Sanksi Barat Mulai Mencekik, 98% Bank China Tolak Pembayaran Rusia
Jum'at, 16 Agustus 2024 - 14:31 WIB
JAKARTA - Dampak sanksi Barat tampaknya semakin memburuk bagi Rusia. Dilaporkan, 98% bank China , termasuk bank-bank regional kecil telah menolak menerima transfer pembayaran langsung China dari Rusia. Hal itu diungkapkan Alexey Razumovsky, direktur komersial perusahaan pembayaran Impaya Rus, kepada Izvestia.
Masalah tersebut semakin meningkat selama tiga minggu terakhir, karena perusahaan keuanganChinayang lebih kecil sebelumnya masih memproses pembayaran Rusia, yakni pada bulan Mei dan Juni. Bulan lalu, media Rusia Kommersant melaporkan bahwa sekitar 80% transfer bank yang dilakukan dalam yuan China kembali tanpa penjelasan setelah mandek selama berminggu-minggu sementara bank memutuskan apakah mereka dapat bertransaksi.
Razumovsky mengatakan kepada Izvestia bahwa tantangan pembayaran dengan bank-bank China dapat menyebabkan kesulitan rantai pasok dan inflasi di Rusia. Sejak invasinya ke Ukraina, Rusia dan mitra dagangnya telah menghindari sanksi dengan menggunakan bank-bank yang lebih kecil dan metode pembayaran lain atau mata uang non-dolar AS untuk menghindari larangan Barat terhadap beberapa bank Rusia dari sistem pengiriman pesan SWIFT yang banyak digunakan.
Namun, pintu-pintu alternatif itu telah tertutup untuk solusi-solusi ini sejak Desember, ketika AS menyetujui sanksi sekunder yang menargetkan lembaga-lembaga keuangan yang membantu Rusia. Alexey Poroshin, direktur umum firma investasi dan konsultasi First Group, mengatakan kepada Izvestia bahwa beberapa lembaga keuangan di China bahkan mulai menolak pembayaran dalam rubel. Poroshin mengatakan, bank-bank China tidak tertarik untuk berbisnis dengan perusahaan-perusahaan Rusia melalui lembaga-lembaga keuangan di Hong Kong, wilayah administratif khusus di bawah China.
Ekaterina Kizevich, CEO Atvira, sebuah konsultan perdagangan luar negeri Rusia, mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Rusia masih mengirim yuan ke China melalui cabang-cabang bank Rusia di daratan, tetapi ada kenaikan biaya sebesar 5%. Negitu pun, banyak perusahaan China masih menolak pembayaran dari cabang bank Rusia di daratan.
Sanksi-sanksi Barat semakin mencekik sehingga Rusia terburu-buru menyiapkan mekanisme pembayaran alternatif. Di antaranya,melakukan transaksi melalui negara pihak ketiga yang "bersahabat". Rusia juga sedang menyiapkan sistem pembayaran alternatif, termasuk kripto, untuk memfasilitasi perdagangan.
Ketatnya cengkraman sanksi juga mendorong Rusia dan China untul mengkaji penggunaan sistem perdagangan kuno, seperti barter. Seperti dilaporkan Reuters, Rusia dan China berencana menghidupkan kembali praktik perdagangan barter yang sudah pernah digunakan kedua negara sebelumnya. Perdagangan barter akan memungkinkan Moskow dan Beijing menghindari masalah pembayaran, mengurangi pantauan regulator Barat atas transaksi bilateral mereka, dan membatasi risiko mata uang.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Masalah tersebut semakin meningkat selama tiga minggu terakhir, karena perusahaan keuanganChinayang lebih kecil sebelumnya masih memproses pembayaran Rusia, yakni pada bulan Mei dan Juni. Bulan lalu, media Rusia Kommersant melaporkan bahwa sekitar 80% transfer bank yang dilakukan dalam yuan China kembali tanpa penjelasan setelah mandek selama berminggu-minggu sementara bank memutuskan apakah mereka dapat bertransaksi.
Razumovsky mengatakan kepada Izvestia bahwa tantangan pembayaran dengan bank-bank China dapat menyebabkan kesulitan rantai pasok dan inflasi di Rusia. Sejak invasinya ke Ukraina, Rusia dan mitra dagangnya telah menghindari sanksi dengan menggunakan bank-bank yang lebih kecil dan metode pembayaran lain atau mata uang non-dolar AS untuk menghindari larangan Barat terhadap beberapa bank Rusia dari sistem pengiriman pesan SWIFT yang banyak digunakan.
Namun, pintu-pintu alternatif itu telah tertutup untuk solusi-solusi ini sejak Desember, ketika AS menyetujui sanksi sekunder yang menargetkan lembaga-lembaga keuangan yang membantu Rusia. Alexey Poroshin, direktur umum firma investasi dan konsultasi First Group, mengatakan kepada Izvestia bahwa beberapa lembaga keuangan di China bahkan mulai menolak pembayaran dalam rubel. Poroshin mengatakan, bank-bank China tidak tertarik untuk berbisnis dengan perusahaan-perusahaan Rusia melalui lembaga-lembaga keuangan di Hong Kong, wilayah administratif khusus di bawah China.
Baca Juga
Ekaterina Kizevich, CEO Atvira, sebuah konsultan perdagangan luar negeri Rusia, mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Rusia masih mengirim yuan ke China melalui cabang-cabang bank Rusia di daratan, tetapi ada kenaikan biaya sebesar 5%. Negitu pun, banyak perusahaan China masih menolak pembayaran dari cabang bank Rusia di daratan.
Sanksi-sanksi Barat semakin mencekik sehingga Rusia terburu-buru menyiapkan mekanisme pembayaran alternatif. Di antaranya,melakukan transaksi melalui negara pihak ketiga yang "bersahabat". Rusia juga sedang menyiapkan sistem pembayaran alternatif, termasuk kripto, untuk memfasilitasi perdagangan.
Ketatnya cengkraman sanksi juga mendorong Rusia dan China untul mengkaji penggunaan sistem perdagangan kuno, seperti barter. Seperti dilaporkan Reuters, Rusia dan China berencana menghidupkan kembali praktik perdagangan barter yang sudah pernah digunakan kedua negara sebelumnya. Perdagangan barter akan memungkinkan Moskow dan Beijing menghindari masalah pembayaran, mengurangi pantauan regulator Barat atas transaksi bilateral mereka, dan membatasi risiko mata uang.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(fjo)
tulis komentar anda