Ekonomi Rapuh, Peluang AS Masuk Jurang Resesi Sudah 40%
Rabu, 14 Agustus 2024 - 14:25 WIB
JAKARTA - Amerika Serikat (AS), menurut indikator terbaru sudah 40% berpotensi masuk ke jurang resesi di tengah tantangan besar melawan arus dedolarisasi yang dilakukan aliansi BRICS. Hal ini telah memperhitungkan kejatuhan pasar saham senilai USD2 triliun.
Kepanikan mengenai resesi AS tidak dapat dipungkiri, terlebih didorong dedolarisasi BRICS. Perekonomian AS secara konsisten berada dalam kondisi rapuh dengan Federal Reserve mempertahankan suku bunga di level tertinggi sejak 23 tahun.
Saat BRICS memimpin revolusi keuangan, peluang resesi AS semakin besar. Peluang resesi tersebut diukur melalui hitungan ekonom Pascal Michaillat dan Emmanual Saez sebuah indikator baru yang dibangun di atas Aturan Sahm yang diciptakan oleh ekonom Caludia Sahn.
Baca Juga: Beda Jauh! Ini Perbandingan Kekuatan Militer Iran vs Koalisi AS-Israel
Indikator ini menggunakan rata-rata pengangguran bergerak tiga bulan dan tingkat pengangguran terendah selama 12 bulan terakhir untuk membedakan kondisi resesi.
Jika perbedaan antara keduanya setidaknya 0,5 maka negara tersebut berada dalam resesi. Michaillan dan Saez mengukur menggunakan pengangguran dan tingkat kekosongan pekerjaan melalui indikator dua sisi.
Jika indikator mereka memiliki selisih 0,3 poin, resesi mungkin sudah dimulai. Jika indikatornya berada di 0,8 poin, tidak ada perdebatan mengenai keberadaannya. Untuk pengamatan di bulan Juli, indikatornya sudah menunjukan di angka 0,5 poin.
Indikator baru ini tepat untuk mengukur resesi AS pada 1930. Sebaliknya, aturan Sahm hanya berlaku hingga tahun 1960. Perhitungan ini dapat menunjukkan cara baru dalam melihat kekhawatiran ekonomi AS terutama berlaku jika keadaan tidak membaik.
Baca Juga: Iran Rancang Serangan Balasan, Fitch Ratings Beri Peringatan Keras ke Israel
Melansir WatcherGuru, apabila bank sentral AS yang diperkirakan tidak akan menurunkan suku bunga hingga September, keadaan bisa menjadi lebih buruk.
Kepanikan mengenai resesi AS tidak dapat dipungkiri, terlebih didorong dedolarisasi BRICS. Perekonomian AS secara konsisten berada dalam kondisi rapuh dengan Federal Reserve mempertahankan suku bunga di level tertinggi sejak 23 tahun.
Saat BRICS memimpin revolusi keuangan, peluang resesi AS semakin besar. Peluang resesi tersebut diukur melalui hitungan ekonom Pascal Michaillat dan Emmanual Saez sebuah indikator baru yang dibangun di atas Aturan Sahm yang diciptakan oleh ekonom Caludia Sahn.
Baca Juga: Beda Jauh! Ini Perbandingan Kekuatan Militer Iran vs Koalisi AS-Israel
Indikator ini menggunakan rata-rata pengangguran bergerak tiga bulan dan tingkat pengangguran terendah selama 12 bulan terakhir untuk membedakan kondisi resesi.
Jika perbedaan antara keduanya setidaknya 0,5 maka negara tersebut berada dalam resesi. Michaillan dan Saez mengukur menggunakan pengangguran dan tingkat kekosongan pekerjaan melalui indikator dua sisi.
Jika indikator mereka memiliki selisih 0,3 poin, resesi mungkin sudah dimulai. Jika indikatornya berada di 0,8 poin, tidak ada perdebatan mengenai keberadaannya. Untuk pengamatan di bulan Juli, indikatornya sudah menunjukan di angka 0,5 poin.
Indikator baru ini tepat untuk mengukur resesi AS pada 1930. Sebaliknya, aturan Sahm hanya berlaku hingga tahun 1960. Perhitungan ini dapat menunjukkan cara baru dalam melihat kekhawatiran ekonomi AS terutama berlaku jika keadaan tidak membaik.
Baca Juga: Iran Rancang Serangan Balasan, Fitch Ratings Beri Peringatan Keras ke Israel
Melansir WatcherGuru, apabila bank sentral AS yang diperkirakan tidak akan menurunkan suku bunga hingga September, keadaan bisa menjadi lebih buruk.
(nng)
tulis komentar anda