Gapasdap Minta Pemerintah Segera Sesuaikan Tarif Angkutan Penyeberangan
Selasa, 23 Juli 2024 - 15:57 WIB
SURABAYA - Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menyebut kondisi angkutan penyeberangan di Indonesia semakin memprihatinkan. Situasi tersebut dipicu oleh beberapa penyebab yang sudah berlangsung cukup lama.
Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap Rachmatika Ardiyanto mengatakan, ada sejumlah faktor pemicu utama. Antara lain jumlah kapal yang terlalu banyak di setiap lintas penyeberangan.
Dimana izin yang diberikan tidak melihat keseimbangan antara jumlah kapal yang ada dengan jumlah dermaga yang mampu menampung operasional kapal tersebut. Kapal rata-rata hanya beroperasi sebanyak 30 persen sampai dengan 40 persen saja setiap bulannya.
"Hal ini tentu saja akan menyulitkan pengusaha dalam menutup biaya operasional yang ada, terutama fix cost yang tetap muncul ketika kapal tidak beroperasi," terang Rachmatika di Surabaya, Selasa (23/7/2024).
Pengusaha angkutan pelayaran, kata dia, mengeluh karena pada akhirnya, tarif yang berlaku semakin tidak cukup untuk menutup biaya operasional. Jika dianalisis secara perhitungan angka, bahwa setiap penambahan izin satu unit kapal, rata-rata dibutuhkan kenaikan tarif sebesar 1,4 persen.
Sementara usulan penambahan dermaga guna menampung kapal-kapal yang ada yang disampaikan oleh Gapasdap, hingga saat ini juga belum menunjukkan tanda-tanda bakal diwujudkan oleh pemerintah. Faktor kedua adalah kenaikan kurs dollar terhadap rupiah sebagai biang kenaikan biaya yang cukup tinggi.
Karena lebih dari 70 persen komponen biaya angkutan penyeberangan sangat dipengaruhi oleh kurs dollar. Kondisi ini, kata Rachmatika, sebenarnya sama yang terjadi dengan moda pesawat. Karena kenaikan kurs dollar, maka dari maskapai minta kenaikan tarif pesawat. Demikian juga yang terjadi pada angkutan penyeberangan.
"Tetapi di angkutan penyeberangan saat ini tarif yang berlaku masih menggunakan perhitungan dengan kurs dollar tahun 2019 yaitu Rp13.951, dan itupun masih kurang 31,8 persen dari perhitungan HPP yang ada," tegasnya.
Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap Rachmatika Ardiyanto mengatakan, ada sejumlah faktor pemicu utama. Antara lain jumlah kapal yang terlalu banyak di setiap lintas penyeberangan.
Dimana izin yang diberikan tidak melihat keseimbangan antara jumlah kapal yang ada dengan jumlah dermaga yang mampu menampung operasional kapal tersebut. Kapal rata-rata hanya beroperasi sebanyak 30 persen sampai dengan 40 persen saja setiap bulannya.
"Hal ini tentu saja akan menyulitkan pengusaha dalam menutup biaya operasional yang ada, terutama fix cost yang tetap muncul ketika kapal tidak beroperasi," terang Rachmatika di Surabaya, Selasa (23/7/2024).
Pengusaha angkutan pelayaran, kata dia, mengeluh karena pada akhirnya, tarif yang berlaku semakin tidak cukup untuk menutup biaya operasional. Jika dianalisis secara perhitungan angka, bahwa setiap penambahan izin satu unit kapal, rata-rata dibutuhkan kenaikan tarif sebesar 1,4 persen.
Sementara usulan penambahan dermaga guna menampung kapal-kapal yang ada yang disampaikan oleh Gapasdap, hingga saat ini juga belum menunjukkan tanda-tanda bakal diwujudkan oleh pemerintah. Faktor kedua adalah kenaikan kurs dollar terhadap rupiah sebagai biang kenaikan biaya yang cukup tinggi.
Karena lebih dari 70 persen komponen biaya angkutan penyeberangan sangat dipengaruhi oleh kurs dollar. Kondisi ini, kata Rachmatika, sebenarnya sama yang terjadi dengan moda pesawat. Karena kenaikan kurs dollar, maka dari maskapai minta kenaikan tarif pesawat. Demikian juga yang terjadi pada angkutan penyeberangan.
"Tetapi di angkutan penyeberangan saat ini tarif yang berlaku masih menggunakan perhitungan dengan kurs dollar tahun 2019 yaitu Rp13.951, dan itupun masih kurang 31,8 persen dari perhitungan HPP yang ada," tegasnya.
tulis komentar anda