juni.
Para pemimpin G7 sepakat untuk menggunakan bunga dari dana Rusia yang dibekukan untuk membiayai pinjaman sebesar USD50 miliar guna membantu Kiev membeli senjata dan membangun kembali infrastruktur yang rusak.
Kyodo mengutip para diplomat yang mengatakan bahwa pihak berwenang Jepang akan segera menyelesaikan langkah-langkah yang diperlukan untuk melaksanakan bagian mereka dari dukungan keuangan tersebut pada akhir tahun ini.
Para menteri keuangan dan kepala bank sentral G7 dilaporkan siap untuk menyetujui paket pinjaman tersebut, dimana AS dan UE masing-masing memberikan pinjaman sebesar USD20 miliar. Sedangkan Jepang, Inggris, dan Kanada memberikan pinjaman gabungan sebesar USD10 miliar.
Langkah itu diambil Jepang meski ada ancaman pembalasan dari Moskow terkait pengambilalihan dana negara Rusia. Awal tahun ini, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa pengambilalihan dana Rusia menciptakan preseden berbahaya dan menjadi paku peti mati bagi sistem ekonomi Barat. Peskov juga menekankan bahwa Moskow pasti akan membalas tindakan tersebut dengan meluncurkan tuntutan hukum terhadap entitas yang memanfaatkan asetnya.
Negara-negara Barat membekukan hampir USD300 miliar aset milik Bank Sentral Rusia tak lama setelah eskalasi konflik Ukraina pada tahun 2022. Sebagian besar dana yang diblokir disimpan di UE, terutama di lembaga penyimpanan dan kliring Euroclear yang berbasis di Belgia.
Pada bulan Mei, Brussels menyetujui rencana untuk menggunakan keuntungan yang dihasilkan oleh aset-aset yang dibekukan itu untuk mendukung pemulihan dan pertahanan militer Ukraina. Berdasarkan perjanjian tersebut, 90% dari pendapatan diharapkan akan disumbangkan ke dana bantuan militer Ukraina yang dikelola Uni Eropa, dan 10% lainnya akan dialokasikan untuk mendukung Kiev dengan cara lain.
Awal bulan ini, Menteri Pertahanan Ukraina Rustem Umerov mengatakan bahwa Kiev akan menggunakan uang tersebut untuk memperkuat kemampuan pertahanannya dan mendukung produsen, dan menambahkan bahwa sebagian besar uang tersebut akan digunakan untuk pembelian amunisi dan sistem pertahanan udara.
Sementara itu, Moskow mengecam keras tindakan Barat tersebut, dan menekankan bahwa bantuan militer ke Kiev hanya akan memperpanjang konflik. Rusia juga mengutuk pembekuan aset-asetnya dan memperingatkan agar tidak menyadap aset-aset tersebut, yang dianggap sebagai tindakan pencurian.
(fjo)
tulis komentar anda