Dedolarisasi Diramal Jadi Bumerang, Pakar: Ide Bagus, tapi Sangat Menakutkan
Rabu, 31 Juli 2024 - 08:50 WIB
Konflik pembayaran berasal dari fakta bahwa mata uang lain tidak selikuid dolar, karena greenback begitu banyak digunakan di pasar global dan dipegang di antara bank sentral.
Dolar dipakai dalam 88% dari semua transaksi mata uang harian pada April 2022, menurut Bank of International Settlements, dan menyumbang 54% dari semua cadangan devisa, berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF).
Sementara itu mata uang lain, seperti yuan China, terikat oleh kontrol modal yang ketat, yang juga membuatnya kurang likuid dan karenanya menjadi kurang menarik daripada dolar. Christian juga mengutarakan, sulit untuk dengan cepat meningkatkan likuiditas mata uang tanpa memicu inflasi yang tinggi.
"Ada banyak orang yang ragu-ragu untuk berdagang dan memegang cadangan, kekayaan serta rekening bank dalam yuan karena itu bukan mata uang yang sepenuhnya bergerak bebas. Jadi ada batasan di dalamnya," tambahnya.
Rusia dijadikan olehnya sebagai salah satu contohnya. Negara itu membuang dolar setelah ditampar dengan sanksi Barat pada tahun 2022. Tetapi meninggalkan greenback hanya mengisolasi negara itu lebih banyak dari pasar internasional, disampaikan seorang ekonom UC-Berkeley, yang bisa melemahkan ekonominya lebih jauh.
Menurutnya indeks dolar AS, yang menilai bobot greenback terhadap sekelompok mata uang asing telah terapresiasi sekitar 40% sejak jatuh pada tahun 2011. Sementara itu, mata uang seperti yuan telah terdepresiasi terhadap dolar selama satu dekade terakhir.
"Dolar menjadi sangat kuat dalam 20 tahun terakhir. Jadi, Anda melakukan investasi yang buruk," kata Christian tentang bank sentral yang memilih untuk melepaskan cadangan dolar mereka.
Christian juga melihat tidak "terlalu banyak" negara di dunia yang melakukan dedolarisasi dalam skala luas, dengan pengecualian seperti Rusia, di mana ketegangan geopolitik dengan AS telah beralih ke dalam kebijakan ekonomi.
Dolar dipakai dalam 88% dari semua transaksi mata uang harian pada April 2022, menurut Bank of International Settlements, dan menyumbang 54% dari semua cadangan devisa, berdasarkan data Dana Moneter Internasional (IMF).
Sementara itu mata uang lain, seperti yuan China, terikat oleh kontrol modal yang ketat, yang juga membuatnya kurang likuid dan karenanya menjadi kurang menarik daripada dolar. Christian juga mengutarakan, sulit untuk dengan cepat meningkatkan likuiditas mata uang tanpa memicu inflasi yang tinggi.
"Ada banyak orang yang ragu-ragu untuk berdagang dan memegang cadangan, kekayaan serta rekening bank dalam yuan karena itu bukan mata uang yang sepenuhnya bergerak bebas. Jadi ada batasan di dalamnya," tambahnya.
2. Perdagangan Terbatas
Kedua, negara-negara yang mencoba menghapus dolar dapat menghambat impor dan ekspor mereka. Sekali lagi, itu karena dolar adalah mata uang yang paling banyak diperdagangkan di dunia – dan tidak menggunakan mata uang itu dapat membatasi ruang lingkup mitra dagang suatu negara. Ungkap Christian, hal itu pada akhirnya juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi.Rusia dijadikan olehnya sebagai salah satu contohnya. Negara itu membuang dolar setelah ditampar dengan sanksi Barat pada tahun 2022. Tetapi meninggalkan greenback hanya mengisolasi negara itu lebih banyak dari pasar internasional, disampaikan seorang ekonom UC-Berkeley, yang bisa melemahkan ekonominya lebih jauh.
3. Kehilangan Nilai
Dampak ketiga yaitu bank sentral berisiko membuat "investasi buruk" dengan memegang mata uang lain, karena dolar adalah penyimpan nilai yang unggul, kata Christian.Menurutnya indeks dolar AS, yang menilai bobot greenback terhadap sekelompok mata uang asing telah terapresiasi sekitar 40% sejak jatuh pada tahun 2011. Sementara itu, mata uang seperti yuan telah terdepresiasi terhadap dolar selama satu dekade terakhir.
"Dolar menjadi sangat kuat dalam 20 tahun terakhir. Jadi, Anda melakukan investasi yang buruk," kata Christian tentang bank sentral yang memilih untuk melepaskan cadangan dolar mereka.
Christian juga melihat tidak "terlalu banyak" negara di dunia yang melakukan dedolarisasi dalam skala luas, dengan pengecualian seperti Rusia, di mana ketegangan geopolitik dengan AS telah beralih ke dalam kebijakan ekonomi.
tulis komentar anda